JAKARTA - Menjelang pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Kelompok Kerja (Pokja) BPJS Kesehatan menyepakati penentuan persentase iuran premi yang harus dibayar pekerja formal, yakni sebesar 5% dari gaji. Rincian komposisi pembayaran itu terdiri dari 3% dibayar oleh pemberi kerja (majikan) dan 2% ditanggung pekerja.
Kesepakatan nilai iuran tersebut langsung menuai protes dari beberapa pihak, salah satunya Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS). Mereka menolak pembayaran iuran premi sebesar dua persen oleh buruh.
Menyikapi hal tersebut, Wamenkes Ali Gufron Mukti menyatakan iuran bersama tersebut, merupakan jalan tengah agar setiap pihak, yakni buruh dan pengusaha tidak merasa diberi beban. "Ini sifatnya iuran bersama," ujar dia.
Ali Gufron menyatakan penentuan iuran premi pekerja formal sebesar lima persen sudah menjadi kesepakatan final Pokja BPJS. "Di tingkat pokja, memang sudah dihitung dan disepakati besar iuran ini antara Rp 19 ribu sampai Rp 27 ribu per orang per bulan. Tapi , nominal ini belum final. Karena masih akan ada pembahasan lebih lanjut, " jelasnya.
Dia mengakui, pembahasan mengenai nominal premi sudah dibahas. Namun hingga kini, usulan tersebut mendapat banyak tentangan dari banyak pihak. Khususnya, para buruh.
"Kalau di tingkat pokja ini sudah disepakati, tapi tetap harus dilakukan pembahasan-pembahasan lagi dengan kementerian terkait lainnya," urainya.
Jika nominal dan persentase premi bisa disepakati oleh semua pihak, lanjut dia, pihaknya optimistis peraturan presiden (Perpres) terkait premi bisa disahkan pada September 2012 nanti. Dengan demikian perpres ini bisa menjadi payung hukum ketika BPJS mulai beroperasi pada awal 2014.
Sementara itu, KAJS menyatakan keberatan dengan penentuan pembayaran iuran premi sebesar lima persen, dimana pekerja harus membayar dua persen diantaranya, apalagi kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) belum jelas.
Menurut Ketua KAJS Said Iqbal, selama ini iuran jaminan kesehatan seperti Jamsostek atau asuransi kesehatan lainnya, dibayar seluruhnya oleh pengusaha. Presentasenya tiga persen untuk pekerja lajang dan enam persen untuk pekerja berkeluarga. "Itu termasuk pelayanan RS kelas dua dan termasuk cuci darah, HIV/AIDS, dan kanker," jelasnya.
Karena itu, pihaknya keberatan jika tiba-tiba iuran pengusaha yang semua sebesar enam persen diturunkan menjadi tiga persen. Selain itu, dia juga mengkritisi bahwa para buruh juga membayar iuran.
"Selama ini sesungguhnya buruh sudah mengiur karena bayar iuran 3% dan 6% tersebut adalah termasuk perhitungan gaji buruh/labour cost di slip gaji buruh dan di jamsostek tercatat sebagai account individual buruh. Melalui pengusaha hanya numpang lewat pembayaran saja, jadi tidak benar kalau buruh tidak bayar iuran," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 2014, BPJS diharapkan telah dapat mengelola 121,6 juta peserta dari penerima bantuan iuran (PBI), PNS, Pensiunan, Jamsostek, TNI POLRI aktif serta sebanyak 50,07 juta peserta lain dapat dikelola diluar BPJS yaitu menggunakan Jamkesda, asuransi perusahaan dan asuransi swasta.
Seperti diberitakan sebelumnya, peserta jaminan kesehatan yang dikelola BPJS kesehatan pada 2014 nanti ditargetkan telah mencapai 121.100.000 orang. Jumlah itu, lanjutnya, termasuk dengan peserta PBI yang berjumlah 96 juta orang. Secara bertahap, dari tahun ke tahun peserta BPJS bakal terus ditingkatkan. Layak atau tidaknya seseorang menjadi peserta PBI juga akan dievaluasi setiap enam bulan.
Sesuai dengan amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pada 2014 nanti seluruh masyarakat Indonesia harus sudah memiliki jaminan kesehatan (universal coverage).
Pemerintah telah menunjuk PT Askes Tbk menjadi BPJS Kesehatan yang mengelola dana asuransi kesehatan masyarakat itu. Saat ini PT Askes tengah memasuki masa transisi sebelum bertransformasi sepenuhnya menjadi BPJS pada 2014 nanti. (Ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Buru Aset Nazar di Kampar
Redaktur : Tim Redaksi