jpnn.com - SURABAYA – Pelaku pasar diimbau waspada terhadap kemungkinan turunnya harga minyak mentah dunia pada Juni 2016. Hal itu terkait dengan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang membahas penentuan suku bunga acuan (Fed fundrate) yang memengaruhi permintaan minyak dunia.
’’Dari polling di senat (The Fed), sebagian besar anggota menginginkan suku bunga acuan naik 25 basis point. Jadi, ada perkiraan suku bunga The Fed akan naik menjadi 0,75 persen,’’ kata Educator and Research PT Monex Investindo Futures Sonny Dwi Nugraha.
BACA JUGA: Ini Strategi BNI Syariah Genjot Market Share
Jika bank sentral AS menaikkan suku bunga, dolar AS (USD) dipastikan menguat. Sementara itu, mata uang negara-negara konsumen minyak mentah akan melemah, termasuk rupiah yang diprediksi mencapai level Rp 14 ribu per USD.
Hingga kemarin, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah pada level 13.573 per USD. Negara lain yang mata uangnya diprediksi melemah adalah Tiongkok. Yuan yang masih RMB 6,54 per USD diprediksi melemah jika suku bunga The Fed naik.
BACA JUGA: Dongkrak Sales, XL Gandeng Bhinneka
Hal itu akan memengaruhi permintaan Tiongkok terhadap minyak mentah dunia, terutama dari anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC). Pada Mei 2016, perekonomian Tiongkok bergerak sehingga permintaan minyak dari Negeri Panda tersebut ikut naik.
’’Karena konversi nilai tukar terhadap USD melemah, harga minyak terasa mahal. Permintaan pun akan turun. Kalau permintaan turun, harga minyak turun lagi,” ungkap Sonny.
BACA JUGA: BI Waspadai Inflasi pada Semester Kedua
Dia memperkirakan harga minyak bisa turun ke level USD 45 per barel. Naiknya permintaan dari AS tidak memengaruhi harga minyak dunia. Energinya sudah cukup mandiri karena shale gas. (rin/c5/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dapat Pinjaman Rp 1,4 T, Ciputra Kebut Ciputra World 2
Redaktur : Tim Redaksi