jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah pemerintah yang mengeluarkan aturan mengenai pemberlakukan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto.
Adapun pajak yang dikenakan, yakni pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
BACA JUGA: Jual Beli Kripto Kena PPN dan PPh Mulai 1 Mei, Sebegini Tarifnya
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, yang mulai efektif berlaku mulai 1 Mei 2022.
"Langkah tersebut bisa menambah pemasukan bagi negara. Mengingat perkembangan aset kripto di Indonesia semakin pesat," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Gedung MPR, Jakarta, Rabu (6/4).
BACA JUGA: Melalui Gim Dekaron, KUY Token Siap Mendominasi Pasar Kripto
Dia menamabahkan Kementerian Perdagangan mencatat, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp 64,9 triliun pada 2020.
Meningkat menjadi Rp 859,4 triliun pada 2021. Pada periode Januari hingga Februari 2022 saja, kata dia, nilai transaksi aset kripto sudah mencapai Rp 83,3 triliun.
BACA JUGA: Bamsoet Harap Pengurus ICCA dan PKHAKI Bangun Ekosistem Kripto yang Sehat
"Kemampuan pasar aset kripto dalam menghimpun dana tersebut jauh lebih besar dibandingkan kemampuan pasar modal konvensional yang jumlahnya masih berada pada kisaran Rp 363,3 triliun," kata dia.
Bamsoet menjelaskan, PPN dikenakan atas penyerahan barang kena pajak tidak berwujud berupa aset kripto oleh penjual aset kripto.
Jasa kena pajak berupa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dan jasa kena pajak berupa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) oleh penambang aset kripto.
"Penyerahan aset kripto tersebut meliputi jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap), dan/atau tukar-menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa," jelas Bamsoet.
Atas penyerahan aset kripto, lanjut dia, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen.
"Maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen," tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menerangkan atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang.
Penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang PPh.
Penjual dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1 persen.
PPh Pasal 22 bersifat final tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan.
Jika penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen.
"Dalam hal penghasilan berupa aset kripto, penghasilan tersebut harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan nilai aset kripto pada saat diterima atau diperoleh, dalam sistem penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik yang dipilih oleh penambang aset kripto," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila itu menambahkan selain mengenakan pajak terhadap perdagangan aset kripto, pemerintah juga harus mulai mempersiapkan pembentukan bursa kripto.
Selain memberikan kepastian usaha, kepastian hukum, dan perlindungan investor dan konsumen kripto di Indonesia.
Kehadiran bursa kripto juga sangat penting untuk mengawasi perdagangan kripto.
Sebab, bisa memperkuat posisi Indonesia menjadi pusat ekonomi digital dunia, khususnya untuk wilayah Asia dan Asia Tenggara.
"Masih maraknya penawaran investasi ilegal menyebabkan masyarakat belum sepenuhnya memahami proses bisnis dari industri aset kripto, berada pada posisi yang rentan terhadap berbagai modus penipuan," pungkas Bamsoet. (mrk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terjun ke Bisnis Kripto dan NFT, Juwita Bahar: Ini Beda, Bukan Binary Option
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian