JPU: Ridwan Mukti tidak akan Bisa Bebas

Kamis, 12 Oktober 2017 – 23:53 WIB
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/6). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, BENGKULU - Gubernur Bengkulu (Nonaktif), Ridwan Mukti bersama istrinya, Lily Martiani Maddari menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, Kamis (12/10).

Kedua pasutri ini duduk bersanding di kursi panas sebagai terdakwa kasus dugaan suap, dengan agenda pembacaan dakwaan terdakwa pukul 09.00 WIB.

BACA JUGA: Dewan Ingatkan ATB Jangan Bikin Masyarakat Batam Gaduh

Sedangkan sidang Direktur Rico Putra Selatan (RPS), Rico Diansari terpisah berlangsung sekitar pukul 13.00 WIB.

“Ridwan Mukti tidak akan bisa bebas. Penetapan tersangka dan dakwaan, berdasarkan bukti yang kuat dan keterangan lebih dari 20 saksi. Ridwan Mukti perangkai suap proyek, karena suap bukan perbuatan yang bisa berdiri sendiri” kata Ketua Tim Perkara RM, Haerudin seusai sidang kepada wartawan Rakyat Bengkulu (Jawa Pos Group) hari ini.

BACA JUGA: Tiga Pemburu Harimau Sumatera Ditangkap di Jambi

Sidang dibuka majelis Hakim yang dipimpin, Admiral, SH, MH, didampingi Hakim Karis Gabriel Siallagalan, SH, MH dan Nich Samara, SH, MH. Sedangkan JPU KPK yang hadir, selain Ketua Tim Perkara RM, Haerudin, juga ada Putra Iskandar. Lalu dari Ridwan Mukti tidak sendiri, dia didampingikuasa hukumnya, Maqdir Ismail yang juga ditemani pengacara senior asal Bengkulu, Muspani, Nazlian, Rajiku dan Karir.

“Perbuatan terdakwa 1 Ridwan Mukti dan terdakwa II, Lily Martiani Maddari, menerima pemberian berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar, dari Jhoni Wijaya, melalui Rico Diansari untuk kepentingan terdakwa I dan terdakwa II, bertentangan dengan kewajiban terdakwa I selaku Gubernur Provinsi Bengkulu yang merupakan penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi,” kata Haerudin saat membacakan dakwaan.

BACA JUGA: Resmi Beroperasi, Tol Pertama di Sumsel Gratis Sampai..

Dalam dakwaannya, Haerudin menegaskan ketiga terdakwa disangkakan pasal yang sama dengan ancaman hukuman yang berat. Untuk dakwaan primairnya, pasal 12 pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

“Pasal 12a untuk RM, Lily dan Rico,” jelas Haerudin.

Selanjutnya kata Haerudin, dalam dakwaan subsidiar di berkas perkara, RM, Lily dan Rico didakwa pasal 11 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan fakta dakwaan itu, Haerudin meyakinkan jika mereka selaku JPU tidak bisa main-main menangani perkara OTT. “Ingat!.Penyidik KPK menetapkan tersangka dan kita sudah membuat dakwaan, berdasarkan bukti yang kuat dan keterangan lebih dari 20 saksi-saksi kuat. Ridwan Mukti perangkai suap proyek. Dari 20 saksi itu saja, ada 15 orang saksi inti tahu dan menguatkan suap itu,” terang Haerudin.

Intinya kata Haerudin, mereka memiliki dasar yang jelas, ditambah saksi dan petunjuk yang lainnya lebih kuat. Akan disampaikan dala sidang. “Nanti dalam sidang kita sampaikan semuanya. Mau bantah atau tidak, ya kita lihat nanti setelah kita mendengar keterangan saksi-saksi. Kita yajin Ridwan Mukti dan istri tidak bisa bebas begitu saja. Karena ini sudah kuat bukti,” jelas Haerudin.

Sebagai JPU kata Haerudin, mereka menghormati pendapat kuasa hukum memang itu profesi. Namun kata Haerudin, mereka tidak mau bicara atas dasar asumsi “Sah-sah saja kuasa hukum memperkuat kliennya, namun yang mesti dipastikan setelah mendengar bukti dan saksi-saksi. Saya juga yakin, setelah hakim dengar ini, sudah mereka akan mengambil sesuai fakta sidang. Jadi tunggu,” ujar Haerudin.

Untuk dingatkan kembali tegas Haerudin, suatu perbuatan hukum tidak akan bisa terjadi dan berdiri sendiri. Kembali ke perihal suap gubernur, yang pastinya tidak bisa terjadi atas dasar keinginan Jhoni Wijaya memberikan uang kepada Lily dan RM Rp 1 miliar, tanpa didasari sebab dan akibat.

“Sudah jelas ada rangkaiannya dan suap ini bisa terjadi hingga OTT. Ingat ya, perkara iniOTT bukan lidik,” tegasnya.

Dalam sidang, Haerudin menerangkan jika dugaan suap berawal September 2016, RM menawarkan jabatan Plt Kepala Dinas PUPR kepada Kuntadi. Dalam obrolan, Ridwan mengatakan kepada Kuntadi supaya koordinasi masalah proyek kepada adik iparnya, Rico Khadafi Maddari.

“Pak Kun, dalam hal pekerjaan ke-PU-an nanti, koordinasi dengan Rico adik Ibu (Istrinya),”.

Lalu, mengatur proyek, Ridwan Mukti pernah memberitahu kepada Kuntadi, dengan menggunakan bahasa Jawa “Ojo Lali Le Ono Susuke,” yang maksudnya jangan lupa memberikan uang dari proyek di Dinas PUPR kepada terdakwa Ridwan Mukti. Kemudian Oktober 2016, Kuntadi menjadi Plt, seperti arahan dari Ridwan Mukti. Meminta Rico Khadafi hubungi Kuntadi untuk bahas proyek.

Selanjutnya bulan Maret, Kuntadi bertemu Rico Khadafi di Plaza Senayan Lantai 2 Jakarta. Rico menunjukkan hasil printout daftar nama-nama paket di Dinas PUPR kepada Kuntadi, di mana dalam daftar paket tersebut sudah ditandai pemenang tender (perusahaan, nama Direktur dan Penanggungjawab).

Rico mengatakan Pak Kun tolong diamankan ini ya. Selanjutnya Rico meminta Kuntadi agar mengatur proyek yang dimaksud, dengan mengatakan “Pak Kun Tolong Amankan ini Semua”.

Tanggal 30 mei hingga 31 Mei 2017, terjadi pertemuan di Jakarta dan di Bengkulu. Hanya saja pertemuan di Jakarta beberapa kontraktor yang hadir, saat itu Ridwan Mukti marah.

Kemudian tanggal 2 Juni kembali ada pertemuan Rico Dian Sari, bersama Lily dan Rico Khadafi membahas hasil pertemuan sebelumnya dengan Pak Gubernur. Tanggal 5 Juni pertemuan Kantor Gubernur dan RM Marah.

Pada saat itu juga, Ridwan Mukti melihat ke arah Jhoni Wijaya dan berkata, kamu yang punya PT.SMS, Jhoni Wijaya menjawab, bukan pak, yang punya Pak Suhinto dari…..

Lalu Ridwan Mukti kembali dengan suara kerasanya, …. (Nama etnis,red) itu kan? Suruh dia menghadap saya, cepat. Terus Ridwan Mukti mengatakan jangan macam-macam dengan dirinya, jika bermain ke stafnya nanti dia tempeleng.

Tanggal 12 Juni, Lily kembali mengingatkan Rico dan meminta THR kepada Rico Dian Sari. Tanggal 19 Juni, Jhoni Wijaya cairkan uang di Bank Mandiri.

Tanggal 20, uang diserahkan kepada Rico Diansari, kemudian Rico langsung menyerahkan kepada Iily. Yuk ini dari pak Jhoni, dari Curup. Lily bertanya balik, berapa co, dijawab Rico 1 yuk. Amankan ko, dijawab Rico aman yuk. Setelah uang diserahkan, Lily mengatakan ke Rico, “Co kata om Kau, ndak usah pake tanda terima, kelak bahayo”.(rif)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sembilan Desa di Langkat Terendam Banjir


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler