Jokowi: Kita Harus Tentukan “Core” Ekonomi Indonesia!

Senin, 12 September 2016 – 08:52 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Usai melakukan kunjungan kerja (kunker) dalam rangkaian menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 dan ASEAN ke Tiongkok dan Laos, Presiden Joko Widodo punya kesan tegas dan masuk akal. Mantan Gubernur DKI ini dengan lugas membuat kesimpulan dan rencana yang khas seperti seorang CEO, Chief Executive Officer.

Mengenakan baju putih polos, Presiden Joko Widoso menyampaikan hal itu saat Rapat Kerja Kabinet Paripurna, 9 September 2016, di Istana Negara, Jakarta. Orang nomor satu itu ingin membahas hasil kunker dan kaitannya dengan perekonomian nasional saat ini. Dia betul-betul berpikir korporasi, mengelola negeri ini sebagaimana manajemen parusahaan yang serba solid, speed dan smart.

BACA JUGA: Jokowi Bicara soal Kans Archandra Kembali ke Kabinet

Di pengantarnya, Presiden Joko Widodo menceritakan bahwa persaingan global, antarnegara saat ini sangat sengit dan terlihat semakin nyata. Semua negara berlomba-lomba merebut market investasi dan modal ke negaranya masing-masing. Ibarat perusahaan, masing-masing mempresentasikan portofolio bisnisnya, agar diminati pada investor.

"Dari rangkaian pertemuan yang kita lakukan dengan kepala-kepala Negara, kepala-kepala pemerintahan, baik di G-20 maupun ASEAN Summit, sangat kelihatan betapa sekarang ini bersaing antarnegara sangat sengit. Terjadi pertarungan antarnegara dalam perebutan kue ekonomi, baik investasi, arus uang masuk, arus modal, dan termasuk sangat sengit sekali," terang presiden diulang-ulang dengan intonasi yang sangat jelas.

BACA JUGA: Alhamdulillah, Jumlah Kurban di Kemenpora Malah Bertambah

Atas dasar realitas itu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada jajarannya untuk menentukan arah perekonomian nasional. Menurutnya, dengan cara itulah Indonesia dapat membangun keunikan dan keunggulan Indonesia dalam bersaing dengan negara lainnya. Tugas CEO di perusahaan, adalah menentukan arah, dan mengalokasikan sumber daya. Itulah yang sedang diperankan presiden yang juga mantan walikota Solo itu.

"Kita harus menentukan apa yang akan menjadi core ekonomi kita, core business negara kita. Karena dengan itulah kita akan bisa membangun positioning kita. Kita bisa membangun deferensiasi kita. Kita bisa membangun brand negara sehingga lebih mudah kita menyelesaikan persoalan-persoalan, tanpa harus kejar-kejaran, apalagi kalah bersaing dengan negara lain?" kata Presiden Jokowi.

BACA JUGA: Archandra Bakal Diangkat jadi Menteri ESDM Lagi? Pak Jokowi Bilang...

Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang turut hadir dalam rapat kabinet tersebut, kemudian diberikan kesempatan oleh presiden untuk menyampaikan sejarah perekonomian negara Indonesia dari awal berdirinya Indonesia hingga kini. "Akan kita lihat, sebetulnya di mana yang harus diperbaiki, di mana yang harus kita waspadai. Saya kira akan kelihatan sekali kalau nanti sudah disampaikan," imbuh Jokowi.

Hampir seluruh anggota Kabinet Kerja hadir dalam rapat kali ini. Tampak hadir di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan sejumlah anggota kabinet kerja lainnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya langsung memberanikan menyampaikan usul, terkait “Core Business” Negara Republik Indonesia ini. "Negara seperti halnya sebuah korporasi, harus memiliki core business, sehingga kita dapat dengan tegas dan jelas menetapkan Positioning, Differentiating dan Branding-nya dengan tepat. Dan, menurut saya, core business negara ini adalah pariwisata!” usul Arief Yahya.

Mengapa pariwisata? Arief Yahya menyebutkan bahwa pariwisata Indonesia itu memiliki banyak keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, sehingga layak menjadi Bangsa Pemenang melalui industri Pariwisata.

Pertama, pariwisata penghasil devisa terbesar. Tahun 2019 industri pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia yaitu USD 24 miliar, melampaui sektor migas, batubara dan minyak kelapa sawit. Dampak devisa yang masuk langsung dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Kedua, terbaik di regional. Tahun 2019, pariwisata Indonesia ditargetkan menjadi yang terbaik di kawasan regional, bahkan melampaui ASEAN. Pesaing utama Indonesia adalah Thailand sebagai kompetitor profesional, dengan devisa pariwisata lebih dari USD 40 miliar, sedangkan negara lainnya relatif mudah dikalahkan.

Ketiga, country brand Wonderful Indonesia. Country Branding itu yang semula tidak masuk ranking branding di dunia, tahun 2015 melesat lebih dari 100 peringkat menjadi ranking 47, mengalahkan country branding Truly Asia Malaysia (ranking 96) dan country branding Amazing Thailand (ranking 83). Country branding Wonderful Indonesia mencerminkan Positioning dan Differentiating Pariwisata Indonesia.

Keempat, Indonesia Incorporated. Negara ini hanya akan dapat memenangkan persaingan di tingkat regional dan global apabila seluruh Kementerian/Lembaga yang ada bersatu padu untuk fokus mendukung Core Business yang telah ditetapkan. “Maju Serentak Tentu Kita Menang!” kata Arief Yahya.

Kelima, Indonesia bisa diformat menjadi Tourism Hub Country. Untuk menjadi Trade dan Investment Hub akan terlalu sulit bagi Indonesia untuk mengalahkan negara lain, seperti Singapura. Di lain pihak, Indonesia dapat dengan mudah menjadi destinasi utama pariwisata dunia, sekaligus Tourism Hub. “Dengan menjadi tourism hub, yang pada prinsipnya menciptakan people-to-people relationship, maka diyakini Trade dan Investment akan ikut tumbuh dengan pesat,” kata Arief Yahya.

Keenam, alokasi sumber daya. Setelah ditetapkan sebagai Core Business Negara, maka alokasi sumber daya, terutama anggaran harus diprioritaskan. Dan ini pekerjaan Presiden Jokowi dalam membuat desain penganggaran. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Terpidana, Gubernur Gorontalo Bisa Maju dalam Pilgub 2017?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler