"Silakan masyarakat juga bisa mengontrol dan mengoreksi penyidikan oleh Polda Bengkulu. Kalau salah, saya juga ikut bertanggungjawab karena pembina fungsi penyidikan ini ada di Bareskrim. Jadi saya akan mengawasi apakah proses dan langkah yang dilakukan itu sudah benar atau tidak," ujar Sutarman di Jakarta Selatan, Sabtu (6/10).
Ia pun meminta masyarakat tak ikut latah dengan memandang bahwa penangkapan Polri terhadap Novel sebagai bentuk kriminalisasi pada KPK. Apa yang dilakukan pada Novel, aku Sutarman, murni penegakan hukum.
Penyidik KPK itu dituduh terlibat dalam kasus dugaan penganiayaan berat pada enam pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada Februari 2004. Ia melakukan penembakan, yang menyebabkan satu pelaku tewas.
"Saya garis bawahi. Jangan latah gunakan kata kriminalisasi karena kriminalisasi itu perbuatan yang tadinya bukan kriminal jadi kriminal. contohnya gratifikasi, sebelum undang-undang tentang korupsi ada, gratifikasi bukan kriminal. Setelah ada jadi disebut kriminal. Orang bisa disebut pencuri karena ada pasal 362, 363, dan 365 KUHP. kalau pasal itu tidak ada, mencuri itu bukan kriminal," paparnya.
Ia menyatakan, Polri terbuka dan transparan untuk mengusut kasus apapun, meski itu melibatkan anggota Polri, seperti yang terjadi pada Novel. Terbukti atau tidak perbuatan mantan Kasat Reskrim Polres Bengkulu itu, kata Sutarman, kan terlihat di pengadilan
"Kita bisa melihat apakah ini rekayasa atau tidak. Sehingga kita jangan memvonis anak buah kita salah atau tidak. Yang bisa salahkan hakim. Tugas polisi kumpulkan alat bukti dan tidak membuktikan. itu kadang salah. Yang membuktikan, pengadilan. Polri hanya kumpulkan alat bukti, periksa saksi," pungkas Sutarman. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Siapkan Advokasi
Redaktur : Tim Redaksi