Kami berbicara dengan mantan pemain judi online untuk menyelami seluk-beluk judi online, termasuk yang membuat mereka kesulitan berhenti, hingga akhirnya bisa berhenti. Pakar digital forensik dan psikolog mencoba menjelaskan sejumlah langkah penanganan judi online.

Judi online telah menjadi isu nasional, dianggap meresahkan bahkan oleh para pemainnya. Banyak dari mereka yang berusaha keluar dari kebiasaan yang membuat hidupnya hancur berantakan. 

BACA JUGA: DMI Imbau Remaja Gabung Prima Agar Terhindar dari Judi Online

Hanya bermodalkan Rp20.000

Kami bertemu dengan Anton, bukan nama sebenarnya, saat menemukannya di sebuah grup di sosial media berisi orang-orang yang mengaku "korban" judi online, yang juga ingin mencoba berhenti.

Anton bercerita ia pertama kali mencoba judi online tahun 2021 lalu, setelah diajak dua teman kerjanya.

BACA JUGA: Firnando H. Ganinduto Dorong Inovasi OJK Mendeteksi Judi Online

"Saya dibuatin akun, disuruh deposit seratus ribu, terus diajarin cara mainnya," ujar pria asal Jawa Tengah tersebut.

Untuk membuka situs judi online tersebut, Anton hanya membutuhkan nomer rekening bank atau e-wallet.

BACA JUGA: Jangan Sampai Kontrak PPPK Diputus karena Hal-hal Sepele

"Saya dulu kebanyakan main [slot] Gate of Olympus dan Starlight Princess, dan di dalam situsnya sudah disediakan macam-macam pilihan untuk deposit, bisa melalui rekening bank, e-wallet, bahkan pulsa," tuturnya.

Ia menjelaskan ada dua cara untuk bermain permainan yang termasuk jenis game slot ini. 

Pertama, secara manual dengan mempertaruhkan deposit Rp200 per sekali putar, atau kedua, dengan membeli fitur otomatis yang dikenal dengan free spin seharga Rp20 ribu rupiah untuk 15 kali putar.

"Modal depositnya minimal Rp20.000, dengan iming-iming setiap deposit dan kekalahan akan diberi cashback mingguan. Kalau beli free spin Rp20 ribu, jika menang maksimal atau maxwin sudah pasti Rp1 juta di tangan, tapi kalau kalah hangus semua," 

Anton mengaku pernah menang Rp25 juta dalam permainan tersebut. Pernah juga ia menaruh  deposit hingga Rp5 juta.

Menurutnya, perjudian dalam bentuk slot ini terletak pada harapan terjadinya angka perkalian dari sistem, yang akan melipatgandakan uang yang dipertaruhkan. 

Angka perkalian ini bervariasi, mulai 2 hingga 1.000 kali. 

Dengan tampilan menarik seperti permainan game biasa dan modal taruhan yang tak perlu besar, dikatakan Anton menjadi salah satu faktor yang membuatnya kerajingan.

Tapi Anton mengaku tidak pernah menikmati uang kemenangannya. 

"Karena duit panas gitu akhirnya ya habisnya cepat, enggak jelas ... jumlah kekalahan kalau ditotal kurang lebih sekitar Rp50 juta."'Saya memilih judi online'

Erlangga Bayu juga pertama kali mencoba judi online pada 2021. 

Tapi berbeda dengan Anton, Erlangga mengaku berani berjudi justru karena ia punya pengetahuan yang cukup lengkap tentang judi online.

"Maksudnya informasi lengkap adalah ini permainannya begini, bisa untungnya seperti ini, ruginya seperti ini ... itu kan ada bet, misalnya ada yang sepuluh ribu rupiah dan seratus ribu rupiah, apa bedanya menang bet yang seratus ribu rupiah dan sepuluh ribu rupiah," ujarnya.

Pandemi COVID-19 serta statusnya yang baru bercerai saat itu menjadi salah satu penyebab kebiasannya berjudi.

"Waktu itu bisnis drop dan saya mau keep up dengan income yang sama seperti sebelum COVID, sehingga akhirnya dengan informasi yang saya punya itu, saya memilih judi online," jelasnya.

"Enggak ada controlling [dari keluarga], rasanya kayak bujangan lagi, begadang-begadang lagi."

Erlangga menampik dirinya "terjebak" judi online, karena keputusan itu ia ambil dengan sadar, meski ia tahu ada cara lain, misalnya seperti jual-beli mata uang asing.

"Tapi saya memilih judi online," kata Erlangga.Pernah menang hingga 300 juta

'Slot' adalah jenis judi online yang juga dilakoni Erlangga, yang dulunya pernah punya bisnis ritel tembakau.

"Kita bisa main kapan saja, enggak kenal waktu."

"Dan menurut saya game slot ini destruktif sekali, karena tidak seperti judi bola, misalnya, yang harus ada pertandingan bolanya dan kita enggak bisa main kalau pertandingannya selesai."

"Slot itu tidak terasa, setiap kita main bet-nya kan mungkin hanya lima ribu atau sepuluh ribu perak, tapi enggak terasa mainnya sudah banyak ... sementara kalau judi bola atau kartu, sekali pasang [taruhan] nominalnya harus besar."

Erlangga mengaku kemenangan terbesarnya dari judi slot ini pernah hingga Rp300 juta.

Toh kemenangan itu tidak membuatnya tambah kaya, malah pekerjaannya menjadi keteteran dan meninggalkan banyak tunggakan. 

Untuk modal main judi dan menutup biaya hidup, ia harus menjual dua mobilnya, meminta pinjaman tanpa agunan pada bank, dan memaksanya menggunakan semua kartu kreditnya.

"Semuanya sudah saya jual, kecuali handphone di tangan, itu pun sudah downgrade beberapa kali."

"Satu kartu kredit saya limitnya lebih dari seratus juta, itu habis semua, jumlahnya dulu ada lima ... totalnya [sudah habis] dua sampai tiga miliar." Penyebab susah berhenti

Baik Anton maupun Erlangga sama-sama sepakat kalau kekalahan adalah faktor terbesar yang membuat mereka susah berhenti berjudi.

"Saya tidak bisa berhenti karena saya selalu ingat uang yang sudah habis, rasanya enggak terima," tutur Anton.

"Saat saya deposit lagi, itu bukan saya suka banget sama permainannya, tapi karena saya habis kalah," kata Erlangga.

"Karena saya kalah, makanya saya harus main lagi," tambahnya.

Dan ketika menang, apalagi kemenangan besar, mereka ingin merasakannya lagi.

"Judi online ini enggak pernah nipu transaksinya, enggak pernah nipu di uangnya ... justru karena kita pernah menang besar banget itulah kita berharap itu terjadi lagi," kata Erlangga.

"Kalau enggak pernah menang, mungkin bisa lebih cepat berhentinya. Tapi karena kami pernah menang itu, jadi ada harapan-harapan palsu sehingga kami main terus," tambahnya.

Saat Erlangga menang Rp300 juta, misalnya, ia tahu kalau sebenarnya bisa digunakan untuk membayar sewa rumah selama dua sampai tiga tahun dan hidup tenang.

"Yang terjadi, saya pakai untuk beli gadget, sisanya saya deposit untuk main lagi."

"Jadi kalau kalah, dia [si penjudi] akan berusaha membalas kekalahan dan kalau menang, dia akan merasa kurang."

"Menurut saya, [teori] untuk berhenti kalau sudah menang itu omong kosonglah, enggak ada itu."  Korban atau pelaku?

Pertengahan Juni lalu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan pihaknya sudah mendaftarkan nama-nama korban judi online yang hidup miskin ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial sebagai penerima bantuan sosial dari negara.

Muhadjir juga mengakui ada dampak ekstrem lain dari judi online, yakni gangguan kejiwaan. 

Pernyataan Muhadjir menuai pro dan kontra dari berbagai lapisan masyarakat. 

"Kami tolak inisiasi dari Pak Muhadjir Effendy untuk memberikan bansos kepada para pelaku judi online ini. Mereka bukan korban, mereka adalah pelaku dan ini adalah tindakan pidana," tutur Anggota Komisi VIII DPR Wisnu Wijaya Adiputra. 

Sementara mereka yang mendukungnya mengingatkan jika banyak pemain judi online, seperti halnya pemakai narkoba, juga merupakan korban yang kecanduan.

Nirmala Ika,  Psikolog klinis dan konseling sekaligus Co-founder dari Enlightmind menjelaskan secara psikologis, biasanya di balik adiksi ada sesuatu yang hilang dari diri seseorang.

"Jadi sebenarnya judi, rokok, makan, atau bahkan seks itu, adalah cara yang dipakai orang untuk fulfilling kebutuhan yang tidak terpenuhi yang membuat dia gelisah ... pada dasarnya perasaan manusia itu ia ingin dicintai, ingin diakui, dan merasa mampu," kata Ika.

Ika mencontohkan salah satu kliennya yang punya kebutuhan pengakuan bahwa dia mampu. Sejak kecil kedua orangtuanya menekankan ukuran untuk dianggap mampu adalah jika ia punya banyak uang.

"Sehingga ketika ia mencoba berjudi dan menang, ... ia merasa 'oh benar nih, aku bisa berhasil di sini' dan kebutuhan pengakuan tadi juga terpenuhi."

"Ketika kita merasa [kebutuhan yang terpenuhi] itu enak, kita pakai jalan itu terus-menerus hingga kecanduan. Karena itu cara yang paling singkat ... ada banyak cara untuk memenuhinya sebenarnya, tapi lebih lama, lebih effort ... padahal kita biasanya maunya yang instan."

"Kalau ada sesuatu yang membuat ia sendiri tak berdaya, yang dia sendiri enggak pengen punya rasa itu, yang menyebabkan ia berlari ke adiksinya, ya dia memang korban," jelas Ika. 

Ia menilai dibanding memberikan bantuan sosial, pemerintah lebih baik mengalokasikan anggaran ke akses konseling melalui BPJS.

"Buka akses BPJS di mana mereka bisa mendapat pelayanan konseling di puskesmas atau di rumah sakit-rumah sakit rujukan ... atau mungkin ada nomor hotline layanan konseling nasional yang bisa dihubungi ... karena asuransi [swasta] belum meng-cover biaya konseling."

"Saya juga belum melihat lembaga bentukan negara yang dibuat untuk menangani adiksi selain narkoba," tambah Ika. 

"Kalau sudah tersedia layanan konseling, ada bantuan, ada keluarga dan orang-orang terdekat yang membantu, tapi mereka tidak mau mengakses dan merasa mereka baik-baik saja tapi merugikan orang lain, di situlah dia juga menjadi pelaku."Saat akhirnya berhenti berjudi

Setelah sekitar 2,5 tahun terjerat judi online, Anton akhirnya memilih berhenti dari kebiasaannya. 

"Karena saya sudah tidak punya apa-apa, banyak utang, menyusahkan diri sendiri yang imbasnya ke keluarga, dan kerja juga jadi malas tidak fokus, sangat dirugikan," kata Anton.

Karena kebiasaan berjudinya berasal dari teman-teman di kantornya, yang pertama kali ia lakukan adalah keluar dari kerjanya untuk memutus rantai judi online yang menjeratnya.

"Saya waktu itu resign karena ingin menghindari lingkungan pertemanan, resign-nya juga baik-baik, tidak meninggalkan kecacatan nama baik."

