JPNN.com

Kajian Dominus Litis, Mahasiswa dan Pakar Hukum Nilai Berpotensi Terjadi Abuse of Power

Minggu, 02 Februari 2025 – 18:00 WIB
Kajian Dominus Litis, Mahasiswa dan Pakar Hukum Nilai Berpotensi Terjadi Abuse of Power - JPNN.com
Ribuan mahasiswa dari berbagai elemen mengikuti seminar politik hukum kajian mahasiswa bertema Implementasi Asas Dominus Litis Dalam Perubahan KUHAP di Indonesia di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangsel. Foto: Supplied

jpnn.com, JAKARTA - Ribuan mahasiswa dari berbagai elemen mengikuti seminar politik hukum kajian mahasiswa bertema "Implementasi Asas Dominus Litis Dalam Perubahan KUHAP di Indonesia" di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat, 31 Januari 2025.

Seperti diketahui, asas Dominus Litis memberi kewenangan penuh kepada jaksa dalam perkara pidana, sesuai dengan sistem hukum nasional.

BACA JUGA: Pakar Hukum Nilai Pilkada Banggai 2024 Diwarnai Kecurangan Sistematis

Pada kajian ini, Pakar Hukum Tata Negara Fachri Bachmid menyoroti perlunya pengawasan agar keputusan penuntutan tetap objektif dan bebas dari intervensi politik.

Fachri menekankan tanpa kontrol yang kuat, kewenangan ini berpotensi disalahgunakan, terutama dalam kasus yang menyangkut kepentingan elite.

BACA JUGA: Pakar Hukum: Desakan ke KPK Sebagai Serangan Balik Koruptor Terhadap Jampidsus

Oleh karena itu, kata dia, diperlukan reformasi sistem hukum, termasuk mekanisme judicial review dan peningkatan akuntabilitas, untuk memastikan keadilan tetap terjaga.

Adanya petisi yang menolak Dominus Litis yang telah ditandatangai oleh lebih dari 37 ribu orang juga menjadi sorotan.

BACA JUGA: Pakar Hukum Pidana Menilai Pasal Kontroversial di UU Kejaksaan Perlu Dikaji Ulang

"Hal tersebut diafirmasi karena asas Dominus Litis di luar (negeri) sama di Indonesia cukup berbeda dalam penangan suatu tindak perkara pidana," kata Fachri.

"Penolakan ini juga sebagai bentuk dalam mencegah Kejaksaan agar tidak terjadinya absolutism kekuasaan serta abuse of power dalam ranah Lembaga Kejaksaan," tambahnya.

Sementara menurut Akademisi UIN Jakarta Alfitra, asas ini diterapkan untuk memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam proses penuntutan, menggantikan sistem lama dimana penuntutan dilakukan secara perseorangan.

"Tujuannya adalah untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan memastikan bahwa perkara pidana ditangani secara profesional demi kepentingan umum," katanya.

Penguatan asas Dominus Litis dalam Rancangan KUHAP menimbulkan kekhawatiran akan tumpang tindih kewenangan antara kejaksaan dan kepolisian.

Salah satu sorotan utama adalah pada Pasal 12 Ayat 11, yang memungkinkan jaksa mengintervensi penyidikan jika laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti dalam 14 hari.

"Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi independensi penyidik kepolisian dan memicu konflik antar lembaga penegak hukum," kata dia.

Selain itu, lanjutnya, kewenangan jaksa dalam mengontrol penyidikan, termasuk menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan, juga mendapat kritik.

Sedangkan Oksidelfa Yanto menyoroti asas dominus litis menempatkan jaksa sebagai pemegang kendali penuh atas perkara pidana, termasuk keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan penuntutan.

Hal ini sejalan dengan sistem hukum Indonesia yang memberikan kewenangan besar kepada Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara, meskipun asas ini memastikan adanya kejelasan dalam mekanisme penuntutan.

"Menekankan bahwa dalam praktiknya, kewenangan yang terlalu besar di tangan jaksa dapat membuka ruang bagi intervensi politik atau penyalahgunaan kewenangan, yang dapat mempengaruhi objektifitas dalam penegakan hukum," ujarnya.

"Beberapa pihak berpendapat bahwa kewenangan ini seharusnya berada di tangan hakim guna menjaga prinsip checks and balances," kata Oksidelfa. (rhs/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahmed Zaki pun Mengaku Tidak Tahu Siapa yang Membuat Pagar Laut di Tangerang


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler