Jumlah Kasus Aktif Meningkat Lebih Cepat, Anies: Lebih Darurat Daripada Awal Wabah Covid-19

Rabu, 09 September 2020 – 23:20 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Wagub Ahmad Riza Patria. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan kondisi Ibu Kota saat ini lebih darurat dibanding awal munculnya wabah Covid-19 pada Maret 2020 lalu.

Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan akan memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat mulai Senin 14 September 2020.

BACA JUGA: Anies Baswedan Sebut Jakarta di Ambang Masalah Besar

"Pesannya jelas saat ini kondisi darurat lebih darurat dari awal wabah dahulu," tegas Anies didampingi Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam konferensi pers yang disiarkan langsung dari Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (9/9) malam.

Anies menjelaskan memasuki bulan ketujuh masa pandemi Covid-19 atau hingga 9 September 2020 tercatat sudah ada 49.837 kasus positif corona di Jakarta.

BACA JUGA: Darurat Corona, Sekolah Bisa Pilih Satu dari Tiga Kurikulum

Melihat banyaknya kasus, lanjut Anies, ada dua parameter yang harus menjadi kewaspadaan yakni angka kematian dan kasus aktif.

"Sebanyak 1.347 saudara kita di Jakarta telah wafat akibat Covid-19," ungkapnya prihatin.

BACA JUGA: Covid-19 Makin Tak Terkendali, Anies Kembali Terapkan PSBB Seperti Awal Pandemi

Memang, kata Anies, angka kematian di DKI Jakarta akibat Covid-19 rendah yakni 2,7 persen. Lebih rendah dari angka kematian nasional 4,1 persen bahkan global 3,3 persen.

"Atas izin Allah SWT, Jakarta secara signifikan berhasil menekan angka kematian. Siapa yang paling berjasa menekan angka kematian, lagi-lagi atas izin Allah para tenaga medis di Jakarta yang sigap menangani kasus, mempertaruhkan nyawa, dan risiko kesehatan diri mrk sendiri," kata dia.

Selain itu, lanjut Anies, jumlah tes yang memadai juga mendukung Jakarta menekan kasus lebih dini untuk melakukan perawatan bila ditemukan positif.  Menurutnya, tes tinggi bisa mendeteksi lebih awal mereka yang memiliki penyakit penyerta, dan lanjut usia, yang bila positif untuk langsung diisolasi dan dirawat.

"Itu sebabnya mengapa tingkat kematian di Jakarta secara persentase menjadi rendah, karena angka testing tinggi dan tenaga kesehatan sigap," jelasnya.

Hanya saja, Anies berujar meskipun persentase angka kematian menurun, jumlah absolutnya terus bertambah. Bahkan, secara absolut angka kematian harian akibat Covid-19 juga bertambah.

"Jumlah kematian sejak pertengahan Agustus hingga September menunjukkan tren meningkat. Ini kondisi yang sangat tidak menggembirakan," kata Anies.

Selain itu, katanya, angka pemakaman yang menggunakan prosedur tetap Covid-19 juga meningkat.

Anies menjelaskan angka kematian menurun sejak DKI Jakarta melakukan PSBB mulai 10 April 2020. Namun, mulai pertengahan Agustus menuju September 2020, tren angka kematian kembali meningkat. 

"Secara persentase memang rendah, tetapi secara nominal angka kematian meningkat terus tiap hari. Ini yang harus kami perhatikan," katanya.

Anies menggarisbawahi bahwa kematian ini bukan soal angka statistik. "Setiap kematian satu orang adalah kematian saudara kita, dan ini terlalu banyak," katanya.

Parameter kedua yang harus diwaspadai adalah kasus aktif, yakni orang yang positif Covid-19 yang masih menjalani isolasi dan perawatan serta belum dinyatakan sembuh.

Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta ini mengatakan penting memahami kasus aktif karena berkaitan dengan kapasitas fasilitas kesehatan di Jakarta.

Dia menjelaskan ada tiga kelompok pada kasus aktif, yakni tidak bergejala, bergejala ringan, serta bergejala sedang dan berat.  Nah, kata dia, kelompok sedang dan berat inilah yang membutuhkan perawatan rumah sakit, bahkan yang kritis butuh ICU.

"Jadi, secara rata-rata selama perjalana enam bulan kami katakan 50 persen tanpa gejala, 35 persen gejala ringan, 15 persen sedang atau berat. Kelompok inilah (bergejala sedang dan berat) yang harus diperhitungkan," katanya.

Anies menjelaskan, saat ini Jakarta punya kapasitas kesehatan cukup besar dalam skala nasional. Ada 190 RS, 67 di antaranya RS rujukan.  Rasio dokter per populasi juga tinggi dibanding rata-rata nasional.

Namun, kata Anies, saat ini ambang batas kapasitas kesehatan sudah hampir terlampaui bila melihat dari keterpakaian tempat tidur RS dan ruang ICU. Kapasitas ini juga dipengaruhi ketersediaan tenaga kesehatan yang mampu menangani wabah,  jumlah APD, peralatan dan obat-obatan. "Jakarta memiliki 4.053 tempat tidur isolasi khusus Covid-19 Per kemarin sudah 77 persen terpakai," katanya. 

Menurut dia, bila situasi terus berjalan dan tidak ada pengereman, maka berdasar data yang ada diprediksi 17 September tempat tidur RS dan ICU penuh.

Pemprov akan menaikkan kapasitas 20 persen menjadi 4.807. Namun, kenaikan itu sebenarnya bukan hanya persoalan menaikkan tempat tidur dan ICU. Namun, harus memastikan adanya dokter, perawat, alat pengamannya, obat, dan seluruh peralatan pendukungnya.

"Jadi menaikkan kapasitas menjadi 4.807 yang insyaallah tercapai 6 Oktober, itu bila tidak disertai pembatasan penularan ketat seperti sekarang maka tempat tidur itu juga akan penuh di minggu kedua Oktober," ungkap Anies.

Kapasitas ICU juga tidak lebih baik. Jumlahnya saat ini 528 tempat tidur, dan diprediksi akan penuh 15 September. Bila dinaikkan 20 persen menjadi 636 tempat tidur, maka mulai penuh 25 September.

Anies menegaskan, jumlah kasus aktif di Jakarta peningkatan lebih cepat daripada pertambahan kapasitas tampung pelayanan RS baik tempat tidur maupun maupun ICU.

"Jadi, dari tiga data ini yakni angka kematian, tempat tidur isolasi, keterpakaian ICU khusus Covid-19, menunjukkan bahwa situasi wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat," pungkas Anies. (boy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler