Hal ini diungkapkan Aktivis Pendidikan Kabupaten Bandung, sekaligus Fasilitator Pendaftaran Siswa Miskin di SMPN III Margahayu, Edi Gaswanto kepada wartawan, Kamis (4/7).
Akibatnya, sebanyak 14 orang siswa dari keluarga miskin (Gakin) di Margahayu Tengah Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung terancam tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke SMPN III Margahayu. Pihak sekolah menolak mentah permohonan para siswa miskin ini untuk bisa mengecap pendidikan di tempat tersebut.
Edi mengatakan, ke 14 orang calon siswa tersebut adalah siswa Gakin. Bahkan, dari 14 orang anak ini, dua orang di antaranya tercatat sebagai penerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) sewaktu di SD-nya.
Edi menceritakan, kasus jual beli bangku sekolah ini terjadi pada saat proses PPDB untuk masuk ke tingkat SMPN III Margahayu. "Ada 14 siswa miskin yang ditolak atau tidak diakomodir oleh pihak sekolah SMPN III Margahayu Kabupaten Bandung. Padahal total yang daftar berkategori miskin dan warga sekitar (ramah lingkungan) yang berdekatan dengan sekolah itu ada 16 siswa, hanya 2 orang saja yang diterima oleh SMPN III Margahayu tersebut," kata Edi kepada wartawan, kemarin (4/7).
Edi menambahkan, harusnya pihak sekolah memberikan bangku sekolah secara terbuka atau kuota bagi siswa-siswi miskin maupun warga yang memang berdekatan dengan sekolah tersebut.
"Kan kategorinya mulai dari warga miskin, warga yang berdekatan dengan sekolah tersebut, maupun warga yang memang memiliki prestasi. Nah, SMPN III Margahayu ini justru tidak memberikan kesempatan kepada warga miskin. Anehnya, orang mau sekolah malah ditolak, tapi orang yang kaya atau banyak uang dimudahkan untuk masuk sekolah tersebut," paparnya.
Edi menyebut, praktek jual beli bangku sekolah di SMPN III Margahayu itu memang bukti fakta dari laporan masyarakat. "Jual bangku sekolah itu dihargai dengan uang sebesar Rp 4,5 juta per siswa. Nah, untuk Rp 3,5 juta diberikan kepada oknum guru berinisial R, dan 1 juta pembelian seragam dan perlengkapan sekolah lainnya. Kalau dengan uang sebesar itu siswa bisa lancar masuk," ungkapnya.
Padahal, kata Edi, salah satu contoh siswa miskin bernama Deden Jaelani warga Kampung Sadang RT 03/08 Margahayu Tengah ini memiliki Kartu Calon Penerima Siswi Miskin (BSM).
"Namun tetap saja tidak masuk walaupun memiliki kartu tersebut. Memang sekolah tersebut syarat untuk masuknya juga harus mencapai nilai 24,05, tapi bagi warga miskin tersebut nilai tidak jadi ukuran," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) SMP SMA/SMK Wilayah I Disdikbud Kabupaten Bandung, Dadan, enggan memberikan komentar terkait permasalahan tersebut saat dihubungi melalui ponselnya.
Sebelumnya, Bupati Bandung Dadang M Naser menyesalkan bila memang ada oknum sekolah atau pihak disdik yang ikut dalam transaksi uang tersebut. "Tidak boleh seperti itu. Harus menjalankan aturan yang benar. Kecuali warga yang miskin dan memang warga yang dekat dengan sekolah tersebut boleh dibantu," ungkapnya. (hen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 90 Peserta Gagal UN Berburu Paket B dan C
Redaktur : Tim Redaksi