Jokowi Tolak Wacana Presiden 3 Periode, Parpol dan Sukarelawan Semestinya Peka!

Minggu, 12 September 2021 – 12:57 WIB
Ilustrasi - Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Said Salahudin. Foto: Ricardo/JPNN.com.

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Said Salahudin menilai partai politik dan sukarelawan semestinya peka terhadap sinyalmen yang dikirim oleh Istana.

Presiden Jokowi menurut Said, sudah dengan tegas menolak wacana presiden tiga periode.

BACA JUGA: Ngeri! Setiap 40 Detik Satu orang Meninggal Dunia Karena Bunuh Diri

Karena itu, wacana tersebut semestinya diakhiri, agar tidak membuat masyarakat menjadi bingung.

"Jadi, parpol dan sukarelawan pendukung pemerintah semestinya memiliki kepekaan terhadap sinyal yang dikirimkan oleh Istana. Itu harus dibaca sebagai ‘political will’ presiden. Itulah kehendak yang kuat dan sejati dari presiden," ujar Said dalam keterangannya, Minggu (12/9).

BACA JUGA: Darmizal Tuding Ada Pihak yang Memfitnah Moeldoko, Siapa ya?

Menurut Said, ketika penolakan ditegaskan presiden secara berulang-ulang, berarti ada pesan yang disampaikan secara tegas.

"Nah, salah satu pesan yang bisa ditangkap dari pernyataan itu adalah presiden bermaksud memberikan peringatan kepada para pengusung dan pendukung gagasan tersebut untuk menyudahi wacana itu," ucapnya.

BACA JUGA: Gus Yaqut Sebut Negara Berutang ke IIQ Jakarta, Begini Alasannya

Apalagi, kata Said menambahkan, Presiden Jokowi sudah pernah bilang bahwa motif di balik isu perpanjangan masa jabatan presiden hanya ada tiga kemungkinan.

Pertama, pihak yang mengusung ide itu ingin mencari muka di hadapan presiden, ingin menampar wajah presiden, atau bahkan ingin menjerumuskan presiden.

"Oleh sebab itu, sebagai parpol pendukung pemerintah kami mengajak semua elite politik, terutama parpol pendukung pemerintah untuk mendukung komitmen presiden."

"Parpol-parpol pendukung harus berani bersuara, jangan lagi mengayun dalam menyampaikan sikap politik. Perlu ada ketegasan agar tidak muncul ambiguitas yang membuat rakyat menjadi bingung," ucapnya.

Mantan Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini lebih lanjut mengatakan bagi PKP, pernyataan presiden menunjukan dirinya sungguh-sungguh ingin menjaga amanat reformasi.

Presiden ingin konsisten pada kehendak konstitusi untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

"Dalam sistem presidensial masa jabatan Presiden bersifat tetap (‘fixed term’) dan mutlak dibatasi. Itulah esensi yang saya tangkap dari pembicaraan kami dengan Presiden di Istana Negara beberapa waktu lalu," ucapnya.

Said berpandangan, kalau masa jabatan presiden diperpanjang, konsekuensinya pasti masa jabatan anggota DPR RI yang ada saat ini juga diperpanjang.

"Nah, ini sudah barang tentu sangat merugikan bagi PKP yang sudah sangat siap mengikuti Pemilu 2024. Kader kami di seluruh Indonesia hari ini sedang giat-giatnya, sedang semangat-semangatnya mempersiapkan diri untuk masuk ke gedung parlemen di Senayan."

"Apalagi, saat ini sedang terjadi gelombang besar bergabungnya kader dari parpol lain ke dalam gerbong PKP di berbagai daerah," katanya.

Sementara terkait agenda untuk memuat kembali pengaturan mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945, Said menilai agenda tersebut tidak realistis untuk dilaksanakan saat ini.

Sebab, dari sisi waktu tidak mungkin mengingat 2021 hanya tersisa tiga bulan lagi.

Kemudian di 2022 parpol sudah disibukan dengan kegiatan pendaftaran peserta Pemilu dan 2023 sudah masuk masa kampanye.

"2024 sudah masuk Pemilu dan Pilkada. Jadi, mustahil bagi parpol yang mempunyai kursi di MPR, termasuk dari unsur Anggota DPD dapat berkonsentrasi melaksanakan amendemen sebelum Pemilu 2024," ucapnya.

Said mengingatkan, amendemen UUD 1945 tidak boleh dilakukan asal-asalan.

Diperlukan waktu yang cukup dan ketenangan pikiran dari Anggota DPR dan Anggota DPD yang duduk di MPR untuk membahas gagasan GBHN atau PPHN.

Ruang partisipasi juga harus dibuka seluas-luasnya dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Oleh sebab itu, dalam rangka menyongsong penyelenggaraan Pemilu 2024 yang tenang dan damai, Said meminta wacana amendemen UUD 1945 sebaiknya diakhiri.

Baik terkait isu masa jabatan presiden maupun isu lain semisal pengaturan PPHN.

"Semua hal itu bisa dibahas dan dibicarakan secara lebih tenang setelah Pemilu 2024," pungkas Said.(gir/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler