jpnn.com - Karlina Dewi Ristawati, seorang penyiar di Puroboyo FM, kini merintis bisnis kuliner. Dia memilih berjualan serabi montok yang rasanya sudah lekat di lidahnya saat bekerja di Bali beberapa tahun lalu.
CHOIRUN NAFIA, Madiun
BACA JUGA: Omzet Mencapai Rp 60 Juta Per Bulan, Wouw Banget!
HUBUNGAN antara profesi penyiar radio dengan pengusaha kue serabi sebenarnya cukup jauh. Namun, Karlina Dewi Ristawati mampu memadukan dua aktivitas itu.
Kini, suara khasnya kerap terdengar di stan kuliner yang berada di Jalan Ahmad Yani, Mejayan, Kabupaten Madiun, Jatim.
BACA JUGA: Omzet Rp 800 Juta per Minggu...Sudah Tamat
Lina –sapaan Karlina Dewi Ristawati— dengan ramah menyilakan pengunjung masuk untuk memilih menu serabi. ‘’Kalau tidak siaran, ya jualan serabi,’’ katanya.
Pendengar setia Puroboyo 101,9 FM sudah tidak lagi asing dengan suara Lina. Belakangan dia juga dikenal sebagai pelaku usaha kuliner.
BACA JUGA: Dulu Susah, Sekarang Ibu Ini Beromzet Puluhan Juta
Serabinya sengaja diberi cap montok ala Bandung. Tidak hanya piawai menjajakan dagangannya, dia ternyata mahir pula memasak serabi. Tangan Lina cekatan mengadoni tepung terigu.
Dia tanpa canggung mengukur panas permukaan wajan sebelum adonan dituang. ‘’Biar matangnya pas sehingga serabi tidak gosong. Adonan juga perlu ditakar kekentalannya,’’ papar perempuan kelahiran 2 Februari 1982 itu.
Lina menyebut memasak serabi butuh teknik khusus. Apalagi yang bentuknya montok karena punya ketebalan tertentu dengan topping yang memenuhi nyaris seluruh bagian serabi.
Rasanya tidak kelewat manis, melainkan condong ke gurih sedikit asin. ‘’Karena ketebalan itu sering disebut serabi montok,’’ terang warga Desa Sukorejo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, itu.
Perempuan berkacamata ini memang belum lama berkecimpung di dunia kuliner. Lina baru hitungan bulan nyambi jualan serabi montok. Perempuan lajang 35 tahun ini sejatinya hobi memasak.
Namun, memontokkan serabi bukan perkara mudah. Dia harus bereksperimen selama tiga hari sebelum menemukan adonan yang pas.
‘’Awal-awalnya gagal. Mulai kue yang tidak mau mengembang, kebanyakan air, kurang ini dan itu,’’ ungkapnya.
Lina sengaja menjajal resep dari berbagai sumber. Namun, tidak satu pun cocok di ujung lidahnya. Dia akhirnya meracik sendiri takaran bahan-bahan serabi montok.
Setelah mendapat satu resep yang dirasa pas, kue buatannya dibagikan ke tetangga kiri dan kanan. Tak disangka pujian datang bertubi-tubi.
‘’Rasa dan kekenyalannya dinilai pas. Saya berani buka stan deh,’’ jelas alumnus Universitas Slamet Riyadi itu.
Bukan tanpa sebab putri pasangan Sukardi dan Partini itu menjatuhkan pilihannya pada serabi montok. Penganan ini sudah menjadi kudapan favoritnya.
Pertama kali dia mencobanya sewaktu berada di Bali empat tahun silam. Sepulang kerja di salah satu perusahaan jasa konstruksi, dia dan sejawatnya kerap menghabiskan waktu dengan menikmati serabi montok. ‘’Rasa yang saya inginkan seperti serabi di Bali,’’ terangnya.
Lina sempat berdiam di Seminyak, Bali. Awalnya hanya berniat liburan, tapi atmosfer Pulau Dewata membiusnya hingga enggan pulang ke Madiun.
Dia merasa betah kendati waktu itu dia tercatat sebagai pengajar di SDN Sumbersari 2. Lina rela melepas pekerjaan yang sudah ditekuninya selama lima tahun menjadi guru.
‘’Ketika bekerja di salah satu perusahaan konstruksi, saya sudah kepikiran suatu saat membuka usaha. Baru sekarang kesampaian,’’ ujarnya.
Apalagi, di wilayah Caruban belum ada penjual serabi montok. Yang ada serabi Solo, itu pun di Kota Madiun.
Sepengetahuan Lina, stan penjual serabi montok ala Bandung ini tidak pernah sepi pembeli. Banyaknya varian topping menjadi salah satu nilai lebih.
Mulai cokelat, keju, kismis, hingga buah. Harganya juga terjangkau, mulai Rp 3 ribu dan paling mahal Rp 12 ribu per serabi. ‘’Serabi adalah jajanan rakyat. Penganan yang bisa disantap kapan saja,’’ jelasnya.
Lina tidak sendirian menjalankan bisnis kulinernya. Seorang karyawan membantunya. Dia pantang memilih sembarang karyawan, tapi wajib memiliki passion memasak.
Untuk resep serabi montok, Lina memegangnya sebagai rahasia dapur yang takaran bahannya tidak boleh dikurangi atau ditambahi sedikit pun. ‘’Resep ini sudah pas, saya tak segan bertanya ke palanggan,’’ ucapnya.
Lina mengaku sempat pesimistis bisnis kulinernya mampu bertahan. Sebab, stan-stan yang menjajakan makanan ringan sudah menjamur di kawasan Caruban. Belum lagi kafe dan warung angkringan.
Peruntungan tampaknya berpihak ke Lina. Stan serabi montok milik Lina yang buka mulai pagi hingga pukul 22.00 tidak pernah sepi pembeli. Omzetnya ratusan ribu rupiah per hari.
‘’Lumayan untuk tambah penghasilan, status saya di Diskominfo Kabupaten Madiun yang membawahi Puroboyo 101,9 FM masih kontrak,’’ akunya. ***(hw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... CLBK Usai Pisah 10 Tahun, Kenalan Kirim Salam di Radio
Redaktur & Reporter : Soetomo