jpnn.com, JAKARTA - Data menunjukkan jumlah penduduk miskin ektrem di 2020 mencapai 3,8 juta jiwa.
Presiden Joko Widodo menginginkan angka tersebut menjadi nol pada 2024 mendatang.
BACA JUGA: Letda Rudi Sipayung Tertembak
Untuk mencapai target tersebut pemerintah terus melakukan berbagai upaya, di mana sebelumnya menunjuk Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebagai koordinator untuk penghapusan kemiskinan ektrem.
Menurut Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono, pemerintah hingga saat ini terus bekerja keras menghapus kemiskinan ekstrem.
BACA JUGA: Bamsoet Sebut COVID-19 Berdampak Hingga ke Bidang Pertahanan dan Keamanan Negara
Selain itu, juga berupaya mengurangi ketimpangan sebagai bagian dari konsolidasi fiskal 2022.
"Presiden Joko Widodo menegaskan akan melanjutkan komitmen menurunkan kemiskinan, terutama penghapusan kemiskinan ekstrem dan mengurangi ketimpangan," ujar Edy Priyono dalam siaran pers KSP yang diterima di Jakarta, Senin (16/8).
BACA JUGA: Ingin Hidup Sehat Konsumsi Madu Beku? Hati-hati, Ada Bahaya Mengancam
Komitmen tersebut, kata dia, merupakan bagian dari konsolidasi fiskal 2022 yang akan lebih fokus mendukung pada pelaksanaan reformasi struktural.
Terutama akselerasi pembangunan sumber daya manusia, melalui reformasi bidang kesehatan, perlindungan sosial dan pendidikan.
Menurut Edy, presiden telah mengungkapkan sasaran pembangunan pada tahun 2022 pada pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 Beserta Nota Keuangannya, Senin.
Sasaran pembangunan itu, yakni tingkat pengangguran terbuka 5,5—6,3 persen, tingkat kemiskinan di kisaran 8,5—9,0 persen, dengan penekanan pada penurunan kemiskinan ekstrem.
Tingkat ketimpangan rasio gini di kisaran 0,376—0,378, serta indeks pembangunan manusia di kisaran 73,41—73,46.
Pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran untuk perlindungan sosial sebesar Rp 427,5 triliun.
Dana ini untuk membantu masyarakat miskin dan rentan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Dalam jangka panjang, diharapkan akan mampu memotong rantai kemiskinan.
Meski begitu, kata Edy, upaya tersebut tidak bisa tercapai tanpa adanya kertelibatan banyak pihak, terutama kerja keras dan kerja sama lintas kementerian/lembaga serta antara pemerintah pusat dan daerah.
"Karena program-program pengentasan masyarakat dari kemiskinan tersebar di berbagai K/L dan pemda sehingga diperlukan koordinasi dan kolaborasi yang sangat kuat," ucapnya.
Dia mengatakan bahwa batasan miskin ekstrem adalah masyarakat dengan pendapatan kurang 1,9 dollar AS Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli per hari.
Namun, Edy menyebut kurs dipakai bukan kurs pasar, tetapi kurs berbasis PPP.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 menggunakan patokan 1 dolar AS (PPP) = Rp 6.089,00.
Dengan kurs tersebut batas miskin ekstrem adalah pendapatan kurang dari Rp 11.512,00 per hari.(Antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang