Kematian itu dimulai ketika lampu-lampu di ruang tahanan Rudenim Jalan Selebes Medan Belawan mulai dipadamkan. Saat itulah belasan orang Muslim Rohingya turun dari lantai dua Rudenim Jalan Selebes Medan Belawan.
Di lantai satu, rekan mereka terlibat perkelahian dengan pengungsi Myanmar beragama Buddha. Para Muslim Rohingya yang menang jumlah berhasil menarik dan membawa delapan pengungsi Myanmar ke lantai dua.
Begitu tiba di lantai dua, kedelapannya hilang daya. Kayu-kayu dari kursi yang dirusak menjadi senjata Muslim Rohingya. Kedelapannya tak mampu melawan. Tubuh mereka hancur oleh pukulan yang terus menerus. Setidaknya, dalam durasi satu setengah jam mereka dibantai.
Darah berceceran. Teriakan pun membahana. Namun, tak ada satu pun pihak keamanan Rudenim yang mampu melerai.
"Saya mendengar teriakan ‘ada yang mati.’ Tapi saat saya mau masuk, ada yang bilang ‘jangan nanti bapak ikut dibunuh’. Maka, saya langsung ke bagian petugas keamanan dan ketertiban," aku Riko Thomas seorang petugas pengaman Rudenim, kemarin.
Riko tak menampik, sebelum lampu-lampu dipadamkan, dia sempat curiga akan ada peristiwa di tempat itu. "Memang tengah malam ada terdengar suara keributan, tapi suara teriakan minta tolong tidak ada. Saya menduga ada yang mencoba mau kabur, saat saya cek pintu dikunci mereka dari dalam dan saya diancam jangan masuk,” sebut Riko.
Memang ada keributan seperti yang diungkapkan Riko. Semua ini bermula ketika pada Senin (1/4) lalu, seorang wanita Muslim Rohingya berinisial Ham (39) mendapat perlakuan tak pantas dari seorang pengungsi Myanmar beragama Buddha berinisial AW (23).
Ham mendapat ancaman hingga dicabuli. Keesokan harinya Ham mengadu pada tokoh Muslim Rohingya yang berinisial A. Mendengar hal itu, A mencoba meredam amarah kelompok etnis Rohingya agar tidak sampai terjadi keributan. Guna mengantisipasi bentrokan fisik, AW lalu dilaporkan kepada petugas di rumah tahanan tersebut.
Menerima pengaduan itu, petugas keamanan Rudenim berupaya menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan dengan memanggil kedua belah pihak. Usai dilakukan pertemuan, kedua belah pihak lantas kembali ke kamar tahanan masing-masing.
Beberapa orang etnis Rohingya yang kurang puas atas keputusan itu pun kesal, lalu pada Kamis (4/4) malam sekira pukul 22.30 WIB mereka melakukan pertemuan di kamar A.
Pertemuam itu diketahui AW. Maka, jelang dini hari itu, suasana di Rudenim memanas. AW terlibat cekok mulut dengan A. Pertengkaran itu berhasil dilerai. Namun, AW tak puas. Dia kembali lagi dan mendatangi A dengan pisau di tangan. Dia tikam A. Tangan kanan A pun terluka.
Merasa nyawanya terancam, A melawan dan merampas pisau yang dipegang AW. Melihat perkelahian tersebut, empat Muslim Rohingya langsung membantu A. Hal itu pun membuat 7 pengungsi Myanmar Buddha lainnya membantu AW.
Dan, setelah itulah lampu-lampu Rundenim mulai dimatikan. Muslim Rohingya yang berada di lantai dua turun. Menarik dan membawa delapan pengungsi Myanmar Buddha itu ke lantai dua.
Setelah pembantai berlangsung sekitar setengah jam, suasana terlihat mencekam di sekitar lokasi Rudenim Belawan. Para penghuni lainnya berdiam diri di kamar mereka pascatragedi berdarah itu. Petugas Dalmas (Pengendalian Massa) Polres Pelabuhan Belawan yang tiba di TKP langsung mengambil alih pengamanan.
Jenazah delapan korban dievakuasi ke RSU dr Pirngadi Medan, sedangkan barang bukti benda keras seperti kayu yang digunakan untuk menghabisi korban diamankan sebagai barang bukti.
"Sebelumnya permasalahan itu sudah kita selesaikan, tapi mungkin beberapa orang dari pengungsi Rohingya ada yang kurang puas lalu melakukan pertemuan dan diketahui oleh pelaku pencabulan lalu berupaya menyerang menggunakan pisau," ujar Kepala Seksi Registrasi dan Pelaporan Rudenim Belawan, Rida Agustian SE.
"Kita sudah berupaya mengamankan, tapi dihadang dan dibilang akan ikut dihabisi bila memaksa masuk ke dalam sel tahanan. Lalu petugas berkoordinasi dengan aparat kepolisian," tambah Rida.
Dia menambahkan, jumlah keseluruhan warga negara asing (WNA) yang ditampung di Rudenim Belawan sebanyak 280 orang, 117 asal Myanmar terdiri dari 106 muslim rohingya dan 11 orang Myanmar beragama Buddha.
"Saat kejadian ada 5 petugas kita yang melakukan penjagaan. Sebenarnya kondisi jumlah tahanan ini sudah over kapasitas, karena daya tampung disini hanya 120 orang," ungkapnya.
Sementara itu, aparat kepolisian yang menangani kasus bentrok antarkelompok imigran asal Myanmartampak kewalahan dalam memeriksa 21 orang Rohingya yang diamankan. Perbedaan bahasa menjadi penghalang. Semua orang Rohingya tidak bisa berbahasa Indonesia dan Inggris.
"Dari 21 saksi yang telah diperiksa 18 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan tiga saksi yang tidak terbukti akan dipulangkan," terang Kapoldasu Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro saat melakukan peninjauan Rudenim Belawan.
Wisjnu mengatakan, untuk kedelapan WN asal Myanmar yang tewas telah dievakuasi ke RS dr Pirngadi. Pihaknya pun sudah berkoordinasi pada pihak Kedubes Myanmar, dan diizin untuk melakukan proses otopsi.
"Jenazah korban sudah diotopsi dan itu telah mendapat izin dari Dubes Myanmar, sedangkan soal jenazah apakah akan dikembali ke negara asal atau dikebumikan di sini, itu nanti pihak imigrasi akan memprosesnya," ucapnya. (rul/gus)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bentrok di Rudenim, Delapan Imigran Tewas
Redaktur : Tim Redaksi