Juru Selamat

Oleh: Dahlan Iskan

Kamis, 09 Maret 2023 – 07:07 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SELALU saja, di mana-mana, ada juru selamat. Bagi konglomerat India Gautam Adani, juru selamat itu bernama Rajiv Jain. Orang India juga. Warga Amerika.

Selasa kemarin Rajiv membeli semua saham 4 perusahaan Grup Adani yang beredar di pasar modal.

BACA JUGA: Tikungan Lion

Rajiv mengeluarkan uang total USD 1,8 miliar. Sapu bersih. Dengan demikian harga saham tersebut itu tidak bisa turun lagi.

Rajiv di awal kariernya hanya mengelola dana orang lain. Ia sangat tepercaya. Tidak seperti Indosurya atau yang lainnya itu.

BACA JUGA: Teddy Sambo

Lama-lama ia besar. Mendirikan Global Quality Growth di Florida, Amerika Serikat.

Kini GQG dipercaya oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia. Untuk mengelola dana lebih mereka –agar kian berlebih lagi.

BACA JUGA: Bima Jalesveva

Aksi Rajiv ini tentu jadi berita besar dunia. Tidak kalah gemparnya dengan kejatuhan harga saham Adani bulan lalu.

"Saham itu kalau harganya jatuh sangat dalam, sangat cepat, dan dalam waktu singkat tidak akan lebih turun lagi," ujar Rajiv pada berbagai media di India.

Bagaimana Adani bisa menemukan juru selamat seperti Rajiv?

Tampaknya ini sudah hubungan tingkat dewa di kahyangan. Banyak yang mempertanyakan: tumben Rajiv mau terjun ke investasi yang lagi dalam keadaan krisis.

GQG dikenal luas sebagai perusahaan pengelola dana yang amat hati-hati.

Dalam sejarahnya ia belum pernah melakukan langkah seperti itu.

Justru karena kehati-hatiannya itulah Rajiv sangat dipercaya.

Namun, Rajiv membantah itu. Ia mengaku telah berhitung cermat.

Perusahaan Adani itu banyak bergerak di bidang infrastruktur dan layanan umum. Utangnya hanya tiga kali lipat dari equity.

"Di Amerika perusahaan jenis ini utangnya 6 kali lipat. Berarti dua kali lebih jelek dari Adani," katanya.

Akan tetapi kenapa tidak dulu-dulu? Kok baru sekarang?

Perusahaan seperti ini, katanya, sangat erat terkait dengan peraturan pemerintah. Peraturan bisa berubah. Kian baik.

Sekarang, katanya, peraturannya baik sekali. Dengan peraturan lama belum tentu Rajiv mau investasi.

Rajiv menyebut soal pelabuhan di berbagai lokasi dan bandara internasional Mumbai. Itu proyek infrastruktur yang strategis.

Memang investasinya untuk jangka panjang. Tetapi Rajiv percaya pada kemampuan Adani.

Misalnya saat Adani diserahi mengelola pelabuhan di Gujarat. Banyak yang pesimistis. Ternyata Adani membuat pelabuhan itu sangat hebat. Caranya: menyambung rel kereta api ke pelabuhan itu.

Intinya Rajiv melihat masa depan ekonomi India. Yang kini pun tumbuhnya tertinggi di dunia. Infrastruktur sangat dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan itu.

Bahwa saham Adani pernah meroket terlalu cepat, menurut Rajiv, ceritanya tidak seperti yang dipublikasikan oleh Hindenburg Research New York. Bukan karena manipulasi.

"Mungkin terbawa nama-nama baik perusahaan serupa di Eropa," dalihnya.

Terserah Rajiv saja. Toh itu uang-uangnya sendiri. Setidaknya, itu uang orang yang percaya penuh padanya.

Dan lagi belum tentu pembelian itu pakai uang seperti yang kita bayangkan saat membeli tahu campur.

Rajiv ahli membuat skema yang kelas pengusaha biasa pun sulit memahaminya. Ini skema yang benar-benar sudah kelas dewa.
Ini uang dewa, untuk menyelamatkan dewa.

Yang jelas harga saham Adani sudah langsung merangkak naik. Bisa jadi, 10 tahun lagi, grup Adani sudah jauh lebih besar dari sebelum krisis ini.

Konglomerat seperti Sinar Mas pernah mengalaminya. Tahun 1998. Utangnya sampai USD 113 miliar. Macet.

Pihak yang mengutangi lebih dari 150. Nyatanya bisa selamat, bahkan dalam 10 tahun sudah jauh lebih besar dari sebelum krisis.

Saya pernah berbincang dengan Pak Eka Tjipta Widjaja. Yakni bos besar Sinar Mas.

Itu bukan krisis yang pertama. Sebelum krisis 1998 pun Sinar Mas pernah beberapa kali nyaris bangkrut. Lalu kian besar.

Setelah besar kembali untuk ketiga kalinya, saya bertanya ke beliau: Apakah membayangkan suatu saat akan bangkrut lagi?

Jawabnya saya ingat seumur hidup: untuk perusahaan sekelas Sinar Mas sekarang ini tidak mungkin lagi bisa bangkrut.

"Sudah terlalu besar untuk bangkrut," katanya. Itu diucapkan jauh sebelum krisis 1998.

Grup Adani rupanya juga berada di level itu. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejutan Kwok


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler