jpnn.com, ALMATY - Rusia akhirnya mengerahkan militernya untuk membantu pemerintah Kazakhstan memadamkan aksi massa yang kini dicap sebagai pemberontak oleh pihak berwenang, Kamis (6/1).
Langkah ini menunjukkan secara gamblang standar ganda Rusia yang sebelumnya secara tegas memperingatkan negara-negara lain untuk tidak ikut campur dalam krisis di Kazakhstan.
BACA JUGA: Kazakhstan Memanas, Bagaimana Kondisi WNI?
Pasukan terjun payung Rusia tiba bersamaan dengan pecahnya aksi kekerasan baru di Almaty, kota utama Kazakhstan.
Polisi di Almaty mengatakan mereka telah menewaskan puluhan perusuh semalaman hingga Kamis dini hari. Pihak berwenang mengatakan sedikitnya 18 anggota pasukan keamanan tewas, dua di antaranya ditemukan dalam kondisi terpenggal. Lebih dari 2.000 orang ditangkap.
BACA JUGA: Kazakhstan Makin Mencekam, KBRI Minta WNI Jaga Ucapan
Setelah terjadi bentrok semalaman antara pengunjuk rasa dan tentara, kediaman presiden di Almaty dan kantor wali kota dibakar, dan mobil-mobil yang hangus berserakan di kota itu, kata wartawan Reuters.
Personel militer menguasai kembali bandara utama yang sebelumnya direbut oleh pengunjuk rasa. Pada Kamis malam terjadi pertempuran baru di alun-alun utama Almaty, yang diduduki secara bergantian oleh pasukan dan ratusan pengunjuk rasa sepanjang hari.
BACA JUGA: Rakyat Mengamuk, Presiden Kazakhstan Malah Datangkan Tentara Asing
Wartawan Reuters mendengar ledakan dan tembakan ketika kendaraan militer dan sejumlah tentara bergerak maju, meskipun penembakan berhenti lagi setelah malam tiba.
Kantor berita TASS mengutip para saksi yang mengatakan orang-orang telah tewas dan terluka dalam penembakan itu.
Pengerahan pasukan Rusia menjadi pertaruhan Kremlin bahwa kekuatan militer yang cepat dapat mengamankan kepentingan Rusia di negara Asia Tengah yang memproduksi minyak dan uranium itu, dengan segera menghentikan kekerasan terburuk dalam 30 tahun kemerdekaan Kazakhstan itu.
Produksi minyak di ladang utama Kazakhstan Tengiz berkurang pada Kamis, kata operatornya Chevron, karena beberapa kontraktor mengganggu jalur kereta api untuk mendukung protes. Harga minyak naik lebih dari 1 persen pada Kamis dan uranium juga melonjak sejak bentrokan meletus.
Internet dimatikan di seluruh negeri dan mengganggu transaksi bitcoin di salah satu pertambangan kripto terbesar di dunia itu. Terputusnya internet membuat sulit publik untuk menakar besarnya kerusuhan.
Namun kekerasan sebesar itu belum pernah terjadi sebelumnya di negara yang diperintah dengan tegas sejak zaman Soviet oleh pemimpin Nursultan Nazarbayev, yang mengundurkan diri sebagai presiden tiga tahun lalu.
Penerus Nazarbayev yang diangkat, Presiden Kassym-Jomart Tokayev, mengatakan dia memanggil aliansi militer yang dipimpin Moskow dari negara-negara bekas Soviet.
Dia menyalahkan terjadinya kerusuhan itu pada teroris terlatih asing yang katanya telah menyita sejumlah bangunan dan senjata.
"Ini adalah serangan pada warga kami yang meminta saya untuk membantu mereka segera," katanya.
Moskow mengatakan akan berkonsultasi dengan Kazakhstan dan sekutunya tentang langkah-langkah mendukung "operasi kontra-teroris" di Kazakhstan dan mengulangi pernyataan Tokayev bahwa pemberontakan itu diilhami asing.
Baik Kazakhstan maupun Rusia tidak memberikan bukti untuk mendukung pernyataan itu.
Moskow tidak mengungkapkan berapa banyak pasukan yang dikirim, dan tidak mungkin untuk memastikan apakah ada di antara mereka yang terlibat dalam kerusuhan Kamis.
Sekretaris jenderal aliansi bekas Soviet --Organisasi Perjanjian Keamanan Bersama-- mengatakan kepada kantor berita RIA bahwa pasukan penjaga perdamaian secara keseluruhan akan berjumlah sekitar 2.500 orang dan dapat diperkuat jika perlu.
Pasukan itu diharapkan menjadi misi singkat "beberapa hari atau minggu", katanya seperti dikutip RIA.
Pada Rabu (5/1), juru bicara presiden Rusia, Dmitry Peskov mengatakan bahwa Kazakhstan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dan yang penting adalah tidak ada intervensi asing.
Peskov mengatakan Kazakhstan tidak meminta bantuan Rusia untuk menangani aksi protes yang membuat pemerintahan Kazakhstan mundur.
Terkait perkembangan terkini di Kazakhstan, Amerika Serikat mengatakan sedang memantau dengan cermat laporan tentang pengerahan pasukan Rusia itu dan menambahkan bahwa pihaknya memiliki pertanyaan tentang apakah pasukan itu diundang secara sah ke negara itu.
"Kami memiliki pertanyaan tentang penempatan itu justru karena Kazakhstan, pemerintah Kazakhstan ... memiliki sumber dayanya sendiri, dan pemerintah telah dibentengi dengan baik," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price.
"Kami akan mengawasi dengan cermat setiap pelanggaran hak asasi manusia dan upaya atau tindakan apa pun dari pihak pasukan asing untuk merebut lembaga-lembaga Kazakhstan," tambahnya.
Kedatangan cepat pasukan Rusia menunjukkan kesediaan Kremlin untuk menjaga pengaruhnya di negara bekas bagian Uni Soviet itu dengan kekuatan. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil