jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah seller online di Batam mengeluhkan beban pungutan yang meningkat sehingga mengakibatkan menurunnya omset. Keluhan tersebut terkait berlakunya PMK 199/PMK.04/2019 sejak 30 Januari 2020 lalu.
Keluhan ini disampaikan karena turunnya pendapatan dari bisnis online yang selama ini mereka terima. Sebagaimana diketahui dalam aturan baru tersebut, nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman yang tadinya USD 75 turun menjadi USD 3 per kiriman. Sehingga barang asal luar negeri yang dikirim dari Batam ke wilayah indonesia lainnya tadinya tidak kena pungutan negara karena masih dibawah USD 75, sekarang wajib membayar bea masuk dan PPN untuk setiap barang yang nilainya diatas USD 3.
BACA JUGA: Bea Cukai Fasilitasi Pelaku Industri Tingkatkan Ekspor dengan Kawasan Berikat
“Kami mendukung aturan terbaru terkait barang kiriman yaitu PMK 199/PMK.04/2019,” ujar Benny Soetrisno, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia.
Menurut Benny, kebijakan baru ini justru untuk kepentingan nasional bukan orang per orang maupun kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah mendengar masukan dari dunia usaha mengenai semakin meningkatnya impor barang kiriman yang dikhawatirkan akan mengganggu industri nasional terutama IKM.
BACA JUGA: Ini Langkah Bea Cukai Tekan Peredaran Rokok Ilegal
"Kebijakan baru ini diharapkan dapat menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan, antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari Industri Kecil dan Menengah (IKM) dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman yang masih banyak beredar di pasaran,” tegas Benny.
Dengan status Batam sebagai Kawasan Bebas maka seluruh barang dari luar negeri yang masuk ke Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor. Namun apabila barang dari luar negeri tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya maka akan dikenakan bea masuk dan pajak impor. Semuanya dalam rangka mendorong lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara dan meningkatkan investasi serta memperluas lapangan kerja di Batam.
BACA JUGA: Bea Cukai dan Pemda Dorong Optimalisasi PLBN Aruk Untuk Tingkatkan Perekonomian
Sedangkan untuk barang pindahan (personal effect), barang retur, dan barang transit yang berasal dari wilayah Indonesia lainnya dengan tujuan wilayah Indonesia lainnya melalui Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor sebagaimana telah berjalan selama ini. Begitu pula untuk menjamin keberlangsungan industri di Batam, maka barang produksi Batam yang dikeluarkan ke wilayah Indonesia lainnya tidak dikenakan bea masuk dan PPh, namun hanya dikenakan PPN dalam negeri.
Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kadin Indonesia, Tutum Rahanta menambahkan bahwa meskipun bea masuk terhadap barang kiriman dikenakan tarif tunggal, namun pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap masukan yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri. Hal ini mengakibatkan produk tas, sepatu, dan garmen dalam negeri tidak laku. Seperti diketahui beberapa sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk-produk luar negeri.
Melihat dampak yang disebabkan dari menjamurnya produk-produk tersebut, maka untuk komoditi tas, sepatu, dan garmen, pemerintah menetapkan tarif normal yaitu bea masuk sebesar 15 persen - 20 persen untuk tas, 25 pesen - 30 persen untuk sepatu, dan 15 persen - 25 persen untuk produk tekstil, PPN sebesar 10 persen, dan PPh sebesar 7,5 persen hingga 10 persen. Penetapan tarif normal ini demi melindungi industri dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Indonesia, Herman Juwono mengatakan bahwa PMK 199/2019 tidak mengubah ketentuan pengeluaran barang produksi lokal Batam ke wilayah Indonesia lainnya, namun mengatur ketentuan pembebasan dan tarif atas pengeluaran barang kiriman eks luar negeri dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya.
”Sebenarnya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pengeluaran barang produksi lokal Batam ke wilayah Indonesia lainnya telah diatur lama dan tidak ada yang berubah dengan PMK 199/2019 ini.” tegas Herman.
Kadin Indonesia mengapresiasi langkah Bea Cukai dalam menerapkan aturan ini karena telah melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat khususnya di Batam, serta upaya yang telah dilakukan Bea Cukai dalam menyiapkan sistem dan prosedur yang memberikan kemudahan cara pembayaran kepada Pos/PJT dan jaminan transparansi pembayaran melalui sistem tracking. Tidak hanya itu, apresiasi juga diberikan atas kesiapan Kantor Pusat Bea Cukai dalam memberikan asistensi di daerah Batam untuk mendukung masa transisi. (ikl/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi