Jumlah Desa yang Krisis Air Bersih Terus Bertambah

Senin, 22 Oktober 2018 – 17:55 WIB
Warga mengalami krisis air bersih. Foto: JPG/Pojokpitu

jpnn.com, PACITAN - Bencana kekeringan terjadi di Kota Pacitan yang juga dijuluki Kota 1001 Gua. Jangankan berkurang, jumlah desa terdampak justru terus bertambah.

Saat ini desa yang mengajukan dropping air bersih ke BPBD setempat menembus 42 desa.

BACA JUGA: Kekeringan Belum Usai, Warga Masih Krisis Air Bersih

Angka itu jauh di atas tahun lalu yang hanya 28 desa. ''Prediksi kami meleset lagi. Dari delapan kecamatan jadi 12, jumlah desanya juga bertambah,'' kata Kepala Pelaksana BPBD Pacitan Windarto.

Dia menyebutkan, dampak kemarau tahun ini terbilang parah. Indikasinya, desa-desa yang pada 2017 lalu ''aman'' kini mengalami krisis air bersih.

BACA JUGA: Sampah Liar Tetap jadi Musuh

Pun, sepekan terakhir, ada tambahan 10 desa yang mengajukan permintaan dropping ke BPBD. ''Sebelum mendapat kiriman, kami melakukan survei ke lokasi,'' ujarnya.

Windarto mengakui, banyaknya desa yang mengajukan permintaan air bersih membuat pihaknya kelimpungan. Pasalnya, jumlah armada untuk dropping terbatas.

BACA JUGA: Jumlah Desa yang Kekeringan Bertambah di Sini

Itu pula yang memaksa pengiriman dijadwal ulang dari tiga menjadi empat hari sekali. ''Kami harap warga bersabar (mendapat dropping, Red),'' tuturnya.

Meski begitu, dia mengklaim lima unit truk tangki yang dimiliki BPBD masih mencukupi.

Pasalnya, penyaluran bantuan air bersih juga dilakukan instansi terkait lain seperti PDAM dan dinas pekerjaan umum (PU).

Windarto menyatakan, desa yang mengalami krisis air bersih paling banyak berada di wilayah Kecamatan Kebonangung, yakni delapan desa.

Disusul Ngadirojo, Pringkuku, Punung, dan Donorojo masing-masing empat desa. Kemudian, di Kecamatan Pacitan ada tiga desa, yaitu Sambong, Tambakrejo, dan Ponggok. ''Paling sedikit di Bandar, hanya satu desa,'' ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhan air baku, sejumlah warga memanfaatkan air sungai. Beberapa warga desa di Kebonagung, misalnya, menggunakan air kali di tepi jalur lintas selatan untuk mandi dan mencuci hingga memasak dan minum.

Perjuangan lebih berat harus dilalui warga Desa Klesem. Mereka mesti menuruni bukit untuk mencapai sumber mata air.

Sementara itu, di Nganjuk kemarau panjang mengakibatkan bencana kekeringan di Kabupaten Nganjuk terus meluas.

Setidaknya ada tiga desa yang mengajukan permintaan air bersih ke badan penanggulangan bencana daerah (BPBD). Yaitu, Desa Prayungan, Lengkong; Desa Lengkonglor, Kecamatan Ngluyu, dan Desa Genjeng, Kecamatan Loceret.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Nganjuk Soekonjono mengatakan, di antara tiga desa yang mengajukan bantuan air bersih itu, hanya satu desa yang masuk surat keputusan (SK) bupati sebagai daerah rawan bencana kekeringan.

''Hanya Lengkonglor. Yang lain belum masuk,'' kata pria yang akrab disapa Soeko.

Bagaimana penyaluran air untuk dua desa itu? Soeko mengatakan, untuk Desa Prayungan, Kecamatan Lengkong, dan Desa Genjeng, Kecamatan Loceret, pihaknya akan meminta bantuan Pemprov Jatim.

Adapun untuk Desa Lengkonglor bisa digunakan APBD Nganjuk. Soeko menambahkan, BPBD sudah memerintah anggotanya untuk melakukan survei. Berdasar hasil survei tersebut,

Desa Genjeng membutuhkan dua tangki air. Demikian juga halnya dengan Desa Prayungan. Di dua desa tersebut, kepala keluarga (KK) yang membutuhkan air bersih masing-masing 380 KK dan 325 KK. (isd/rq/ut/c4/c5/end/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolong, Warga Cari Air Bersih Hingga ke Tengah Hutan


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler