jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo pada Rabu (25/8/2021) akhirnya mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional (BPN).
Perpres tersebut mengakhiri polemik pembentukan BPN yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan yang mewajibkan pemerintah membentuk Badan Pangan Nasional paling lambat 3 tahun setelah Undang-undang pangan berlaku.
BACA JUGA: Sultan DPD RI Sambut Baik Kehadiran Badan Pangan Nasional
Menanggapi hal tersebut, drh. Slamet anggota Legislatif Komisi IV dari Fraksi PKS memberikan apresiasi kepada pemerintah.
Menurut dia, ini adalah langkah positif sebab persoalan pangan selama ini masih banyak terkendala khususnya terkait regulasi impor dan yang lainnya.
BACA JUGA: Teras Narang Usul Bentuk Badan Otorita Pangan Nasional
“Saya sebagai anggota Komisi IV mengapresiasi terbitnya Perpres ini sebagai bentuk kepatuhan pemerintah terhadap konstitusi, meskipun sebenarnya momentumnya agak terlambat karena BPN ini seharusnya terbentuk 6 atau 7 tahun yang lalu," ungkap Slamet di Senayan, Jakarta.
Selain itu, anggota legislatif dapil kota dan kabupaten Sukabumi ini memberikan beberapa catatan terkait Perpres Badan Pangan Nasional tersebut. Pertama, jika melihat fungsi BPN dalam Perpres Nomor 66 tahun 2021 Pasal 3 terdapat sekitar 11 fungsi BPN, di antaranya terdapat fungsi koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan;
Fungsi koordinasi pelaksanaan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan.
Dan fungsi pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pangan;
“Dari 3 fungsi BPN tersebut menunjukkan bahwa lembaga ini diharapkan memiliki kewenangan yang sangat kuat dalam menyelesaikan tumpang tindih data dan kebijakan penyediaan pangan termasuk impor,” tegasnya.
Menurut Slamet, sering kali terjadi statemen yang dikeluarkan oleh pemerintah bertolak belakang antara satu kementerian dengan kementerian yang lain.
Seperti awal tahun 2021 Badan Urusan Logistik (Bulog) sempat mengalami silang pendapat dengan Kementerian Perdagangan terkait impor beras dimana Bulog mengatakan stok akhir tahun Cadangan Beras Pemerintah (CBP) masih sangat cukup.
Di sisi lain, Kemendag malah sebaliknya ingin membuka impor 1 juta ton beras bahkan presiden Jokowi pun selalu mengatakan bahwa 3 tahun Indonesia tidak mengimpor beras padahal dari data BPS impor beras selalu ada setiap tahunnya sehingga dengan adanya BPN mis informasi dan mis komunikasi seperti ini.
Kedua, Keberadaan BPN nantinya akan makin mengokohkan arah besar pencapaian kedaulatan pangan, ketersediaan dan kemandirian pangan.
Menurutnya, pemerintah saat ini seperti kehilangan arah dalam perwujudan kedaulatan pangan yang sebenarnya sudah digaungkan oleh presiden Jokowi diawal-awal periode kepemimpinannya.
Terakhir, politikus senior PKS ini memberikan catatan bahwa terbentuknya BPN adalah salah satu solusi utama yang mengendalikan kebijakan pangan nasional yang sudah dicita-citakan dalam UU Pangan dan bukan sekedar membentuk lembaga baru untuk kepentingan akomodasi politik semata.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich