Jokowi Diminta Pangkas Jumlah Kedutaan Besar RI

Senin, 21 Oktober 2019 – 15:43 WIB
Presiden Jokowi usai bertemu Ketum PAN Zulkifli Hasan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/10). Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantara Dinna Wisnu menilai jumlah kedutaan dan kantor perwakilan Indonesia di luar negeri terlalu banyak. Karena itu, dia berharap Presiden Jokowi melakukan perampingan agar lebih produktif dan tepat guna.

Dia mengatakan, saat ini sejumlah kedutaan besar Indonesia kekurangan staf dan tidak berfungsi optimal karena biaya kegiatan yang tidak sebanding dengan kebutuhan di lapangan.

BACA JUGA: Ini Makna Batik yang Dipakai Bu Iriana saat Jokowi Dilantik

"Staf-staf yang bagus juga kurang ditopang oleh sistem kerja dan mekanisme pendukung yang memadai sehingga hasil kerja mereka belum optimal," kata dia kepada ANTARA, Senin (21/10).

Selain itu, menurut Dinna, Presiden Joko Widodo bersama-sama menteri luar negeri nantinya perlu merumuskan strategi besar (grand strategy) arah kebijakan politik luar negeri.

BACA JUGA: Politikus PDIP: Selamat Bekerja Pak Jokowi - Kiai Maruf Amin

Sehingga, kegiatan di seluruh kedutaan, kantor perwakilan, dan kementerian terkait terarah pada pencapaian tujuan yang sesuai dengan simulasi konteks yang berkembang dalam masa-masa mendatang.

"Relokasi staf-staf kementerian luar negeri yang terampil di bidang ekonomi dan politik keamanan ke tempat-tempat yang lebih strategis dalam konteks masa kini, yakni di Asia dan ASEAN," ujar profesor rekanan bidang hubungan internasional itu.

BACA JUGA: Demokrat: Tunggu Saja Pengumuman Pak Jokowi

Namun, dia juga menyebutkan tantangan lain yang perlu dihadapi oleh perwakilan Indonesia di luar negeri pada masa sekarang ini, yaitu kecenderungan negara-negara melakukan isolasi dan memunculkan konflik ketika merasa kalah saing, kalah pamor atau sekadar ingin tampil kuat di depan warganya.

"Keberhasilan Indonesia memperbaiki mekanisme kerja kementerian, merampingkan kelembagaan, menyederhanakan peraturan tetap akan sulit memberi hasil yang diharapkan ketika negara-negara lain lebih memilih untuk bersikap sepihak dalam menentukan kontrak kerja sama dan lebih mengutamakan konflik untuk menekan negara lain agar menuruti kemauannya," kata Dinna.

Kasus Laut China Selatan, misalnya, bukan semata masalah pertahanan keamanan tetapi terkait dengan rencana Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) Tiongkok dan kegiatan Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat yang berupaya untuk terus mendekatkan Indonesia dengan Jepang, Australia dan India. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler