jpnn.com, JAKARTA - Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK sudah berlaku mulai Kamis 17 Oktober 2019. Kabarnya, UU yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019 itu tidak ditandatangani Presiden Joko Widodo.
"Kabar yang saya dengar, karena saya belum sempat mengonfirmasi kepada Pak Plh Menkumham (Tjahjo Kumolo) bahwa Pak Presiden tidak menandatangani UU tersebut," ungkap Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (17/10).
BACA JUGA: Rencana KPK setelah UU Baru Mulai Berlaku
Wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menjelaskan berdasar Pasal 73 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka UU KPK per hari ini berlaku.
Seperti diketahui, dalam Pasal 73 Ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan presiden. Dalam Pasal 73 Ayat 2 disebutkan, dalam hal RUU sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. "Maka hari ini sudah berlaku," tegas Arsul.
BACA JUGA: Boyamin MAKI Sebut UU Baru KPK Tidak Sah, Begini Argumentasinya
Dia menyatakan soal kenapa Jokowi tidak tanda tangan tentu jawaban yang akurat hanya presiden yang bisa menjawabnya. Hanya saja, Arsul mengingatkan harus berprasangka baik bahwa presiden telah mempertimbangkan semuanya.
“Tidak bisa kami menutup mata bahwa banyak di masyarakat yang keberatan tentang revisi UU KPK ini, dan itulah yang didengarkan oleh presiden," ungkap anggota DPR Fraksi PPP itu.
Nah, Arsul menjelaskan, yang paling penting bagi DPR adalah UU itu tidak dibatalkan dengan perppu. Menurutnya, kalau UU itu dibatalkan oleh sebuah perppu, padahal RUU itu sudah disetujui DPR bersama pemerintah, bisa saja parlemen merespons dengan menolak perppu tersebut. "Itu kan menjadikan tidak selesai masalahnya ya," jelasnya.
Arsul mengatakan setelah UU berlaku per hari ini, pemerintah maupun DPR bisa mendengarkan aspirasi masyarakat nanti ketika menyusun Prolegnas 2019-2024 dan Prolegnas Prioritas 2020.
Dia mencontohkan, pemerintah bisa mengajukan revisi untuk memperbaiki hal yang dikritis berbagai elemen masyarakat. Pun demikian, anggota DPR juga dapat melakukan pengajuan revisi.
"Banyak anggota DPR yang baru yang mungkin punya sisi-sisi pandangan lain. Satu anggota DPR saja bisa mengusulkan UU, tidak harus fraksi, tidak harus komisi atau alat kelengkapan dewan,” ungkapnya.
Menurutnya, semua berpulang kepada anggota DPR lagi apakah ada yang ingin mengusulkan revisi. Pada dasarnya, kata dia, PPP bersikap terbuka. "Samalah dengan kami mengkiritisi bahwa UU KPK itu bukan kitab suci, jadi harus terbuka untuk direvisi. Dan juga hasil revisinya, harus terbuka juga untuk kemudian direvisi lagi,” jelasnya.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy