'Jokowi, Kasihan, dah...'

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 13 Januari 2023 – 20:43 WIB
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Maruf Amin, dan Ketua DPR Puan Maharani berada di podium perayaan HUT ke-50 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1). Megawati menyerahkan potongan pertama tumpeng Ultah ke-50 PDIP kepada Presiden Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi sasaran kritik karena dianggap merendahkan Presiden Joko Widodo di depan kader-kader PDIP pada acara ulang tahun ke-50 PDIP (10/1)

Mega dinilai merendahkan Jokowi dengan ungkapan "Kasihan, dah".

BACA JUGA: Megawati Buka Suara Soal Capres 2024, Berasal dari Kader PDIP

Pernyataan Mega tidak lengkap dan terputus-putus.

Dia kemudian melanjutkan dengan ungkapan "legal-formal".

BACA JUGA: Jokowi Senang Megawati Tidak Grasah-Grusuh Umumkan Capres 2024 dari PDIP

Yang dimaksud Mega adalah tanpa dukungan legal-formal dari PDIP Jokowi tidak akan menjadi presiden RI dua periode seperti sekarang.

Kalau ungkapan Mega ditarik jauh ke belakang bisa diartikan bahwa tanpa PDIP Jokowi tidak akan bisa menjadi wali kota Solo dua periode.

BACA JUGA: Guru Honorer K2 Digaji Rp 50 Ribu per Bulan, 3 Kali Gagal Daftar PPPK, Kasihan Banget

Tanpa PDIP Jokowi tidak bakal bisa menjadi gubernur DKI Jakarta.

Tanpa PDIP Jokowi tidak bakal menjadi presiden RI.

Ringkasnya, tanpa PDIP Jokowi tetap akan menjadi tukang mebel.

Mungkin itu yang dimaksud Mega dengan ungkapan "Kasihan, dah.."

Banyak kalangan yang menyayangkan ungkapan Mega ini kepada Jokowi dan menganggapnya sebagai upaya mendegradasikan wibawa Jokowi sebagai presiden RI.

Banyak warganet yang mengritik Mega dengan ungkapan itu.

Sukarelawan Jokowi juga mengecam pernyataan itu dan menganggapnya tidak pantas diucapkan oleh seorang ketua umum parpol terbesar di Indonesia.

Ini bukan kali pertama Mega dianggap merendahkan wibawa Jokowi.

Beberapa waktu yang lalu dalam acara PDIP di Lenteng Agung beredar foto Jokowi menghadap Mega di sebuah ruangan.

Mega duduk di kursi besar dengan sebuah meja di depannya.

Di seberangnya terlihat Jokowi duduk di kursi menghadap Mega.

Posisi Jokowi terlihat seperti bawahan yang sedang menghadap atasan.

Momen itu menjadi makin dramatis karena diabadikan oleh Puan Maharani melalui aksi swafoto.

Puan berswafoto dan mengambil video dengan latar belakang Jokowi yang sedang menghadap sang ibunda.

Puan malah sempat meminta Jokowi untuk melambaikan tangan.

Momen itu menegaskan bahwa Jokowi sedang menghadap ketua partai yang mempunyai otoritas mutlak atas nasib politiknya.

Mega memainkan jurus semiotika politik yang tajam dan ingin menunjukkan kepada publik "who is the boss", siapa yang sebenarnya menjadi bos.

Sejak awal Megawati menempatkan Jokowi sebagai subordinatnya.

Ketika Mega mengumumkan kandidasi Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2014, Mega menyebut Jokowi sebagai petugas partai.

Ketika itu, Mega menyebut Jokowi sebagai "si kerempeng", merujuk pada badan Jokowi yang kurus.

Sejak itu istilah petugas partai menjadi kosakata yang sering disebut dalam berbagai perbincangan politik.

Istilah petugas partai tidak hanya melekat pada Jokowi tetapi juga kepada siapa pun kader PDIP yang memegang jabatan publik.

Ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dianggap banyak bermanuver untuk memupuk popularitas menjelang Pilpres 2024 ia juga diingatkan akan posisinya sebagai petugas partai.

Ganjar juga menjadi korban aksi pendegradasian oleh Megawati.

Dalam acara ulang tahun itu Mega sama sekali tidak menyebut nama Ganjar Pranowo atau memperkenalkannya.

Mega malah memperkenalkan dan menyebut cucu-cucunya, anak Puan Maharani, yang didatangkan ke acara itu dan duduk di deretan kursi VVIP paling depan, sederetan dengan kursi Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin.

Ganjar tidak ada di deretan kursi VVIP.

Dia berada pada deretan kursi undangan bersama kader PDIP lainnya.

Ganjar terlihat terjepit berhimpitan dengan undangan lainnya.

Semiotika politik itu bisa diinterpretasikan bahwa di mata Megawati Ganjar bukan siapa-siapa.

Keberadaannya dianggap tidak ada, dan karena itu namanya sama sekali tidak di-mention.

Ganjar kalah dari cucu Mega yang secara khusus diperkenalkan kepada semua kader PDIP.

Perkenalan itu sekaligus menjadi isyarat kepada publik bahwa Mega sudah menyiapkan dinasti politik generasi ketiga untuk melanjutkan trah Soekarno.

Penampilan cucu Megawati ini juga menjadi isyarat bahwa Mega benar-benar konsen terhadap keberlanjutan trah Soekarno dalam kepemipinan politik PDIP dan kepemimpinan nasional.

Mega ingin melempar kode keras bahwa keberlanjutan trah Soekarno menjadi perhatian utamanya.

Karena itu, dia mempersiapkan Puan Maharani sebagai putri mahkota dan calon presiden pilihan ibunda.

Karena itu pula tidak ada kejutan yang berhubungan dengan pengumuman bakal calon presiden yang banyak ditunggu publik.

Banyak yang mengantisipasi kejutan pada ultah PDIP itu.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sudah memberikan pemanasan dengan mengungkapkan akan ada kejutan dari Megawati.

Ternyata kejutannya adalah tidak ada kejutan apa pun.

Mega mengakhiri spekulasi pengumuman calon presiden dengan ungkapan yang khas, "Itu urusan gue".

Meski begitu tidak berarti spekulasi berhenti.

Alih-alih malah makin kencang. Mega menunda pengumuman capres karena elektabilitas Puan yang masih mandek di urutan buncit dalam berbagai survei.

Di sisi lain elektabilitas Ganjar makin moncer dalam setiap survei.

Bisa jadi Mega akan menghadapi situasi fait accompli karena tidak punya pilihan lain kecuali menyerah kepada realitas politik dan menyerahkan tiket kepada Ganjar Pranowo.

Situasinya akan menjadi deja vu bagi Mega sebagaimana yang dialaminya pada 2014.

Ketika itu Mega tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyerahkan golden ticket kepada Jokowi.

Ketika itu kudeta senyap ala Jokowi berhasil mencuri golden ticket calon presden dari Mega.

Diam-diam Jokowi terus memupuk elektabilitas dengan berbagai manuver pencitraan yang canggih.

Tanpa terasa akhirnya Mega harus menyerah kepada gerakan creeping coup, kudeta merangkak, oleh Jokowi.

Kali ini strategi yang sama akan dipakai oleh Ganjar.

Creeping coup sedang berlangsung sampai akhirnya membuat Mega tidak punya pilihan lain kecuali menyerahkan golden ticket kepada Ganjar Pranowo.

Kemungkinan ritualnya akan sama dengan yang dialami oleh Jokowi.

Ganjar akan mengalami perploncoan seperti yang dialami Jokowi.

Ganjar akan diberi tiket dan diingatkan bahwa dia adalah petugas partai.

Kejutan itu tidak akan mengejutkan.

Mega harus menyerah kepada realitas politik kalau tidak mau melakukan political suicide, bunuh diri politik, dengan memaksa menyerahkan golden ticket kepada Puan Maharani.

Realitas poltik memang kejam. Mungkin nanti Jokowi ganti bergumam dalam hati, "Bu Mega, kasihan, dah.." (**)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler