Jualan Keripik Singkong Terkerek Online, Omzet Rp 30 Juta

Selasa, 02 Januari 2018 – 00:05 WIB
Warimin menekuni bisnis keripik singkong Pitoyo. FOTO: KIKI WULANDARI/SUMATERA EKSPRES

jpnn.com - Warimin serius menekuni usaha keripik singkong yang diberinya nama Pitoyo. Omzetnya rata-rata mencapai Rp 30 juta per bulan.

KIKI WULANDARI – Palembang

BACA JUGA: Yudawati Jualan Pempek Palembang Omzet Rp 100 Juta per Bulan

BERAGAM bungkus keripik terpajang di lemari agen Keripik Pitoyo di Jl Noerdin Pandji (eks Jl Kebun Sayur) No 471, Palembang, Sumsel.

Usaha ini sudah dirintis Warimin sejak 2008 lalu. Tidak mudah memang. Dia butuh waktu setidaknya dua tahun sampai akhirnya bisa mendapatkan omzet yang mulai stabil.

BACA JUGA: Fajri si Dokter Lampu, Pendapatan Rp 30 Juta per Bulan

Pria yang sebelumnya sebagai buruh bangunan itu, memulai usahanya lantaran melihat produksi ubi di sekitar kediamannya yang cukup banyak.

“Tidak banyak keuntungan yang diperoleh petani dari jualan ubi,” ujar mengawali pembicaraan.

BACA JUGA: Novita: Sekarang Segala Kebutuhan Keluarga Saya yang Tanggung

Semenjak itu, dia mencoba membuat keripik. Awalnya dua rasa, asin dan pedas. Dititipkan ke warung-warung kecil dan sekolah, dengan harga Rp500 per bungkus.

“Keripik jenis ini banyak saingan sehingga lakunya tidak banyak,” kenangnya.

Tiga tahun merambah bisnis, ia mengikuti binaan dari Bank Indonesia. Di sana banyak inovasi yang diajarkan, hingga studi banding Jogjakarta dan Padang. Pelajaran dan pengalaman yang didapat, mulai diterapkan ke usahanya.

Salah satunya menawarkan berbagai rasa keripik. Selain rasa pedas dan asin, rasa jagung manis dan balado. “Best seller tetap rasa pedas,” katanya.

Selain keripik singkong, ayah dari tiga anak ini juga menawarkan keripik pisang dan ubi selo.

Rasa yang ditawarkan juga bervariasi, keripik pisang cokelat, rasa vanila, keju, greentea, milk tea, tiramisu, taro, dan tiramisu cokelat.

Dalam sehari dia menghabiskan 150 kg singkong untuk produksi keripik dan 50 kg pisang nangka untuk keripik pisang.

Untuk mendapatkan bahan ini, ia membeli langsung ke Pasar Induk Jakabaring. “Di dekat rumah sudah tidak ada lagi yang tanam singkong,” katanya.

Untuk bahan varian rasa juga tidak sulit, semua bahan ada di Palembang. Hanya saja sebelumnya, ia kesulitan mendapatkan plastik yang sedikit tebal untuk packaging.

Dulu sempat membeli di Bandung. “Setahun belakangan ini, baru ada yang jual,” katanya.

Tak hanya itu, untuk merek kemasan awalnya menggunakan fotokopi. Sekarang tampilan lebih baik dibantu oleh Balitbangnovda Sumsel.

Pemasaran Keripik Pitoyo mulai dipasok ke minimarket. Sayangnya, penjualan masih tidak terlalu meningkat.

Perkembangan informasi dan teknologi juga diimbangi Warimin. Media sosial (medsos) pun dirambahnya dalam usahanya memasarkan keripik dagangan.

Ternyata cukup membantu, akun Instagram tersebut dikelola anak bungsunya, Pitoyo. “Saya sih tidak ngerti, anak bungsu yang tahu (soal medsos, red),” katanya.

Dari Instagram itu, dia kini memiliki puluhan reseller dari Palembang. Bahkan sampai luar provinisi, seperti Solo dan Bangka Belitung.

Dalam satu hari, penjualan bisa mencapai 200 bungkus dengan omzet Rp1 juta atau Rp 30 juta per bulan.

“Pemasukan begitu pesat apalagi adanya bantuan Go-Jek,” pungkasnya. (*/air/ce1)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Si Cantik Bisnis Serabi Montok, Kenyalnya Pas, Omzetnya? Lumayan


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler