JPU KPK Ajukan Tuntutan 6 Tahun Penjara untuk Bonaran

Senin, 27 April 2015 – 18:58 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada bupati Tapanuli Tengah nonaktif, Raja Bonaran Situmeang, JPU meyakini Bonaran telah menyogok Akil Mochtar selaku ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat menangani sidang sengketa pilkada Tapanuli Tengah.

Permintaan JPU itu disampaikan saat persidangan atas Bonaran di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/4) dengan agenda pembacaan surat tuntuan. "Menuntut, agar majelis majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Raja Bonaran Situmeang berupa pidana penjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," ujar JPU KPK, Pulung Rinandoro saat membacakan tuntutan.

BACA JUGA: Tujuh Jam Digarap Bareskrim, Denny Indrayana Ucap Alhamdulillah

Selain hukuman pidana, jaksa juga menuntut agar Bonaran dijatuhi hukuman denda Rp 300 juta dan subsidair kurungan empat bulan. Jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum selama delapan tahun.

Jaksa menilai Bonaran terbukti memberi suap kepada Akil senilai Rp 1,8 miliar. Pemberian itu untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di MK. Duit itu dikirim oleh anggota DPRD Tapanuli Tengah, Bakhtiar Ahmad Sibarani atas perintah Bonaran.

BACA JUGA: Prasetyo Tantang Buktikan Tudingan Hakim Bali Nine Terima Suap

Sebelumnya, Bonaran dan pasangannya, Sukran Jamilan Tanjung, ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2011-2016. Mereka menang dari dua rivalnya, Tasrif Tarihoran-Raja Asi Purba dan Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara setelah pilkada digelar tanggal 12 Maret 2011.

Berdasarkan hasil perhitungan perolehan suara, KPU Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung sebagai pasangan calon terpilih bupati/wakil bupati dengan SK KPU tanggal 18 Maret 2011. Tak terima dengan hasil tersebut, Albiner Sitompul dan Steven P.B. Simanungkalit serta pasangan Dina Samosir-Hikmal Batubara menggugat Berita Acara Penetapan KPUD Tapanuli Tengah ke MK.

BACA JUGA: Hakim Kasus Bali Nine Dituding Minta Suap, Ini Reaksi Jokowi

Saat proses sidang berlangsung, Akil  selaku Hakim Konstitusi yang ikut mengadili dan memutus perkara, disebut dalam dakwaan telah menelepon Bakhtiar. Dalam telepon, Akil meminta Bonaran menghubungi dirinya. Kemudian, Bakhtiar menemui Bonaran di Hotel Grand Menteng. Bonaran pun terhubung dengan Akil Mochtar melalui ponsel Bakhtiar.

Setelah itu, Akil kembali menelpon Bakhtiar dan meminta duit Rp 3 miliar, yang kemudian diubah menjadi Rp 2 miliar, kepada Bonaran untuk dikirimkan ke rekening perusahaan milik istri Akil, CV Ratu Samagat. Dalam slip setoran Akil meminta dituliskan 'angkutan batu bara'.

Apabila tak dipenuhi, Akil mengancam akan memerintahkan pilkada ulang. Sebaliknya, apabila Bonaran mengirim duit suap, maka MK akan menolak permohonan rival Bonaran dan menyatakan keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Tengah sudah sah.

Pada tanggal 22 Juni 2011, dilakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh majelis hakim konstitusi. Saat itu, Akil Mochtar menjadi selaku salah satu majelis. Pada putusannya, MK menolak permohonan dari rival Bonaran.

Atas tindak pidana tersebut, Bonaran dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Nomor 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.(dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Hari-hari Terakhir Sebelum Eksekusi, Terpidana Mati Ini Minta Menikah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler