Jualan Es Jus, Istri Minta Cerai, Akhirnya Dideportasi

Sabtu, 05 Juli 2014 – 18:03 WIB
SELAMAT TINGGAL: Sergei Litvinov saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta sesaat sebelum terbang ke Rusia Rabu lalu (2/7). Dia dikawal dua petugas imigrasi bandara. Foto: M. Amjad/Jawa Pos

jpnn.com - SEMPAT merumput di beberapa klub sepakbola Indonesia, karir pemain asal Rusia Sergei Litvinov akhirnya kandas di PSLS Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Selama enam bulan gajinya tak dibayar. Dia pun hidup terlunta-lunta sampai akhirnya dideportasi.

***

BACA JUGA: Anggap Cucu, Tiap Pekan Tetap Disambangi

Sosok pria bertubuh tinggi kekar itu keluar dari pintu tiga Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng Rabu malam lalu (2/7). Dikawal dua petugas imigrasi bandara, lelaki tersebut menghampiri Jawa Pos yang menunggu di depan pintu keluar. Kebetulan jadwal keberangkatan pesawat yang akan menerbangkannya masih lama sehingga dia masih bisa diwawancarai untuk kali terakhir sebelum kembali ke tanah airnya, Rusia.

Ya, pria itu adalah Sergei Litvinov, 27. Sudah tiga tahun dia berkarir di klub-klub sepak bola Indonesia sebagai pemain profesional. Tapi, karirnya tidak tambah mengkilap dan penghasilannya berlimpah. Hidup Sergei di perantauan justru merana.

BACA JUGA: Agar Pasien Tak Lagi Gunakan Kobokan di Perut

Dia tak punya apa-apa. Untuk makan sehari-hari saja dia mesti dibantu teman-temannya yang berempati. Dia juga tak kuat membayar sewa kos dan terpaksa tidur di markas Pasoepati, nama komunitas pendukung Persis Solo.

Puncaknya, Jumat pekan lalu (27/6) Sergei ’’ditangkap’’ petugas imigrasi. Dia dianggap telah melanggar aturan keimigrasian sehingga harus dideportasi (dipulangkan dengan paksa) ke negara asalnya. Rabu malam lalu dia benar-benar harus meninggalkan Indonesia dengan sejuta kenangan pahit.

BACA JUGA: Dulu Tugaskan Burung Kenari untuk Mengintip, Kini Cukup CCTV

’’Aku juga kaget tiba-tiba digerebek, aku dibilang overstay hampir setahun. Harusnya kalau diurus, aku masih tinggal di sini. Kecewa juga, padahal perjuanganku belum selesai untuk mendapatkan hak-hakku,’’ kata dia.

Sebelum dideportasi, berbagai langkah ditempuh Sergei. Dia berprasangka baik bahwa janji manajemen PSLS yang segera membayar tunggakan gajinya selama enam bulan segera dicairkan.

’’Aku percaya saja ke pengurus, mereka janji tunggu duit keluar. Aku rela susah karena yakin mereka mau bayar. Tapi, sampai aku dideportasi, hakku tak dibayarkan,’’ ucapnya dengan nada kesal.

Selama gajinya tak dibayar itu, Sergei hidup dari sisa-sisa tabungannya yang tak seberapa. Setelah uangnya habis, dia terpaksa hidup berpindah-pindah dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lain.

Ujung-ujungnya, dia ditampung pendukung Persis Solo, Pasoepati. Dia tinggal bersama Muhammad Badras, salah seorang pengurus Pasoepati, di markas Pasoepati, kawasan Stadion Sriwedari. Di tempat itulah dia berjuang untuk hidup.

Misalnya, dia menjadi foto model untuk promosi produk-produk distro. ’’Hasilnya nggak besar, hanya cukup untuk makan. Sekali sesi (pemotretan) dapat Rp 500 ribu. Tapi, itu tidak setiap hari ada, kadang-kadang saja,’’ ucapnya.

Selain itu, dia sempat membantu berjualan es jus langganannya di dekat markas Pasoepati. Si pemilik warung, tampaknya, menaruh iba pada Sergei yang hidupnya terlunta-lunta. Sergei sendiri tidak keberatan dengan bayaran yang tak seberapa.

Yang penting, dia hari itu bisa makan, sampai perjuangannya menuntut gajinya selama enam bulan dari PSLS berhasil. Total gaji yang belum dibayarkan itu sebesar Rp 124 juta.

Sergei mengaku sudah menempuh berbagai cara baik-baik untuk mendapatkan haknya itu. Sebab, dia tidak ingin mantan klubnya (PSLS) terlihat buruk di mata PSSI. Dia tidak melapor ke PSSI dan hanya menagih janji ke klubnya. Tapi, karena berbulan-bulan hanya mendapat janji, Sergei akhirnya jengah dan harus meminta bantuan kepada PSSI.

Tapi, PSSI sama saja. Pengurus PSSI mendiamkan laporan pemain kelahiran Vladivostok, Rusia, 29 September 1986, tersebut.

’’Kesabaranku sudah habis. Karena itu, aku laporkan saja ke FIFA. Sebab, aku bukan pemain asing pertama yang mengalami masalah seperti ini,’’ tegasnya dengan bahasa Indonesia yang fasih.

Permasalahan yang dihadapi Sergei dan nasibnya yang sengsara ternyata mengundang banyak simpati. Selain dari para anggota Pasoepati dan pemilik warung jus dekat Sriwedari, dia sering diundang untuk menjadi bintang tamu reality show serta acara televisi lainnya.

’’Aku beruntung, banyak orang di sini yang peduli kepadaku. Tapi, aku bingung kenapa pengurus sepak bolanya diam saja,’’ ucapnya.

Lantaran sering tampil dalam acara televisi di Jakarta, Sergei sempat mendapat tawaran untuk main sinetron. Dia mendapat peran figuran seorang satpam dan tayang dalam dua episode.

’’Hasilnya lumayan, bisa untuk makan dan beli pulsa untuk menelepon anak-istri di sana,’’ ungkap pemain yang pernah memperkuat Solo FC, Persikab Bandung, dan terakhir PSLS Lhokseumawe itu.

Meski begitu, nasibnya tidak banyak berubah. Dia tetap tinggal bersama Pasoepati di Solo. Kondisinya yang memprihatinkan itu kembali mengundang simpati orang lain.

Kali ini dari seorang tukang tambal ban di Madiun yang berinisiatif akan menggalang dana untuk Sergei. Tapi, rencana belum terealisasi, Sergei keburu ditangkap petugas imigrasi dan dideportasi.

Bagaimana dengan keluarganya di Rusia? Sergei tidak bisa menutupi perasaannya yang resah. Sebab, sudah enam bulan ini dirinya tidak bisa lagi mengirim uang untuk istri dan anak semata wayangnya.

Sebenarnya, sejak Juli 2013 klubnya tidak menggaji Sergei. Tapi, Sergei masih mempunyai tabungan dari hasil bermain selama dua musim di kompetisi Indonesia.

Nah, mulai Desember 2013, klub menghindar setiap ditanya soal gaji. Sejak itu, Sergei mulai resah. Sebab, tabungannya sudah habis.

Dia tidak bisa lagi mengirim uang kepada keluarganya di Rusia. Untungnya, Valeria Litvinov, sang istri, mau mengerti dan menerima keadaan suami yang sedang berjuang menuntut gaji.

’’Aku malu sama orang tua. Tapi, aku juga terima kasih sudah dibantu orang tua kasih makan istri dan anakku. Aku juga pernah dikirimi uang sama orang tua Rp 2 juta biar bisa hidup di sini,’’ ungkapnya.

Pertengahan Juni lalu, Sergei sempat dihubungi sang istri yang mulai tidak sabar menunggu suaminya pulang ke Rusia. Tidak disangka, perempuan yang hampir tiga tahun dinikahinya itu tiba-tiba menelepon sambil terisak. Dia juga mendengar suara anaknya, Mireia Litvinov, 2, menangis di telepon.

’’Aku lagi ada di Jakarta, lagi syuting film. Tiba-tiba, istri telepon sambil menangis dan minta cerai. Aku sempat shock. Tapi, aku telepon lagi dan minta dia sabar sedikit lagi. Aku janji ke dia untuk cepat pulang,’’ bebernya.

Saat perjuangannya mulai didengar banyak orang dan mulai dapat job di dunia entertainment, Sergei harus meninggalkan Indonesia. ’’Saat ditahan di kantor imigrasi, aku sempat ditelepon televisi untuk jadi komentator bola. Tapi, aku tidak bisa karena sedang di imigrasi. Sayang sekali, itu duitnya bisa buat beli pulsa,’’ terangnya.

Dari pengalamannya ditahan imigrasi itu, Sergei mendapat banyak kenyataan yang berbeda. Pertama, di imigrasi, dia mendapat perlakuan lebih baik daripada saat di mantan klubnya, PSLS. Oleh pihak imigrasi, Sergei lebih dihargai sebagai manusia, meski ditahan karena melanggar izin tinggal.

Kedua, imigrasi memberikan penjelasan dan pengertian mengenai pasal per pasal imigrasi serta membantu apa yang harus dipenuhi jika ingin bekerja kembali di Indonesia. Hal itu tidak pernah diterima Sergei dari klubnya, PSLS, maupun dari PSSI.

Karena itu, pemain yang berposisi bek tersebut mengambil sisi positif atas kejadian yang dialami. Dia memang menyayangkan karena mulai mendapat jalan di dunia entertainment Indonesia berkat bantuan artis seksi Julia Perez.

Meski begitu, dia tetap bersyukur ’’dipaksa’’ pulang ke Rusia karena bisa segera bertemu istri dan anaknya yang sudah lebih dari setahun tidak dijumpainya.

’’Tuhan baik sama aku. Orang-orang di Indonesia baik sama aku, kecuali klub PSLS sama PSSI. Aku sepertinya disuruh pulang dulu agar rumah tanggaku tidak apa-apa. Baru nanti berpikir lagi apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Aku ora opo-opo,’’ ujar lelaki yang juga bisa berbahasa Jawa tersebut.

Kamis sore (3/7) Sergei tiba di Rusia tanpa bisa membawa hasil jerih payahnya sebagai pemain sepak bola di Indonesia. Untungnya, teman baiknya di Vladivostok bersedia membantu untuk memberikan semacam surprise kepada istri dan anaknya. Sebab, keluarganya tidak tahu bahwa Sergei sudah kembali ke Rusia.

’’Aku tidak bawa uang, tapi aku bawa cinta untuk istri dan anakku. Dan aku masih hidup. Aku beruntung, pemain lain yang tidak dibayar, pulang sudah meninggal,’’ tegasnya. (Muhammad Amjad/c10/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satria Arief Prabowo, Pria Gifted 21 Tahun yang Sudah Jadi Dokter


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler