Jokowi Minta Suku Bunga Turun, Penyaluran KUR Digenjot

Selasa, 06 Oktober 2015 – 07:15 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Asmawi Syam mengungkapkan bahwa pihaknya akan telebih dahulu mengevaluasi soal permintaan Presiden Joko Widodo yang menginginkan perbankan agar menurunkan tingkat suku bunganya.

Asmawi berujar bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan lantaran perbankan tidak bisa serta merta langsung menurunkan bunga.

BACA JUGA: Cegah PHK, Harga Gas Diturunkan

"Kalau suku bunga terkait dengan cost of fund. Itu harus kita evaluasi berapa cost of fundkita hari ini, ujarnya di Jakarta, Senin (5/10).

Selain itu, apabila BI rate diturunkan juga bukan berarti perbankan otomatis menurunkan suku bunga kreditnya. "Bank-bank juga mengevaluasi, bagaimana struktur fundingmerekaBI rate itu kan hanya acuan," tambahnya.

BACA JUGA: Hitungan KPBB, Harga Premium Rp 5.044 per Liter

Tak hanya itu, pemerintah, lanjut Asmawi, meminta perbankan pelat merah untuk terus menggenjot penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam jangka waktu tiga bulan kedepan. "Kita diminta dalam tiga bulan kedepan ini. Oktober, November, Desember," imbuhnya.

Asmawi mengatakan bahwa emiten dengan kode perdagangan BBRI tersebut baru menyalurkan Rp 3,5 triliun KUR sepanjang jangka waktu satu bulan 18 hari ini. Penyaluran KUR tersebut terhitung sejak Agustus lalu.

BACA JUGA: Inilah Harga Premium yang Ideal Menurut Pertamina

Angka tersebut masih sangat jauh dari target penyaluran KUR. Dia mengungkapkan bahwa target penyaluran kredit mikro seluruh bank penyalur KUR hingga akhir tahun mencapai Rp 17,5 triliun.

"Kita akan mengevaluasi apa-apa saja yang bisa dilakukan untuk mengakselerasi pertumbuhan KUR. Effort yang dilakukan bank-bank pelaksana ini untuk bisa menaikkan pertumbuhan KUR," katanya.

KUR memang mendapat perhatian serius pemerintah. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, ketika sebagian pelaku usaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), maka yang dilakukan pemerintah tidak harus terpaku pada investasi besar yang menyerap ribuan tenaga kerja. ''Tapi, bisa juga KUR jadi solusinya, bagaimana mendorong terciptanya aktivitas produktif di masyarakat bawah,'' ujarnya.

Karena itu, kata Darmin, pemerintah akan melakukan relaksasi atau pelonggaran dalam penyaluran KUR. Bukan lantas penyaluran kreditnya asal-asalan tanpa memperhatikan kehati-hatian, melainkan dari aspek target yang diperluas, bunga yang diturunkan dari 12 persen menjadi 9 persen, dan tenor atau masa peminjaman yang diperpanjang hingga 10 tahun. ''Ini sesuai usulan bank (penyalur KUR),'' katanya.

Mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu menyebut, salah satu perubahan penting dalam penyaluran KUR adalah perluasan target. Selama ini, KUR lebih banyak disalurkan ke sektor pertanian maupun perikanan. Selain itu, rinciannya juga terlalu kaku.

Dia mencontohkan, jika ada seorang perempuan yang memiliki suami pegawai, lalu perempuan tersebut meminjam KUR, maka dikategorikan kredit konsumsi. Padahal, uang tersebut digunakan untuk membuKa warung kelontong atau membuka salon. ''Yang seperti ini kan mestinya masuk kategori produktif,'' ucapnya.

Karena itu, bank penyalur pun meminta pemerintah agar membuka seluruh sektor agar bisa menerima KUR, termasuk industri kreatif maupun perdagangan online (e-commerce), serta usaha pemula di bidang teknologi atau start-up, yang penting bersifat produktif.

Selain itu, ada pula kemudahan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, misalnya di Hongkong. yang bisa membuka rekening BNI cabang Hongkong, sehingga proses pengiriman uang ke Indonesia makin mudah. ''Setelah diskusi, presiden sepakat dengan usul-usul tersebut,'' ujarnya.

Menurut Darmin, upaya percepatan penyaluran KUR harus dilakukan. Sebab, berkaca dari pengalaman tahun ini, proses administrasi membuat penyaluran KUR baru bisa dilakukan pada 18 Agustus 2015. Karena itu, hingga akhir September, realisasinya baru sebesar Rp 4,02 triliun. Padahal, target tahun ini mencapai Rp 30 triliun.

''Kita akan genjot di tiga bulan terakhir, tapi perkiraan realisasi tahun ini hanya sekitar Rp 19,02 triliun,'' sebutnya. (Owi/ken/dim/dee)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata, Pembahasan soal BBM Sudah Final


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler