Judi Lomba Memancing, Bisa Menang 50 Juta, Boleh Bawa Dukun

Selasa, 18 Desember 2018 – 06:29 WIB
Sejumlah pemacing saat mengikuti lomba mancing di kasawan Kukusan, Beji, Depok, Sabtu (15/12) lalu. Foto: Ahmad Fachry/Radar Depok

jpnn.com, DEPOK - Praktik judi terselubung dalam lomba memancing sering tak tersentuh aparat. Di Kota Depok Jawa Barat, Galatama (istilah lain memancing ikan dengan harga tiket tertentu) sudah menggila.

Seperti judi pada umumnya, pemancing rela merogoh kocek Rp 200 ribu hingga 2 juta atau bahkan lebih, demi mendapatkan hadiah yang ditawarkan. Bagimana aktivitas galatama, dan seperti apa perjudiannya? Berikut penelusuran wartawan Harian Radar Depok, Indra Arbertnego Siregar dan Arnet Kelmanutu.

BACA JUGA: Berau Promosi Pariwisata via Lomba Memancing

Pemancingan Galatama Pelampung (Galapung), di Kelurahan Kukusan, Beji, begitu ramai, Sabtu (15/12) pagi. Ada dua kolam di lokasi pemancingan tersebut. Di kolam utama yang memiliki 72 lapak pemancing, terlihat sedang berlangsung sebuah perlombaan Galapung ikan mas dengan tiket sebesar Rp 850.000.

Tak satu pun lapak yang kosong. Bahkan, salah satu peserta adalah lomba komedian ternama ibu kota, begitu menikmati perlombaan memancing. Sesekali dia menghentakkan pancingnya.

Namun sayangnya, sangat sulit untuk mewawancarai para peserta mancing di lapak besar tersebut, termasuk si komedian. Entah karena mereka begitu fokus memperhatikan pelampungnya kalau tersambar ikan, atau memang mereka tidak senang kegiatan mereka terekspos.

Tak jauh dari kolam utama, di kolam kedua juga tidak kalah ramaianya. Di kolam ini hanya menampung 20 peserta memang lebih kecil. Pemancing hanya cukup membayar Rp 200 ribu.

Salah seorang peserta lomba di kolam kedua, Jonad mengaku, sudah lima tahun belakangan sering mengikuti lomba memancing di berbagai tempat pemancingan. “Kalau di pemancingan ini saya baru tiga kali ikut, kadang ikut yang kolam besar, kadang di kolam kecil ini, tergantung kecukupan modal saja,” ungkap pria yang duduk di lapak bernomor 20 tersebut.

Sambil memasang umpan berwarna putih seperti bubur ke tiga buah mata kail di pancingnya, pria yang tinggal di Tanah Baru itu mengungkapkan, selama lima tahun belakangan dia biasa memancing sebanyak dua kali seminggu. Menurutnya, kegiatan tersebut hanya sebagai ajang refreshing belaka. “Saya sering juga mancing di pemancingan yang tiketnya Rp 1 juta ke atas,” katanya.

Untuk umpan sendiri, Jonad bisa merogoh kocek sebesar Rp 150–Rp 300 ribu, tergantung lomba yang dia ikuti. “Umpan saya biasanya telor bebek, susu, kroto, daun pandan, santan, dan masih banyak lagi campuran lain seperti ikan tuna dan bahan – bahan lainya,” bebernya.

Sepanjang pengalamannya memancing, kalah dan menang dalam perlombaan adalah hal yang biasa baginya. Dia pernah memenangi lomba dengan hadiah Rp 7 juta, namun juga sering menelan kekalahan yang tak kalah besarnya. Hal tersebut tak menjadi masalah baginya, karena dia menganggap hal tersebut merupakan hobinya. “Seimbanglah kalah menangnya, kalau di total sih pengeluaran dan pendapatan saya selama memancing bisa puluhan juta,” pengakuan pria berusia 30 tahun itu.

Untuk perlengkapan memancing sendiri, dia merogoh kocek sebesar Rp 1.500.000 untuk membeli joran dan reel pancing beserta aksesoris memancing lainnya. Di beberapa perlombaan memancing, khususnya dengan tiket di atas Rp 1 juta, unsur mistis sudah bukan rahasia lagi. Bahkan dia mengaku, sering menggunakan unsur mistis jika sedang mengikuti lomba memancing dengan harga tiket yang cukup tinggi. “Saya sendiri biasa pakai jimat berupa batu kalau lagi ikut lomba gede,” bebernya.

Menurutnya, jika menggunakan jimat, peluang untuk menang dan mendapatkan ikan yang lebih besar cukup tinggi. Dibandingkan hanya mengandalkan umpan dan keberuntungan. Bahkan, dia mengungkapkan pemancing lainya pun berbuat demikian. Sehingga, sering terjadi adu ilmu di kolam pemancingan jika sedang ada lomba dengan hadiah yang besar.

“Jimat saya itu warisan dari bapak saya yang juga suka mancing. Biasanya batunya saya bungkus plastik hitam dan dimasukin ke korang,” ungkapnya.

Menurut pria bertopi ini, di salah satu pemancingan galatama yang ternama di Cibubur, para pemancing bahkan membawa dukun masing-masing ke pemancingan, untuk membantu memenangi lomba di sana.

“Saya pernah jadi asisten pemancing (joki) di pemancingan galatama yang terkenal di Cibubur, saya lihat sendiri dukun itu dibawa pemancingnya. Kalau enggak bawa dukun pasti zonk (tak dapat ikan),” tuturnya sambil menggigil, menunjukkan bulu roma di tangannya yang berdiri.

Meski demikian, menurutnya tidak semua pemancing menggunakan ilmu magis dalam perlombaan memancing. Ada saja pemancing yang murni bersenang–senang dalam mengikuti perlombaan memancing, tapi biasanya mereka hanya ikut di lomba dengan tarif yang kecil pula. “Kalau mancing dengan tiket Rp 200 ribu kayak gini saya rasa jarang orang yang pakai jimat,” tegasnya.

Di lokasi galatama lainnya, yang terletak di Kelurahan Jatimulya, Cilodong, buka sampai pagi. Tidak jauh pinggir Jalan Abdul Ghani II, pemancingan tersebut tidak pernah sepi saban malam. Puluhan motor pun berjejer rapi dekat pemancingan. Di sini galatama ikan lele, pendaftaran mulai dari Rp 100 hingga Rp 500 ribu.

Sebut saja Edi. Pria berkulit sawo matang ini sengaja datang dari Cibinong, Kabupaten Bogor karena hampir setiap malam pemancingan ini ramai. Tak sedikit warga yang berbatasan dengan Depok hadir memancing. Selain uang pendaftaran, ada juga sampingan uang yang dipertaruhkan. “Sampingannya ada yang Rp 50 hingga Rp 200 ribu. Nanti yang menang dengan syarat-syarat bisa membawa pulang uang juataan rupiah,” bebernya.

Sistem galatama mulai bervariasi. Kekinian, sampingan justru sudah digabung dengan uang pendaftaran, jadi letak judinya tidak kelihatan. “Sangat menggiurkan memang kalau menang tapi kalau tidak dapat ikan, pusing,” terangnya.

Lantaran masih belum puas, Radar Depok menemui salah seorang pengelola galatama, Bang Kebot namanya. Dia akhirnya memaparkan caranya agar unsur perjudian di lomba memancing tidak terendus siapa pun, justru terlihat seperti lomba.

Awalnya, kata Kebot setiap pemain atau peserta harus melakukan pendaftaran tidak secara langsung. Melainkan melalui jejaring grup whatsapp (WA) yang memang sudah beredar infonnya. Sebab, jaringan mereka terhubung sesama komunitas pecinta memancing, atau bahkan masyarakat yang sudah populer dalam urusan semacam ini. “Jadi nanti pemain datang langsung ambil nomor lapak dan kasih uangnya,” kata dia.

Ada satu kode mereka untuk mensiasati, agar tidak terlihat vulgar yakni SS atau C plus, itu sebutan untuk sampingan terpisah dari hadiah utama. Dulu SS atau C plus ini biasanya dikumpulkan saat lomba baru akan dimulai. Namun kini tidak lagi. Ini demi untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan peserta maupun pengelola. “Sekarang SS atau C plus sudah digabungkan ke biaya pendaftaran, jadi mau tidak mau peserta ikut. Beda sama dulu peserta bisa ikut bisa tidak,” jelas dia.

Tak sedikit memang hadiah pada SS ini, tergantung pendaftarannya. Khusus untuk SS saja bisa mencapai Rp 12 juta atau bahkan lebih. Bang Kebot mengatakan, pada Januari 2019 tempat pemancingan miliknya akan mengadakan ‘perlombaan’ dengan menarik biaya pendaftaran sebesar Rp 5 juta per lapak. Tempat ini memiliki 72 lapak dan hari ini seluruh lapak sudah penuh, dipesan dari berbagai daerah, ada yang dari Cikarang, Bandung, Jakarta, Bogor, dan lainnya. “Biasanya kalau pendaftaran sudah segini, bos atau komunitas besar yang ikut,” katanya.

Untuk hadiah yang pendaftarannya Rp 5 juta, kata Kebot, juara 1 Rp 50juta (hadiah SS 12 juta), juara 2 Rp 35 juta, juara 3 Rp 25 juta, juara 4 Rp 15 juta, juara 5 Rp 10 juta, juara 6 Rp 7 juta. Hadiahnya masih ada juga pada kategori lain, juara prestasi bagi peserta yang paling banyak mengantongi juara, lalu juara ikan induk, yang keduanya masing masing peroleh Rp 6 juta juara 1 dan juara 2.

Apabila dikalkulasikan dari pendaftar Rp 5 juta dikali 72 lapak hasilnya Rp 360 juta. Pengeluaran seperti hadiah pemancingan sekitar Rp 224 juta. Keuntungan yang diperoleh tempat pemancingan kurang lebih Rp 136 juta. Nilai yang sangat fantastis bagi pemenang dan pemilik pemancingan.

Saat Radar Depok di lokasi pemancingan ada oknum kepolisian berkunjung. Entah, apa yang dilakukan. Yang jelas ketika ditanya ke pengelola, Pak Polisi itu ternyata sering hadir. (dra/cr2)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler