Kader Kelurahan Siaga Keluhkan Jaminan

Minggu, 04 November 2012 – 10:49 WIB
BOGOR-- Penolakan  rumah sakit terhadap warga Bogor, sebetulnya bukan kali pertama. Sehingga, kasus ini seharusnya menjadi perhatian pemkot yang telah melakukan MoU dengan rumah sakit-rumah sakit di Kota Bogor. Termasuk membentuk Kelurahan Siaga sebagai lembaga pelatihan masyarakat dan pendidikan Advokasi kesehatan bagi masyarakat.

Kabid Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Bogor drg Nanik Widayani mengatakan bahwa Kelurahan Siaga harus siap melayani masyarakat. “Mereka adalah kader-kader yang terlatih dalam menangani persoalan yang berkaitan dengan masyarakat, khususnya persoalan kesehatan,” ujarnya. 

Ia menambahkan, implementasinya sangat baik di masyarakat mereka selalu siap terhadap masalah kesehatan dan dalam  Forum Kelurahan Siaga se-Kota Bogor, Dinkes posisinya sebagai pembimbing.

Sayang, realisasi di lapangan sebaliknya. Ketua Kelurahan Siaga Kelurahan Curug Arifin mengaku belum merasakan realisasi Walikota Bogor Diani Budiarto.  Dulu, terangnya, Diani pernah menjanjikan kepada para kader Kelurahan Siaga akan mendapat Name Tag( sejenis kartu identitas kader) kepada seluruh kader Kelurahan Siaga se-Kota bogor, namun hingga hari ini belum ada realisasinya.

“Sehingga, pengalaman kami di lapangan tidak sedikit RS yang melakukan penolakan karena kamar klas III penuh. Sebenarnya pasien yang kami bawa bukan menginginkan kamar melainkan perawatan, untuk persoalan tempat, seharusnya bisa digunakan ruangan lain untuk sementara,” bebernya. Menurut dia, tak mungkin pasien komplain dengan tempat. Banyaknya pasien yang komplain malahan karena tidak ada perhatian dari RS, sekalipun terhadap pasien yang kondisinya sudah terbilang membahayakan.

“Kader Kelurahan Siaga sama sekali tidak digaji, tahun  ini hanya dapat kucuran dana sebesar Rp600 ribu. Tapi kami tidak pernah mempersoalkan, selama kami bisa menolong orang, hasilnyapun sangat membuat kami puas,” urainya.

Namun persoalannya, kata dia, ketika Kelurahan Siaga mendampingi pasien ada saja alasan rumah sakit untuk menolak pasien. “Sementara kami adalah lembaga resmi yang berdiri berdasarkan Permenkes,” tambahnya.

Arifinpu mengaku harus menjadi pembohong, utuk meloloskan pasiennya yang dianggapnya sudah harus mendapat perawatan. “Kalau rumah sakit tahu pasien membawa Jamkesda atau SKTM sudah ditebak jawabannya. Pasti ruangan penuh,” terang Aripin.

Untuk mensiasati RS, dia sering memasukkan pasien ke ruang manapun termasuk VIP jika benar-benar sudah tidak ada tempat lagi di RS. Pengalaman itu dia rasakan ketika mendampingi Asep Wasito, pasien dengan kulit bersisik.

“Saat itu pihak RS mengatakan tidak ada ruangan lagi, yang ada hanya VIP, sayapun menyanggupi setelah bermusyawarah dengan pihak keluarga,” tukas Arifin.

Setelah keluarga menandatangani surat pernyataan di atas materai untuk menempati VIP, ternyata dokter spesialis kulitnya sedang cuti sebulan. Karena mendapat janji dari RS Marzoeki Mahdi akan diterima ketika pasien dibawa ke RS PMI, akhirnya Arifin dibawa kembali ke RS PMI dan setibanya di sana diapun kembali tidak mendapatkan hasil.

“Setiap RS yang mengatakan ruangannya penuh, saya minta stempel dengan bubuhan tanda tangan dari pihak RS,” tuturnya.

Kejadian tersebut membuat Arifin selalu berharap, pemkot mampu memfasilitasi Kelurahan Siaga, agar tidak ada yang merasa ditipu janji-janji penjabat. “Name Tag saya rasa tidak sulit, tinggal kemauan pemerintah kota saja,” tuturnya.

Iapun menganggap pemerintah kota sebenarnya mampu bertindak tegas terhadap RS yang menghilangkan sebagian besar nuraninya. “ Seharusnya Pemerintah Kota bisa menegur, bagaimanapun  tanggungan biaya para pasien SKTM dan Jamkesda yang dirawat di RS tersebut akan dibayar pemkot melalui APBD, terkecuali memang Pemkot Bogor banyak hutang alias tidak dibayar,” terang Arifin.

Apalagi, lanjut dia, terkesan pemkot tidak ditakuti pihak rumah sakit. Ditambah RS menyepelekan keberadaan kader Kelurahan Siaga saat mendampingi pasien. “Beberapa kali melakukan pelayanan, banyak juga RS yang menganggap kami calo,” ujar Arifin.

Sementara itu, Humas RS Marzoeki Mahdi (RSMM) Farid Patutie mengatakan bahwa RS Marzoeki Mahdi punya aturan yang mengharuskan rumah sakit membatasi ruangan untuk penyakit umum. “ Kami punya aturan yang tidak boleh dilanggar, RS tidak boleh menyediakan lebih dari 15 persen kamar untuk penyakit umum, keterbatasan ruangan umum karena memang RS ini merupakan RS yang dikhususkan untuk  pasien jiwa,” tutur Humas RSMM dr Farid Patutie.  Farid menambahkan, RSMM  punya tempat tidur 480 untuk orang-orang gila. “Sehingga untuk penyakit jiwa tidak akan ada kata penuh,” tambahnya.

Farid pun menegaskan, tidak ada penolakan dari RSMM semua hanya kesalahfahaman, dokter jaga saat itu mengira bahwa pasien orang  mampu, karena pasien meminta ruangan VIP.(cr4)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Modus Perampokan, Gunakan Perempuan jadi Umpan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler