Jutaan Ton Sampah Plastik Cemari Lingkungan, Kondisi TPA Mengkhawatirkan

Sabtu, 23 November 2024 – 10:28 WIB
Sampah plastik di sungai (Ilustrasi). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Masalah sampah global, khususnya polusi plastik, memerlukan langkah mendesak. United Nations Environment Programme (UNEP) memperkirakan bahwa setiap hari volume sampah plastik setara 2.000 truk sampah dibuang ke ekosistem perairan. 

Setiap tahunnya, 19-23 juta ton sampah plastik ‘bocor’ mencemari danau, sungai, dan laut. 

BACA JUGA: Fokus Berkelanjutan, LPKR Libatkan Lini Bisnis Kelola Sampah dan Limbah

"Kita harus melangkah lebih dari sekedar upaya sukarela karena selama ini upaya-upaya tersebut belum menyelesaikan masalah," ujar Director of Sustainability and Corporate Affairs Unilever Indonesia, Nurdiana Darus, Sabtu (23/11).

Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa volume total bahan baku plastik di Indonesia di 2021 mencapai 7.965 metrik ton di mana tingkat daur ulang (recycling rate) masih di kisaran 12% pada 2022. 

BACA JUGA: Mahasiswa UGM Mengkreasikan Sampah Plastik dan Oli Bekas Jadi Batako Enviroblock

Akibat pola pikir 'kumpul-angkut-buang’ masih kuat mengakar di masyarakat Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di  2023 mencatat, 76,6% sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), di mana 54,4% di antara TPA tersebut masih merupakan TPA terbuka. 

Lebih jauh lagi, data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2023 menunjukkan peningkatan penggunaan plastik di Indonesia dari 16,74% (2019) menjadi 19,59% (2023).

BACA JUGA: Gerakan Sekolah Sehat Kemendikbudristek & Mondelez Edukasi Sampah Plastik di Sekolah

BAPPENAS di tahun 2023 memperkirakan bahwa seluruh TPA di Indonesia tidak akan bisa memenuhi daya dukungnya di tahun 2028 atau bisa lebih cepat lagi apabila masalah tersebut tidak diselesaikan. 

"Studi Tim Koordinasi Penanggulangan Sampah Laut (TKNPSL) tahun 2020 menghitung bahwa sampah plastik yang sampai ke lautan mencapai 0,615 juta ton per tahunnya," ucapnya.

Pemerintah telah mencanangkan untuk mengurangi sampah laut hingga 30% pada 2025, dan mengurangi sampah plastik laut hingga 70% di tahun 2025, melalui tindakan Reduce-Reuse-Recycle (3R).

Meskipun begitu, permasalahan sampah dan sampah plastik tetap menjadi masalah di berbagai daerah hingga hari ini. 

Menurut data TKNPSL, pengurangan kebocoran sampah plastik ke laut baru mencapai 41,68% di akhir tahun 2023 yakni dari 651.675 ton (2018) menjadi 359.061 ton (2023).  

Oleh karena itu, sejumlah pelaku usaha dari berbagai sektor menyampaikan dukungannya kepada pemerintah Indonesia untuk terlibat aktif dalam Perjanjian Plastik Global (Global Plastics Treaty) PBB sebagai solusi mengatasi masalah polusi plastik.

Dukungan tersebut mengemuka jelang sesi ke-5 Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5) Perjanjian Plastik Global PBB di Busan, Korea Selatan pada 25 November hingga 1 Desember 2024. 

Hal tersebut disampaikan melalui siaran pers Business Coalition for A Global Plastic Treaty (BCGPT) atau Koalisi Bisnis untuk Perjanjian Plastik Global di Indonesia, pada Kamis (21/11) di Jakarta.

BCGPT juga  menghadiri undangan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Hanif Faisol Nurofiq pada rapat Implementasi Peraturan Menteri LHK no P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. 

Melihat urgensi tersebut, di tengah perhelatan menuju INC-5, BCGPT kembali mengingatkan bahwa perjanjian yang mengikat secara hukum dan mencakup siklus hidup produk plastik merupakan peluang terbaik untuk mengatasi krisis polusi plastik. 

"INC-5 adalah momentum penting bagi semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama menyepakati dan secara konsekuen menjalankan isi perjanjian," imbuhnya.

Perjanjian tersebut penting untuk mengatur sejumlah restriksi, tercapainya tingkat produksi plastik yang berkelanjutan, serta perluasan tanggung jawab produsen atau Extended Producer Responsibility (EPR).

"Agar upaya mengatasi masalah plastik efektif, dibutuhkan pendekatan holistik dan kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di sepanjang rantai nilai plastik, termasuk pelaku usaha, pemerintah, akademisi, pemuka agama, pemuka masyarakat, media, dan masyarakat, atau dikenal dengan konsep kolaborasi Nona Helix," kata  Direktur Public Affairs, Communication and Sustainability Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia), Lucia Karina.

Pendekatan semacam ini telah menunjukkan hasil positif dalam memperluas pengumpulan sampah dan meningkatkan taraf hidup.

Ini menjadi bukti nyata urgensi kolaborasi multipihak yang disesuaikan dengan situasi setempat, demi transisi yang adil menuju ekonomi sirkular.

"Perjanjian Plastik Global diharapkan menjadi payung perlindungan bagi tumbuhnya ekonomi hijau di berbagai tempat," ujarnya. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler