MAUMERE - Beras untuk keluarga miskin (Raskin) yang diperuntukkan untuk masyarakat kecil diduga disalahgunakan oleh Kades Nebe, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka. Dalam empat bulan terakhir raskin yang didroping ke Desa Nebe sebanyak 8.100 kg itu selain dibagikan kepada masyarakat, juga diduga dijual oleh kepala desa dengan harga Rp 300.000/karung.
Hal itu disampaikan salah seorang warga penerima raskin, Marta kepada koran ini di Maumere. Dia mengatakan, raskin yang didroping dari Dolog Maumere banyak disalahgunakan oleh kepala desa dengan menjual beras kepada masyarakat senilai Rp 300.000/karung. Dalam pembagian beras tersebut, kata Marta, warga yang tidak ikut dalam kerja bakti dan tidak mengikuti penguburan saat kematian langsung dicoret dan raskin tidak diberikan kepada warga tersebut.
Jika warga melakukan protes, kepala desa dengan sewenang-wenang tidak memberikan beras raskin kepada masyarakat. Bahkan mengatakan yang tidak ikut dalam kerja bakti sosial dan tidak ikut dalam penguburan tidak dibagikan beras raskin.
"Kepala desa dengan kekuasaannya dan dengan sewenang-wenang menjual beras yang seharusnya diperuntukkan kepada masyarakat banyak. Padahal raskin itu bukan untuk dijual tetapi untuk masyarakat," jelas Marta.
Marta menambahkan, dengan adanya perilaku kepala desa yang dengan sewenang-wenang dalam memanfaatkan kekuasaannya menjual beras milik warga itu, Marta nekat melaporkan kepada pihak kepolisian termasuk pihak yang membeli beras raskin tersebut. "Kami akan melaporkan itu kepada pihak kepolisian termasuk si pembelinya," ujar Marta.
Kasus yang sama juga pernah terjadi di Desa Wolon Walu, Kecamatran Bola dan Desa Paga, Kecamatan Paga. Untuk kasus Desa Wolon Walu dan Desa Paga itu pernah diproses dan bahkan pelakunya yang adalah kepala desa masuk penjara karena menjual raskin. Kini hal yang sama dilakukan lagi di Desa Nebe.
Kepala Dolog Maumere, H. Midin Yusuf kepada koran ini mengaku pendorpingan beras untuk warga Desa Nebe sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan. Pengawalan dimulai dari gudang sampai titik distribusi. Setiap pendropingan, jelasnya, selalu dilengkapi dengan berita acara. Dengan demikian setelah pendistribusian itu tugas dan tanggung jawab pihak Dolog berakhir. Apabila dalam penditribusian oleh kepala desa ada kesalahan maka iu bukan menjadi tanggung jawab pihak dolog.
"Kami melakukan pengawalan beras sampai pada titik distribusi. Pendistribusian itu selalu mengacu pada keterangan yang diberikan oleh Bagian Ekonomi Setda Sikka," ujar Midin.
Menurut Midin, pendistribusian Raskin untuk Desa Nebe hingga bulan April mencapai 8.100 kg. Dengan demikian dalam hal pendistribusian beras oleh pihak Dolog tidak mengalami hambatan. Semua penyaluran bersa itu telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan bila ada beras yang rusak dan mendapat laporan dari masyarakat, maka pihak Dolog siap menggantikannya.
Midin juga mengaku menyesal atas sikap Kades Nebe yang menjual beras milik warga tersebut. Midin mengaku, kasus yang dialami kepala desa Paga sebelumnya sempat menyeretnya ke meja hijau untuk dijadikan sebagai saksi ahli. Untuk itu Midin berharap jika beras tersebut diperuntukkan bagi masyarakat maka harus diberikan kepada masyarakat bukan disalahgunakan.
"Kasus serupa pernah terjadi di Desa Paga dan Desa Wolon Walu. Akibat ulah kepala desa yang tidak bertanggung jawab tersebut saya harus dijadikan sebagai saksi ahli di pengadilan," jelas Midin. (kr5/ito)
Hal itu disampaikan salah seorang warga penerima raskin, Marta kepada koran ini di Maumere. Dia mengatakan, raskin yang didroping dari Dolog Maumere banyak disalahgunakan oleh kepala desa dengan menjual beras kepada masyarakat senilai Rp 300.000/karung. Dalam pembagian beras tersebut, kata Marta, warga yang tidak ikut dalam kerja bakti dan tidak mengikuti penguburan saat kematian langsung dicoret dan raskin tidak diberikan kepada warga tersebut.
Jika warga melakukan protes, kepala desa dengan sewenang-wenang tidak memberikan beras raskin kepada masyarakat. Bahkan mengatakan yang tidak ikut dalam kerja bakti sosial dan tidak ikut dalam penguburan tidak dibagikan beras raskin.
"Kepala desa dengan kekuasaannya dan dengan sewenang-wenang menjual beras yang seharusnya diperuntukkan kepada masyarakat banyak. Padahal raskin itu bukan untuk dijual tetapi untuk masyarakat," jelas Marta.
Marta menambahkan, dengan adanya perilaku kepala desa yang dengan sewenang-wenang dalam memanfaatkan kekuasaannya menjual beras milik warga itu, Marta nekat melaporkan kepada pihak kepolisian termasuk pihak yang membeli beras raskin tersebut. "Kami akan melaporkan itu kepada pihak kepolisian termasuk si pembelinya," ujar Marta.
Kasus yang sama juga pernah terjadi di Desa Wolon Walu, Kecamatran Bola dan Desa Paga, Kecamatan Paga. Untuk kasus Desa Wolon Walu dan Desa Paga itu pernah diproses dan bahkan pelakunya yang adalah kepala desa masuk penjara karena menjual raskin. Kini hal yang sama dilakukan lagi di Desa Nebe.
Kepala Dolog Maumere, H. Midin Yusuf kepada koran ini mengaku pendorpingan beras untuk warga Desa Nebe sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan. Pengawalan dimulai dari gudang sampai titik distribusi. Setiap pendropingan, jelasnya, selalu dilengkapi dengan berita acara. Dengan demikian setelah pendistribusian itu tugas dan tanggung jawab pihak Dolog berakhir. Apabila dalam penditribusian oleh kepala desa ada kesalahan maka iu bukan menjadi tanggung jawab pihak dolog.
"Kami melakukan pengawalan beras sampai pada titik distribusi. Pendistribusian itu selalu mengacu pada keterangan yang diberikan oleh Bagian Ekonomi Setda Sikka," ujar Midin.
Menurut Midin, pendistribusian Raskin untuk Desa Nebe hingga bulan April mencapai 8.100 kg. Dengan demikian dalam hal pendistribusian beras oleh pihak Dolog tidak mengalami hambatan. Semua penyaluran bersa itu telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan bila ada beras yang rusak dan mendapat laporan dari masyarakat, maka pihak Dolog siap menggantikannya.
Midin juga mengaku menyesal atas sikap Kades Nebe yang menjual beras milik warga tersebut. Midin mengaku, kasus yang dialami kepala desa Paga sebelumnya sempat menyeretnya ke meja hijau untuk dijadikan sebagai saksi ahli. Untuk itu Midin berharap jika beras tersebut diperuntukkan bagi masyarakat maka harus diberikan kepada masyarakat bukan disalahgunakan.
"Kasus serupa pernah terjadi di Desa Paga dan Desa Wolon Walu. Akibat ulah kepala desa yang tidak bertanggung jawab tersebut saya harus dijadikan sebagai saksi ahli di pengadilan," jelas Midin. (kr5/ito)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Speadboat Tabrakan, 4 Tewas
Redaktur : Tim Redaksi