Jutaan Pekerja Kena PHK, Segera Beri BLT Merata untuk Masyarakat

Sabtu, 08 Agustus 2020 – 12:31 WIB
Sudah ratusan pekerja di Kota Surabaya terkena PHK dampak virus corona. Ilustrasi Foto: Aristo Setiawan/JPNN.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Kadin Indonesia Rosan Roeslani menyatakan survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut sekitar 29 juta warga Indonesia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada masa covid-19 tidak berbeda dengan data yang diterimanya dari berbagai sumber.

Di sektor formal, misalnya, data yang diterima Rosan dari sejumlah asosiasi di bawah Kadin ada 6,4 juta orang pekerja yang terdampak akibat covid.

BACA JUGA: Silakan Dibaca! Begini Solusi dari Menteri Ida Untuk Pekerja Korban PHK

“Tapi, sebagai catatan, kebanyakan pekerja di sektor formal itu tidak di-PHK, tapi dirumahkan. Perusahaan tidak berproduksi lagi dan tidak mampu membayar para pekerjanya sehingga para pekerja didiamkan,” kata Rosan melalui keterangan persnya.

Yang paling banyak dirumahkan dari sektor formal adalah pekerja di bidang tekstil. Angkanya mencapai 2,1 juta orang. Transportasi darat 1,4 juta orang, restoran hampir 1 juta orang, alas kaki 15 ribu, dan lainnya.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Pekerja Disubsidi, PPPK Ditelantarkan, Mas Menteri Bebaskan Guru, Taruni Gagal Masuk Akpol

Di sektor informal/usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menurut Rosan, pengusaha UMKM yang meminta untuk direstrukturisasi di perbankan berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah Rp 550 triliun dari total hampir Rp 1100 triliun.

Berarti sudah 50 persen yang terdampak. Laporan survei Asian Development Bank (ADB) juga menyatakan UMKM yang berhenti seketika karena terdampak covid total 48,4% dari 60 juta. Berarti, kurang lebih, hampir 30 juta UMKM.

BACA JUGA: Ribuan Pilot dan Pramugari Maskapai Emirates Kena PHK

“Karena itu, program pengaman jaringan sosial harus benar-benar diutamakan untuk dijalankan bagi kelompok yang terdampak covid. Kalau mereka terlalu lama lapar, bisa repot,” kata Rosan.

Rosan mengusulkan agar bantuan sosial (bansos) diubah menjadi bantuan langsung tunai (BLT).

Dengan BLT, masyarakat bisa menerima uang dan membelanjakannya di warung-warung sekitarnya. Dengan begitu, UMKM bisa bergerak dan daya beli masyarakat lebih bagus lagi.

“Kalau bansos, barangnya sudah ditentukan dan itu pun diambil hanya dari perusahaan-perusahaan besar. Trickle effect-nya ke warung-warung kecil dan rumah makan-rumah makan kecil tidak ada. Sebaliknya, dengan BLT diharapkan bisa mendorong ekonomi di kalangan masyarakat,” kata Rosan.

Kedua, membantu UMKM yang terhenti sementara akibat dampak covid jangan sampai menjadi terhenti selamanya.

UMKM harus dinyalakan lagi dengan memberikan bantuan modal kerja, mengingat napas mereka rata-rata lebih pendek dibandingkan dengan perusahaan menengah-atas, meskipun perusahaan menengah-atas juga membutuhkan bantuan modal kerja.

Berhubung perbankan masih enggan memberikan modal kerja kepada UMKM dalam situasi seperti ini, maka harus ada jaminan dari pemerintah. Tanpa ada penjaminan dari pemerintah, perbankan tidak mau menanggung risiko kredit.

“Jaminan dari pemerintah sudah dikeluarkan walaupun masih harus disempurnakan. Syarat-syaratnya juga jangan terlalu ketat sehingga programnya tidak jalan,” sambung Rosan.

Kabar baiknya, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa kota yang sudah ditetapkan menjadi zona hijau, para pekerja sudah mulai dipekerjakan lagi.

Informasi yang diterima Rosan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dari 2 ribu hotel yang dilaporkan tutup, 70% sudah mulai buka kembali.

Meski begitu, yang diperkerjakan baru 30% dari para pekerja yang dirumahkan. Karena harus ada protokol kesehatan yang diikuti, di antaranya social distancing. Industri teksil baru memperkerjakan para para pekerjanya sekitar 40%.

“Roda ekonomi sudah mulai bergerak lagi, tetapi kapasitasnya belum sepenuhnya seperti sebelum Covid. Beberapa industri lain belum begitu bergeliat karena permintaannya masih rendah. Ditambah lagi mereka punya problem di modal kerja," tambahnya.

Sebelumnya, survei SMRC bertajuk ‘PHK di Masa Covid-19 dan Sikap Publik terhadap Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional’ yang dirilis pada 29 Juli 2020 menyebut sekitar 15.2% warga mengalami PHK pada masa Covid-19.

Dengan demikian, mengingat terdapat 190 juta orang dewasa, jumlah warga yang terkena PHK akibat Covid-19 ini sekitar 29 juta orang.

Pada tingkat keluarga, sekitar 24.5% warga menyatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mengalami PHK pada masa Covid-19.

“Saat survei, kami bertanya kepada warga apakah mereka mengalami pemutusan hubungan kerja selama wabah Covid-19 ini. Warga ini ada yang bekerja di sektor formal dan ada yang bekerja sektor informal. Sekitar 15.2% menyatakan mengalami PHK,” kata Direktur Riset SMRC Deni Irvani, Jumat (7/8).

Survei nasional SMRC ini diselenggarakan dengan menggunakan wawancara telepon pada 2211 responden yang terpilih melalui metode random sampling pada 22-24 Juli 2020. Margin of error survei diperkirakan 2,1 persen.(flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler