jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengkritik Presiden Joko Widodo yang mendorong terpidana pelanggaran Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril mengajukan permohonan grasi. Menurut Fadli, pernyataan presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi itu menunjukkan ketidaktahuan soal hukum.
Fadli menilai Presiden Jokowi tidak memiliki tim hukum yang kuat sehingga salah membuat pernyataan. “Kalau grasi kan seharusnya menurut undang-undang di atas dua tahun," kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11).
BACA JUGA: Diskusi Empat Pilar: Rieke Diah Genggam Tangan Baiq Nuril
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis bersalah untuk Nuril. Guru honorer di Nusa Tenggara Barat (NTB) itu diganjar hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Menurut Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, pemberian ampunan dari presiden hanya untuk putusan hukuman berupa pidana mati, pidana seumur hidup, atau penjara paling rendah dua tahun.
BACA JUGA: Diskusi Empat Pilar: Rieke Sebut Nuril Lama jadi Honorer
Karena itu Fadli menilai pernyataan Presiden Joko Widodo soal grasi untuk Baiq tidak tepat. "Jadi pernyataan presiden ini bikin kita ya sebagai bangsa malulah sebenarnya, bagaimana hal-hal yang sifatnya mendasar saja bisa salah begitu," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mendukung Nuril mencari keadilan atas kasusnya. Jokowi menyarankan Nuril mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi MA. Jika tak puas dengan putusan PK, Baiq masih bisa mengajukan grasi.
BACA JUGA: Kebijakan Investasi harus Utamakan Kepentingan Nasional
"Tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi ke presiden, nah nanti itu bagian saya," ungkap Jokowi di Pasar Sidoharjo, Lamongan, Jawa Timur (Jatim), Senin (19/11).(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Tunda Eksekusi Kasus Baiq Nuril, Ini Alasannya
Redaktur & Reporter : Boy