Jokowi Meminta Prabowo Mengurusi Pangan, Khairul Ingat Masa Orba

Senin, 13 Juli 2020 – 14:13 WIB
Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo Subianto. Foto: Instagram prabowo

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk memimpin proyek pengembangan lumbung pangan nasional di Kalimantan Tengah.

Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi merasa heran dengan keputusan Presiden Jokowi yang memberi mandat kepada Prabowo Subianto untuk mengurusi ketahanan pangan nasional.

BACA JUGA: Pakar: Prabowo Dapat Tugas yang Tidak Masuk Akal dari Jokowi

Menurut Fahmi, pemimpin tidak boleh salah memaknai urusan ketahanan nasional.

Kemudian menyerahkan urusan ketahanan pangan nasional ke Kementerian Pertahanan.

BACA JUGA: Elektabilitas Prabowo Merosot, Bagaimana Khofifah, Risma, Susi?

"Kemenhan dan TNI hanyalah salah satu kontributor ketahanan nasional dari sisi pertahanan negara," ucap Fahmi dalam pesan singkatnya kepada awak media, Senin (13/7).

Menurut dia, Indonesia sudah memiliki instansi yang tepat dalam mengurusi ketahanan pangan nasional. Yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, hingga Bulog.

BACA JUGA: Kepala BKN: Wajar Banyak PNS Komplain

Berkaca dari situ, ujar dia, Kemenhan dan TNI harus cermat dan hati-hati dalam keterlibatannya yang tidak secara langsung berkaitan dengan tugasnya atau dalam melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Misalnya, dalam urusan ketahanan pangan nasional ini.

"Ini berpotensi mengulang masa Orde Baru di mana pemerintah mengklaim berhasil membangun ketahanan dan swasembada. Namun dengan tekanan luar biasa pada petani untuk tanam padi, dengan tentara ikut turun ke sawah," ungkap dia.

Lebih lanjut, kata dia, penyerahan urusan ketahanan pangan ke Kemenhan ini patut dipertanyakan.

Terutama berkaitan dengan pendekatan Minimum Essential Forces (MEF) dalam pengembangan kekuatan dan kemampuan TNI.

MEF mencakup tiga hal utama yaitu organisasi, personel dan materiil. Dari sisi personel, kata Fahmi, jumlah prajurit TNI masih jauh dari rasio perbandingan ideal dengan jumlah penduduk dan luas wilayah.

"Artinya jika untuk fokus saja pada tugas pokoknya, TNI masih belum ideal, lalu mengapa cawe-cawe ke urusan pemerintahan yang lain? Jika untuk menjaga batas wilayah dan kedaulatan saja jumlah personel masih belum ideal, mengapa memaksakan diri terlibat? Apa motifnya? Kesejahteraan? Politik? Kalau iya, tentu saja itu menyimpang dari mandat reformasi," ucap Fahmi. (mg10/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler