Jokowi Dilantik, Rupiah Makin Bergigi

Selasa, 21 Oktober 2014 – 07:06 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Tak hanya para relawan, para pelaku pasar juga tengah bersuka cita atas pelantikan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ini dibuktikan dengan rupiah yang cukup bergigi dan kembali menjadi mata uang terkuat se-Asia.

Kemarin (20/10), kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai tukar rupiah menguat 181 poin ke posisi Rp 12.041 per USD. Penguatan rupiah tersebut merupakan yang tertinggi di tengah hijaunya pasar uang Asia.

BACA JUGA: Jokowi Targetkan Swasembada Pangan Tiga Tahun Lagi

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, pada dasarnya penguatan rupiah didukung oleh dua faktor baik domestik dan internasional. Dari sisi internasional, riuhnya pasar telah mereda terkait kekhawatiran menghadapi kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang bakal lebih cepat.

"Sementara dari sisi domestik, pelantikan Jokowi berlangsung lancar. Apalagi Prabowo dan Hatta Rajasa juga hadir," ungkapnya kemarin (20/10).

BACA JUGA: Putusan MK Kuatkan Posisi BUMN

Merujuk data Bloomberg, rupiah diperdagangkan naik 77,50 poin (0,64 persen) ke level Rp 12.032 per USD di pasar spot. Secara point to point, rupiah berhasil menguat 1,64 persen dibandingkan awal tahun ini.

Melambungnya rupiah terhadap USD tersebut, lebih tinggi dibandingkan negara-negara di Asia lainnya yang juga mengalami penguatan. Misalnya Rupee yang menguat 0,22 persen, Yen Tiongkok naik tipis, 0,02 persen, maupun Baht Thailand yang unggul 0,3 persen dari USD.

BACA JUGA: Sengketa Bandara Halim, Inkopau Dinilai Langgar UU

Sementara itu, pengamat rupiah Farial Anwar mengatakan, pelaku pasar menyambut baik pelantikan Jokowi yang berjalan lancar sesuai dengan rencana. Padahal, awalnya pasar sempat khawatir terhadap kabar yang beredar, bahwa pelantikan Presiden akan diwarnai aksi boikot dari pihak oposisi.

"Proses di MPR dan Istana sama dengan yang direncanakan. Pasar melihat itu sebagai sesuatu yang baik," ungkapnya.

Namun demikian, suka cita bulan madu sebagai presiden baru diharapkan tidak terlalu lama. Karena, Farial mengatakan, penguatan rupiah merupakan respon sesaat.

Pasar sebetulnya tengah menunggu hasil pembentukan kabinet, apakah menteri-menteri khususnya di bidang ekonomi dipilih sesuai dengan janji kampanye Jokowi lalu. "Kami menunggu realisasi janjinya. Katanya mau bikin kabinet ramping dan profesional," ujarnya.

Menurut Farial, menteri di bidang ekonomi yang mengerti betul kondisi pasar valuta asing (valas) sangat penting. Sebab, pada dasarnya rupiah merupakan mata uang paling volatil di Asia. Apabila terkena sedikit hembusan sentimen negatif, rupiah tidak memiliki kemampuan stabilitas yang baik.

Terkadang bisa menguat banyak, atau melemah ribuan poin. Tidak seperti mata uang lainnya seperti Baht Thailand yang tetap bergerak stabil kendati ada krisis politik di negaranya.

Farial menerangkan, rapuhnya rupiah ini dikarenakan kondisi pasar valas Indonesia yang tidak seimbang. Besarnya permintaan valas khususnya dollar AS tidak sesuai dengan suplainya.

Suplai valas yang bersumber dari devisa, tidak optimal disimpan di dalam negeri. Di samping itu, dana-dana asing yang cukup diandalkan sangat rentang hengkang karena sifatnya yang sekadar hot money.

"Kondusivitas valas ini yang tidak pernah disentuh pemerintah. Ekonomi apapun kalau rupiahnya jungkir balik ya tidak bisa (tumbuh). Karena itu kabinet harus ngerti (rupiah). Perlu ada sikap tegas dan mewajibkan dana-dana itu disimpan di dalam negeri," terangnya.

Hingga akhir tahun, Farial memprediksi potensi pelemahan rupiah masih besar karena ketidakseimbangan pasar serta penguatan USD. Kondisi terkuat rupiah masih berada pada level di atas Rp 11.000 per USD. (gal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Injak Usia 50 Tahun, RNI Terus Berbagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler