Kabinet Pemerintahan PM Tony Abbott tampaknya terbelah dalam isu apakah pernikahan sesama jenis sebaiknya diserahkan keputusannya kepada rakyat Australia melalui plebisit atau referendum. Kedua opsi yang diperdebatkan pemerintah ini memiliki implikasi yang berbeda.
Sebelumnya para politisi pendukung legalisasi pernikahan sesama jenis mendorong perlunya Parlemen Australia segera melakukan voting berdasarkan pilihan hati nurani anggota, bukan menurut garis kebijakan partai politik.
BACA JUGA: Indonesia Akhirnya Ekstradisi Penyelundup Manusia ke Australia
Namun, PM Abbott lebih memilih untuk menunda dengan menyarankan perlunya isu ini diserahkan keputusannya kepada rakyat Australia sendiri, apakah melalui mekanisme plebisit atau referendum.
(Dari kanan) PM Tony Abbott, Menteri Komunikasi Malcolm Turnbull, dan Menteri Sosial Scott Morrison.
BACA JUGA: Hanya Dibutuhkan 7 Menit untuk Susuri Australia dari Luar Angkasa
Menteri Sosial Scott Morrison termasuk yang menghendaki agar isu legalisasi pernikahan sesama jenis ini diputuskan melalui referendum untuk mengubah pasal-pasal mengenai pernikahan di dalam konstitusi.
BACA JUGA: Persepsi Warga tentang Adiksi Sabu di Australia Berlebihan
Namun ketentuan menyebutkan bahwa referendum memerlukan bukan hanya suara mayoritas secara nasional melainkan juga harus mayorits dalam jumlah negara bagian.
Di sisi lain, sejumlah menteri menolak opsi referendum seperti ini, dan menyarankan opsi plebisit, yang hanya memerlukan suara mayoritas secara nasional, tidak perlu mayoritas di semua negara bagian.
Namun kelemahan opsi plebisit adalah karena hasilnya tidak mengikat bagi pemerintah.
Menteri Komunikasi Malcolm Turnbull misalnya menolak opsi referendum dan memperingatkan konsekuensi bagi pemerintah jika legalisasi pernikahan sesama jenis menjadi isu dalam pemilu mendatang.
"Ini akan menjadi isu panas dalam pemilu," kata Menteri Turnbull. "Tentu saja Partai Buruh menghendaki hal itu terjadi, karena mereka pikir bagus buat mereka."
Menurut Turnbull, parlemen bisa membuat UU baru yang mengatur bahwa hasil plebisit bersifat mengikat bagi pemerintah.
Ia sendiri mengusulkan opsi lain, yaitu agar isu ini divoting di parlemen dan salah satu pasalnya harus menyebutkan bahwa UU legalisasi pernikahan sesama jenis baru bisa berlaku jika disetujui mayoritas rakyat melalui plebisit.
"Dengan demikian pemerintah setidaknya telah menangani isu ini sebelum pemilu mendatang," katanya, seraya menambahkan terserah kabinet untuk memutuskan langkah terbaik.
Menteri lainnya, Menteri Pendidikan Christopher Pyne juga sependapat bahwa hal ini sebaiknya diputuskan melalui plebisit.
"Tidak perlu mengubah konstitusi melalui referendum yang biayanya pasti mahal sekali," katanya.
Jaksa Agung George Brandis juga sependapat bahwa isu legalisasi pernikahan sesama jenis sebaiknya diputuskan melalui plebisit.
Namun dukungan bagi opsi referendum juga datang dari anggota parlemen dari faksi pemerintah lainnya termasuk Dennis Jensen, meskipun dengan alasan berbeda.
Dr Jensen menyebutkan setuju referendum karena telah terbukti bahwa sejumlah isu yang diajukan melalui referendum di Australia ternyata gagal. Misalnya isu agar Australia berubah menjadi republik yang dilakukan di tahun 1990an.
"Jadi, melalui referendum, isu ini justru akan tenggelam dengan sendirinya," kata Jensen.
Konsekuensi politik
Seorang anggota parlemen faksi pemerintah Wyatt Roy secara terbuka menyatakan akan mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis jika divoting melalui parlemen, meskipun partainya memiliki kebijakan berbeda.
Ia mengakui sikapnya ini bisa membawa konsekuensi bagi karir politiknya.
"Dalam pemilu lalu, isu ini dijadikan senjata oleh lawan-lawan politik untuk menyerang saya," kata Roy kepada ABC.
Ia mengatakan isu semacam ini seharusnya melampaui batas politik.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dongkrak Industri Kulit Buaya, Pemerintah NT Manfaatkan Telur Buaya di Alam Liar