Jokowi Sekadar Menakut-nakuti Anggota Kabinet?

Selasa, 26 Juli 2016 – 07:07 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA- Isu perombakan (reshuffle) kabinet dinilai hanya sebagai gertakan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tujuannya, agar para menteri menjadi kompak dan bekerja lebih baik. 

Dugaan tersebut muncul lantaran sampai sekarang wacana tersebut tak juga kunjung direalisasikan oleh kepala negara. ”Apabila presiden tidak lakukan (reshuffle, Red) dalam dua bulan ini, berarti hal ini adalah cara presiden lakukan gertak. Ini gertakan bagi menteri agar terpacu kinerjanya,” ungkap Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMa) Ray Rangkuti kepada wartawan saat dihubungi, Senin (25/7).

BACA JUGA: Ternyata Ini Arti Istilah Harco dan Central Park di Kasus Suap Reklamasi

Dia menyebutkan, isu reshuffle juga sempat digunakan sebagai alat gertak pada media akhir 2015 lalu. Menurutnya, akibat muncul isu reshuffle di penghujung tahun tersebut kinerja menteri pada kurun November hingga Desember 2015 terbukti mengeliat. ”Mungkin ini pengalaman yang akan diulang lagi,” tukas Ray.

Dugaan reshuffle sebagai alat gertak ini, lanjut Ray, juga tampak dari komposisi nama-nama menteri yang beredar ke publik. Menurutnya, nama-nama menteri yang diduga bakal di-reshuffle berubah secara berkala. ”Kalau kita buat garis besarnya, pralebaran nama-nama yang mau di-reshuffle itu menteri nonpartai, tapi setelah lebaran nama-nama menteri parpol (partai politik, Red),” urainya.

BACA JUGA: Zefrizal Nanda, Mahasiswa Kedokteran Unair Dicurigai Gabung ISIS

Pengamat politik dari Renaissance Political Research and Study (RePORT), Khikmawanto juga mempertanyakan apa alasan reshuffle. Menurut dia, publik perlu tahu alasan Presiden Jokowi melakukan itu.

”Apa karena kepastian PAN dan Golkar dukung pemerintah? Kalau alasan ini sangat bahaya sekali. Memang politik transaksional tidak bisa dihindari. Dan hadiah kursi buat partai yang mendukung adalah hal yang wajar,” ujarnya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (25/7).

BACA JUGA: Yakinlah, Kegigihan Pak Jokowi Bakal Sukseskan Tax Amnesty

Dia menuturkan, kendati ada dua partai baru pendukung pemerintah, hal itu tidak bisa dibenarkan juga kalau itu dijadikan dasar oleh presiden dalam merombak kabinetnya. ”Tapi reshuffle karena kinerja dan prestasi buruk jadi dasar reshuffle kita sepakat,” ucapnya.

Namun, lanjutnya, bila Presiden Jokowi tiba-tiba melakukan reshuffle tanpa ada semacam rapor dari kinerja para menteri selama dua tahun ini, dapat memaklumi bila ada anggapan terjadi transaksi politik di dalam kebijakan tersebut. ”Agar masyarakat tidak curiga, harusnya Pak Presiden memberikan evaluasi terlebih dahulu mana pos-pos kementerian yang kinerjanya buruk, mana pos-pos kementerian yang koordinasinya lemah,” terangnya.

Dengan begitu, kata Khikmawanto, publik bisa memahami kenapa reshuffle dilakukan oleh Presiden Jokowi. Sebab, pembangunan tetap harus berkelanjutan. Dengan begitu, kalau nantinya ada pergantian atau reshuffle maka penerusnya akan melanjutkan.

”Hanya saja perlu adanya pergantian untuk mempercepat pembangunan bukan karena tekanan parpol yang baru gabung pemerintah,” imbuhnya. (aen/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima TNI: Jadilah Seorang Pemimpin, Bukan Bos!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler