Jokowi Minta Masyarakat Berdamai dengan COVID-19, Maksudnya Apa sih?

Senin, 11 Mei 2020 – 12:38 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Muhamad Nabil Haroen merespons permintaan Presiden Jokowi agar masyarakat berdamai dengan COVID-19.

Menurut dia, pernyataan Jokowi itu bisa dilihat dari dua perspektif.

BACA JUGA: Jokowi: Kita Harus Hidup Berdamai dengan Covid-19

Pertama, pemerintah harus lebih serius dan fokus dalam penanganan COVID-19.

“Saya masih melihat ada beberapa hal yang masih inkonsisten dan tidak terkoordinasi misal kebijakan antarkementerian yang tidak sinkron. Jadi, masyarakat menjadi bingung,” kata Nabil, Senin (11/5).

BACA JUGA: Saleh Daulay: Pak Jokowi, Hidup Berdamai dengan Corona Itu Apa?

BACA JUGA: Irwan Fecho Menilai Ajakan Presiden Jokowi Sangat Berbahaya

Kedua, Nabil melanjutkan, Presiden Jokowi menyampaikan itu dalam konteks agar masyarakat Indonesia bersiap pada tahapan-tahapan yang lebih luas dari penanganan COVID-19.

Dia mengatakan, banyak prediksi kapan COVID-19 akan berakhir, tetapi tidak ada yang bisa memastikan.

“Maka diperlukan kesiapan bersama untuk kasus yang terburuk. Di antara persiapan itu, dengan menjaga ketahanan di lingkup terkecil, yakni keluarga dan lingkungan sekitar,” paparnya.

Nabil menjelaskan Indonesia memang melalui periode yang tidak mudah.

Pemerintah harus mengoreksi banyak hal terkait dengan strategi, kebijakan maupun eksekusi program dari kementerian masing-masing.

Koordinasi antarkementerian harus lebih rapi dengan eksekusi yang lebih baik dan sesuai dengan kepentingan rakyat.

“Harus ada perbaikan, misalnya, butuh lebih banyak tes,” kata dia.

Nabil menjelaskan bila dibandingkan dengan Vietnam, Indonesia tertinggal sangat jauh.

Vietnam mengklaim sukses mengendalikan penularan COVID-19. Mereka memeriksa 2,2 orang per 1.000 penduduk dengan PCR.

Sementara Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk. “Ini yang harus dikejar,” tegasnya.

Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan yang menjadi penting untuk dioptimalkan adalah transparansi data sampai dengan membuka kurva yang berbasis data epidemiologis.

Menurut dia, ini usulan dan pernyataan diterimanya dari pakar epidemiologis.

“Kalau data tidak terbuka, siapa pun tidak akan bisa memprediksi, yang ada hanya pembiaran dan denial. Selain memang pemerintah harus bekerja keras lagi untuk memperbanyak tes, memperketat physical distanting, dan sembari mengatur agar sirkulasi ekonomi kerakyatan tetap berjalan,” kata dia. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler