Jurnal Ilmiah Bukan Kebijakan Baru

Jumat, 24 Februari 2012 – 18:18 WIB

JAKARTA--Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh menerangkan, kewajiban para sarjana S1, S2, dan S3 untuk membuat suatu jurnal ilmiah merupakan kebijakan yang sudah dibahas sejak 2 tahun yang lalu. Akan tetapi, penerapannya baru mulai dilakukan pada tahun 2012 ini.

"Maka dengan kata lain, kebijakan pemerintah untuk mewajibkan mahasiswa menyusun jurnal ilmiah ini bukanlah kebijakan baru. Ini kebijakan yang sudah lama tapi baru sekarang ini penerapannya," ungkap Nuh ketika ditemui di ruang kerjanya, di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Jumat (24/3).

Nuh menjelaskan, tujuan diterapkannya penyusunan jurnal ilmiah ini adalah ingin budaya membaca, budaya menulis, budaya jujur, budaya berbagi dan budaya menghormati dan menghargai orang lain. "Dengan menulis referensi di dalam jurnal ilmiah tersebut, artinya kita itu menghargai dan menghormati hasil karya orang lain," jelasnya.

Berdasarkan fakata yang ada di lapangan, lanjut Nuh,  plagiarisme di dunia pendidikan  semakin marak. Menurutnya, tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa tetapi juga dosen untuk memperoleh angka. "Akibatnya, jurnal ilmiah nasional sulit berkembang (terlihat) dari rendahnya ranking jumlah publikasi di Indonesia. Kita di posisi rangking 64 dunia. Sedangkan Malaysia saja bisa berada di rangking 43 dunia," imbuhnya.

Mantan Rektor ITS ini mengungkapkan, Indonesia tidak bisa terus berdiam diri seperti ini. Pasalnya, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar, apalagi dilihat dari jumlah lulusan sarjana di setiap tahunnya. "Apa ini kita biarkan seperti ini? Padahal potensi kita cukup besar. Lihat saja,  lulusan sarjana kita tahun 2009/2010 sebanyak 430 ribu orang, Lulusan S2 sebanyak 43 ribu orang, dan S3 sebanyak 1700 orang. Ini kan luar biasa. Masa kita tidak bisa melompat jauh lebih tinggi?," tandasnya.

Oleh karena itu, lanjut Nuh, kebijakan karya ilmiah ini harus diterapkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap dunia pendidikan. Sehingga diharapkan, Indonesia dari rangking 64, bisa meloncat naik ke rangking 12 dunia yang setara dengan Brazil, dengan produksi 45 ribu karya ilmiah per tahun.

"Kalau yang belum terbiasa, harus dibiasakan. Malaysia itu bisa memproduksi  55 ribu per tahun, Thailand sekitar 59 ribu per tahun. Masa Indonesia hanya 13 ribu? Jumlah penduduk kita padahal lebih banyak. Nanti sesegera mungkin akan kita keluarkan aturan resminya, mungkin akn berbentuk Peraturan Menteri (Permen)," paparnya.(Cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Kelemahan, Pendidikan Dipusatkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler