jpnn.com - PONTIANAK – Tidak semua kalangan mendukung wacana penghentian sementara (moratorium) Ujian Nasional (UN).
Ada yang menilai, kebijakan itu merupakan langkah mundur dalam dunia pendidikan di Indonesia.
BACA JUGA: Kimia Perlu Diajarkan ke Jenjang SMP
Pasalnya, masing-masing daerah menjadi tidak mengetahui tingkat kualitas pendidikannya.
“Menjadikan kita sulit melihat standar secara nasional,” kata Dr Alexius Akim, Kepala Disdikbud Kalbar, seperti diberitakan Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group).
Akim menilai, dua tahun terakhir, pola pendidikan sudah berjalan dengan baik. Lantaran UN tidak menjadi penentu kelulusan. Sehingga siswa tidak terbebani dalam proses belajar mengajar. “Kalbar pun bisa melihat posisinya secara nasional di mana. Begitu juga dengan provinsi lainnya,” katanya.
Tetapi, tambah dia, posisi itu tidak akan diketahui, manakala UN dihapuskan.
Hal tersebut tentu sangat disayangkan. Masing-masing daerah akan merasa lebih baik dibandingkan lainnya.
“Jadi tidak ada ketetapan standarnya. Kalbar merasa lebih hebat, Lampung lebih hebat, Aceh lebih hebat dan lain-lainnya. Jadi siapa yang hebat sebenarnya,” tanya Akim.
Dia juga khawatir, perubahan ini meningkatkan kerawanan terjadinya Pungutan Liar (Pungli).
BACA JUGA: APLN Bangun Gedung Universitas Gunadarma di Cimanggis
“Ini rawan Pungli. Karena tidak ada indikator secara nasional yang bisa dijadikan landasan,” jelas Akim.
Keputusan moratorium UN, kata Akim, belum bersifat final. Lantaran Presiden belum melakukan rapat terbatas dengan Menteri Pendidikan terkait moratorium UN tersebut.
“Saat sudah digelar, apapun keputusannya, kita harus terima,” ucapnya.
Menurut Akim, yang disebut moratorium UN itu, bukan penghapusan secara keseluruhan, melainkan diserahkan pelaksanaannya kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk SMA dan SMK.
BACA JUGA: Guru Aneh, Siswa Dihukum Makan Bangkai Cicak
Sedangkan SD dan SMP dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot).
“Cuma, mengenai bagaimana bentuk UN itu nantinya dilaksanakan di masing-masing daerah, masih menunggu hasil keputusan rapat terbatas. Karena Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) dan Juknis (Petunjuk Teknis) masih belum ada,” jelas Akim.
Lebih baik, saran Akim, pemerintah membenahi pemanfaatan UN itu ketimbang menghapus atau menghentikan pelaksanaannya.
“Pemanfaatan itu bisa saja, mereka yang sudah lulus UN tidak harus mengikuti ujian lagi saat masuk ke Perguruan Tinggi,” tutupnya. (isf/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... UN Dihapus, Anang Hermansyah: Kerja Mendikbud Tidak Fokus
Redaktur : Tim Redaksi