Jokowi Tetapkan Hari Santri, Ansor Harapkan Kurikulum Pesantren Juga Diakui

Rabu, 14 Oktober 2015 – 18:31 WIB
Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Presiden Joko Widodo bakal melunasi janji kampanyenya tentang perlunya hari santri. Rencananya, 22 Oktober nanti akan menjadi Hari Santri Nasional.

Sekretaris Pramono Anung mengungkapkan, Jokowi -sapaan Joko Widodo- sudah mendapat banyak masukan tentang pemilihan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. “Keppres  (keputusan presiden, red) sedang disiapkan,” ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

BACA JUGA: Tahun Baru Islam, Ini Pesan Menteri Marwan

Keputusan Presiden Jokowi menetapkan Hari Santri pada 22 Oktober itu melegakan kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Tokoh muda NU yang juga Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid mengatakan, terlepas dari pro dan kontra tentang tanggal yang dipilih, namun Jokowi telah menunjukkan keberpihakannya pada santri. “Dengan ditetapkannya hari santri, berarti eksistensi santri diakui di Indonesia," kata Nusron, Rabu (14/10).

Soal keputusan Jokowi memilih tanggal 22 Oktober ketimbang 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional, Nusron juga mengapresiasinya. Sebab, ada makna tersendiri di balik tanggal 22 Oktober itu. Yakni ketika tokoh pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari menyerukan Resolusi Jihad yang akhirnya memicu peperangan 10 Novermber 1945 di Surabaya.

BACA JUGA: 3,4 Detik Mencengangkan Ledakan di Pabrik Mandom

 “Jadi 22 Oktober itu kesannya lebih heroik. Ada fatwa Mbah Hasyim dan ulama NU kepada para santri untuk mengusir penjajah,” ujar Nusron.

Namun demikian, bekas anggota DPR yang kini dipercaya sebagai kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu menegaskan bahwa perjuangan belum berhenti. “Sekarang kiai wajib berfatwa mengusir kemiskinan, krisis ekonomi dan korupsi," ucapnya.

BACA JUGA: Polisi Ungkap Kasus Ledakan di PT Mandom: 28 Tewas, 31 Luka Bakar

Selain itu, katanya, perjuangan para santri juga jangan terhenti pada penetapan hari  yang spesial itu. Sebab, yang  lebih penting lagi adalah pengakuan persamaan terhadap pondok pesantren salafiyyah sebagai sistem pendidikan nasional.

Hal itu penting agar santri yang menekuni kitab kuning dan klasik juga diakui derajat keilmuannya. Nusron menegaskan, belum tentu kemampuan mahasiswa di perguruan tinggi Islam modern seperti IAIN melebihi santri.

“Jadi santri di pesantren salafiyyah juga harus mendapat Kartu Indonesia Pintar sebagaimana siswa di sekolah umum. Pondoknya juga sudah semestinya mendapatkan BOS (bantuan operasional sekolah, red),” cetusnya.(ara/JPG)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Asap, Politikus Gerindra: Pemerintah Edan!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler