jpnn.com - JAKARTA - Pengusaha terus berusaha membuat pemerintah membatalkan kebijakan pajak progresif pada bea keluar konsentrat mineral yang dieskpor. Melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mereka menuntut pemerintah merivisi penerapan tersebut. Sebab, hal tersebut dinilai bakal melukai industri pertambangan.
Ketua Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan, bea keluar yang besar dipastikan bakal memberatkan pengusaha. Bukan hanya dalam sisi pemasukan, keputusan tersebut juga membuat pengusaha susah mendapatkan investasi asing.
BACA JUGA: Harapkan Pemerintah Sediakan Insfrastruktur untuk Bangun Smelter
"Banyak investor yang selama ini memilih Indonesia karena murahnya bea keluar dari produk mineral tersebut. Kalau ternyata jadi mahal, maka sudah tidak menarik lagi," ujarnya di Jakarta,kemarin (18/1).
Dia menjelaskan, pemerintah selama ini selalu mengeluarkan kebijakan yang mendukung investasi di sektor pertambangan. Termasuk dalam pembuatan UU nomor 4 2009 dan peraturan pemerintahnya. Namun, kebijakan dari Kementerian Keuangan tersebut bakal mentralisir upaya tersebut.
Dengan kata lain, investor yang sudah tertarik bisa saja mundur teratur. "Ini kan tidak realistis. Seharusnya bea keluar itu harus mempertimbangkan keuntungan perusahaan dan industrinya. Serta, daya serap produk olahan mineral bagi pasar dalam negeri maupun luar," tambahnya.
Soal hukuman karena tak mematuhi undang-undang, Suryo mengaku besaran yang hingga 60 persen pada 2016 itu tak masuk akal. Padahal, banyak perusahaan pertambangan kecil yang bakal kesulitan pada tahap awal. Karena itu, seharusnya pemerintah tak main pukul rata terhadap semua perusahaan tambang.
"Peraturan ini kurang pas karena menurut hemat kami, kalau nilai tambahnya semakin kecil, pajaknya semakin besar. Dan kalau nilai tambahnya semakin besar maka pajaknya seharusnya semakin kecil. Lagipula 20 persen itu kan sudah punishment (hukuman). Kenapa harus ditambah-tambah lagi," tuturnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga cukup kecewa dengan proses pertimbangan kebijakan tersebut. Sebab, belum ada unsur pengusaha yang diminta pertimbangan mengenai kebijakan yang tertuang dalam PMK nomor 6 2014. "Kami harap pemerinta meninjau ulang. Dan, kami minta diajak untuk tinjau kembali hal itu Jangan sampai ini merugikan semuanya," tegasnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan ketetapan pajak progresif untuk ekspor mineral melalui permen Keuangan No 6/PMK.011/2014. Dalam ketetapan tersebut, tarif bea keluar diterapkan naik bertahap. Mulai tahap pertama 20 persen hingga dengan 60 persen bakal dirubah setiap semester sampai dengan 31 Desember 2016. "Ini untuk mendorong pelaku usaha segera melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dengan membangun pabrik smelter," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri.
BACA JUGA: 2014, Adhi Karya Bangun 5 Hotel
Sebagai rincian, tahap awal pajak progresif tembaga sejak 12 Januari sampai 30 Juni 2014 ditetapkan sebesar 20 persen. "Kemudian, BK bakal naik 5 persen lagi menjadi 25 persen pada semester kedua tahun ini. Pada 2015 bea yang berlaku menjadi 35 persen dan kembali naik 1 Juli 2015 menjadi 42 persen. Tahap akhir, BK bakal ditetapkan menjadi 52 persen pada 2016 dan disempurnakan menjadi 60 persen pada semester kedua. (bil)
BACA JUGA: Cuaca Ekstrim, Maskapai Tak Sediakan Ganti Rugi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Investor Respons Negatif Akuisisi PGN
Redaktur : Tim Redaksi