Jokowi Penasaran, Petani Riau Bergelar Profesor Doktor

Jumat, 29 Juni 2018 – 05:00 WIB
Petani sekaligus dosen UIN Suska Riau, Prof DR Akhmad Mujahidin (pakai peci) sedang berdialog dengan Presiden Jokowi, di acara pembukaan ASAFF 2018, di Istana Negara, Kamis (28/6). Foto: Biro Pers Istana

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo terlihat kaget dan penasaran ketika seorang petani asal Riau memperkenalkan diri lengkap dengan gelarnya profesor dan doktor. Ada satu lagi yang tidak disebutkan, master agama (M.Ag).

Ini berlangsung ketika terjadi dialog antara Presiden yang beken disapa dengan pangilan Jokowi dengan petani saat membuka Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF) Tahun 2018, di Istana Negara, Jakarta pada Kamis (28/6).

BACA JUGA: Jokowi Jemput Tun Mahathir Mohamad di Bandara Halim

Setelah memberikan arahan, seperti biasa Kepala Negara memanggil sejumlah petani sesuai komoditas yang ditanami.

Nah, Prof DR Akhmad Mujahidin M.Ag merupakan yang pertama tampil ke depan. Usahanya berkebun buah lengkeng. Selain itu ada petani cabai, lada dan kopi.

BACA JUGA: Pilkada Serentak, ke Mana Pak Jokowi?

Setelah berada di samping Jokowi bersama tiga rekannya, pertani bergelar profesor yang berasal dari Kabupaten Kampar ini diminta memperkenalkan diri terlebih dahulu. "Prof DR Akhmad Mujahidin," ucapnya.

"Siapa tadi?" ucap Presiden Jokowi kembali bertanya sembari melirik, dan nada penasaran.

BACA JUGA: Sejumlah Permintaan Jokowi ke Jepang, Apa Saja?

"Profesor Doktor Akhmad Mujahidin. Panggilan Mujahidin. Saya dari Riau. Dulu asal dari Malang, ikut transmigrasi orang tua tahun 1981 ke Provinsi Riau, sejak umur sepuluh tahun," ucapnya.

Pria berpeci hitam yang sudah berada di Riau selama 35 tahun ini pun bersyukur, karena dia tidak hanya sebagai petani, tapi juga mengajar di universitas.

"Dengan izin Allah saya menjadi dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau," lanjut Mujahidin.

"Sebentar-sebentar, dosen apa petani?" ucap Jokowi kembali menimpali dengan pertanyaan. Sekaligus meyakinkan yang dipanggilnya ke depan benar-benar petani.

"Saya sekarang sudah jadi dosen, tapi basic-nya petani. Tetap bertani walau jadi dosen," jelas pemilik kebun di Lipat Kain, Sungai Geringging, Kampar.

Kepada Presiden, Mujahidin bercerita memiliki lahan seluas 30 hektare, tapi hanya 7,5 hektare yang ditanaminya dengan lengkeng sejak dua tahun lalu.

Saat ini, buah-buahan itu sudah belajar berbunga. Dia memperkirakan sekitar 6 bulan ke depan mulai panen.

"Sebentar, tujuh setengah hektare ditanami lengkeng. Dua tahun sudah berbunga, kok cepat sekali? Terus, perkiraan nanti bisa produksi satu hektarenya lengkeng bisa dapat berapa ton?" tutur mantan pengusaha mebel ini bertanya.

"Ini saya memanggil konsultan yang dari Malang juga," ucap Mujahidin yang punya kebun di Lipat Kain, Sungai Geringging, Kampar.

"Sebentar, Bapak Profesor masih memakai konsultan?" ucap Jokowi kembali bertanya, diiringi tawa peserta ASAFF 2018. Pertanyaan itu dibenarkan pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum tersebut.

Dia melanjutkan, dalam satu hektare lahan ditanaminya sekitar 200 batang lengkeng.

Setelah berbuah nanti setiap batangnya bisa menghasilkan sekitar 75 kg sekali panen. Itu sesuai dengan contoh yang ada di tempat konsultannya di Pekanbaru.

"Berarti (75 kg) dikali 200 (batang-red)?" Presiden kembali bertanya.

Pertanyaan itu dijawab enteng oleh Mujahidin. "Dikalikan saja Pak," katanya dengan nada memerintah, dan tanpa beban.

Seisi ruangan kembali terbahak. Presiden Ketujuh RI pun meliriknya sambil tertawa.

Mantan gubernur DKI itu lantas mengira-ngira bahwa dalam satu hektare kebun lengkeng itu bisa menghasilkan 15 ton sekali panen.

Mujahdin kemudian menyebut pada saat ini harga per kilogramnya Rp 35 ribu dipetik di pohonnnya.

"Sekarang lengkeng dipetik di pohon 35 ribu Pak, per kilogram. Makanya menanam lengkeng lebih produktif dibandingkan sawit sekalipun," jelas Mujahidin.

"Coba dihitung lagi. Tadi satu kilogram 35 ribu, satu ton, dikali seribu berarti 35 juta. 35 juta, satu hektare, kali tujuh setengah hektare," tutur mantan wali kota Surakarta itu.

Jika dihitung dengan harga Rp 35 ribu/kg, untuk 1 hektare kebun yang menghasilkan 15 ton sekali panen, uangnya mencapai Rp 525 juta.

Benih unggul yang ditanam Mujahidin ini panennya dua kali dalam satu tahun.

Selain itu, dia juga mengungkap bahwa konsultan pertaniannya telah mengatur periode panen untuk lengkeng yang totalnya berjumlah 1.850 pohon di lahan seluas 7,5 hektare.

"Periodenya oleh konsultannya dibuat panen enam bulan sekali. Panennya disesuaikan dengan kondisi pasar. Jadi misalnya panen satu hektare, yang lain diistirahatkan, sehingga sepanjang tahun bisa panen," pungkasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 53 Hari Lagi Asian Games, Ini Persiapannya


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler