jpnn.com - JAKARTA- Kubu pasangan capres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menilai, masyarakat sesungguhnya telah menganggap Pilpres sudah selesai saat TPS (tempat pemungutan suara) ditutup. Proses Pilpres 2014 juga dipandang menjadi ajang pembuktian tentang kematangan sikap elit politik terhadap proses kontestasi Pilpres.
Juru Bicara Jokowi-JK, Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, ujian itu datang pada saat yang bersamaan dengan meningkatnya animo rakyat untuk terlibat dalam proses penentuan capres pilihannya, dan keterlibatan untuk mengawal serta memastikan bahwa Pilpres berjalan fair dan bersih dari TPS hingga rekapitulasi di KPU.
BACA JUGA: Kubu Prabowo Ngotot Minta Jurnalis AS Ditangkap
"Bagi penyelenggara (jajaran KPU dan Bawaslu), sesuai dengan otoritas yang diberikan oleh konstitusi dan UU, sudah menyelesaikan tugasnya dengan kinerja yang jauh lebih baik dari Pileg yang lalu, pada 22 Juli 2014. Karena KPU sudah menetapkan hasil Pilpres dalam suatu proses yang transparan pada semua tingkatan," kata Ferry kepada INDOPOS, kemarin (1/8).
Namun, kata Ferry, persoalannya justru ada pada peserta Pilpres, yang tak kunjung menerima hasil penetapan yang sudah dilakukan oleh KPU. Meski UU memberi ruang terhadap adanya upaya hukum untuk mengajukan sengketa hasil Pilpres, maka ada hal yang harus dipertimbangkan.
BACA JUGA: Arus Balik Mulai Padati Nagrek
"Apakah terhadap Sengketa Hasil yang diajukan, jika nantinya terbukti, akan mempengaruhi hasil akhir pilpres yang sudah ditetapkan? Apalagi selisih perolehan suaranya lebih dari 8 Juta suara," tegas Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Partai NasDem itu.
Ketua Bappilu Partai NasDem itu menyoroti pengunduran diri saksi pasangan capres pada saat proses rekapitulasi sudah berjalan, dan sudah mengesahkan hasil rekapitulasi 29 Provinsi. Pada saat pengunduran diri tersebut, provinsi yang belum disahkan, Jawa Timur, Maluku Utara, Papua, Sumatera Utara dan Hasil Luar Negeri (PPLN).
BACA JUGA: Pemudik Angkutan Darat dan Laut Menurun
"Pertanyaan kita adalah tentang posisi legal pasangan calon no 1 terhadap hasil Pilpres, yakni: Pertama, Jika mundur dari tahapan Pilpres yang sedang berjalan, maka pasangan calon akan terancam Pasal 246 UU Pilpres yang mengatur mengenai sanksi pidana dan denda. Kedua, Jika mengajukan sengketa terhadap hasil Pilpres, maka yang diajukan harus terhadap keseluruhan hasil (33 Provinsi dan 1 Luar Negeri) yang ditetapkan pada 22 Juli 2014. Sedangkan pasangan no 1, mengundurkan diri saat penetapan hasil baru berlangsung untuk 29 Provinsi, belum keseluruhan (minus 4 Provinsi dan 1 luar negeri)," paparnya.
Itulah sebabnya, kata Ferry, mengapa Pilpres 2014 adalah ujian bagi elit-elit partai tentang arti demokrasi. "Karena sejatinya demokrasi adalah jalan yang kita pilih dalam kontestasi politik. Demokrasi tidak boleh diartikan baik hanya jika membawa kemenangan bagi diri. Kalau diri tidak menang, dinilai tidak demokratis," imbuhnya.
Menurut Ferry, dalam proses penyelenggaraan Pilpres, khususnya dalam rekapitulasi suara, jajaran KPU sudah memperbaiki banyak hal dibanding saat pelaksanaan Pemilu Legislatif yang lalu. KPU dinilai melakukan rekapitulasi tepat waktu dan terbuka, mereka memberi kemudahan akses bagi saksi pasangan calon terhadap formulir rekap mulai dari tingkat TPS (formulir C1).
"Bahkan semua keberatan saksi pasangan calon selalu direspon. Ini terbukti dilakukannya PSU (pemungutan Suara Ulang) jika memang terbukti ada pelanggaran di TPS. Karena sejatinya PSU dilakukan di tingkat TPS, bukan pada level desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota apalagi level provinsi. Dan PSU tidak bisa dilakukan hanya karena ada hasil yang sesuai," terang Ferry. (yay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ganjalan RUU Pemekaran Diserahkan ke Gubernur
Redaktur : Tim Redaksi