Tapi jalannya untuk berhenti tidaklah mulus, ia mengaku masih kecanduan di tempat kerja barunya.

"Alhasil saya sering geser-geser uang nasabah, dan akhirnya motor digadai, sertifikat rumah digadai, untuk menutup uang nasabah ... saya bertanggung jawab."

Ia pun memutuskan untuk tidak lagi bekerja di bidang keuangan atau koperasi untuk mengurangi risiko kembali jatuh ke lubang yang sama.

Sempat sulit mencari kerja, Anton kini bekerja di gudang salah satu gerai online dan sudah tidak lagi berjudi.

Erlangga juga akhirnya berhenti berjudi, setelah ia sudah tidak punya apa-apa lagi.

"Yang membuat saya berhenti itu karena akhirnya sudah tidak ada yang saya bisa deposit lagi," ujar Erlangga.

"Kalau saya tuh benar-benar harus dibuat nol, benar-benar enggak bisa deposit lagi, padahal saya harus kasih bulanan ke mantan istri dan anak."

"Saya enggak bisa ngasih itu, dan di situ akhirnya saya baru sadar kalau saya sudah kalah."

Meski belum berada di titik yang sama seperti saat belum terbelit judi online, pria yang kini bekerja serabutan sebagai penyedia barang untuk sejumlah instansi di Jakarta ini merasa jauh lebih baik.

"Sekarang baik fisik dan mental saya lebih sehat ... saya merasa memegang uang sedikit juga enggak apa-apa kok, yang penting happy, dulu tuh enggak ada mindset begitu," kata Erlangga.

Ika menilai kesadaran diri adalah kunci terpenting dari upaya untuk berhenti dari judi online, terutama bagi yang sudah kecanduan.

"Memang ada cara lain seperti memutus aksesnya sama sekali, tapi harus hati-hati penanganannya jika sedang 'sakau' ... tapi kalau awalnya sudah punya kesadaran sendiri, mungkin ada masa-masa relapse,.tapi udah ada niat untuk menemukan masalah utama yang menyebabkan adiksinya tadi."

Kondisi Anton dan Erlangga yang memilih untuk berhenti berjudi online memang belum kembali seperti yang dulu karena masih harus membayar angsuran dan cicilan. 

Tapi keduanya yakin pilihan untuk memulai lembar yang baru ini jauh lebih baik.

"Saya bersyukur dukungan keluarga sangat baik ... pelajaran untuk saya, harus banyak bersyukur dan lebih berhati-hati dalam memilih teman, mana yang menjerumuskan dan yang tidak," kata Anton.

"Pendapatan saya sekarang masih jauh dibanding yang kemarin, saya benar-benar merintis lagi dari nol ... belajar ikhlas," ujar Erlangga.

Ia berharap orang-orang yang memerlukan bantuan dari kebiasaan judi lebih berani terbuka kepada keluarga atau orang-orang terdekat mereka.

"Saya rasa controlling dari keluarga atau teman secara positif yang tidak menyudutkan atau tidak menyalahkan itu membuat kita nyaman dan tenang untuk berhenti," kata Erlangga.Pesan untuk pemerintah

Indonesia memiliki Satuan Tugas Judi Online, yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Poltik, Hukum dan Keamanan, Hadi Tjahjanto. 

Ia mengatakan ada tiga operasi yang menjadi prioritas penanganan judi online.

"Pertama, pembekuan rekening, kedua, penindakan jual-beli rekening dan ketiga penindakan terhadap transaksi game online melalui top-up di minimarket,” ujarnya kepada wartawan, Juni lalu.

Hadi mengutip catatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang menyebut terdapat 4.000 sampai 5.000 rekening mencurigakan yang diduga untuk judi online yang sudah diblokir.

Ia juga mengatakan akan melibatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk menindak pelaku jual-beli rekening, yang diduga dilakukan di kampung-kampung.

Setelah melakukan tiga langkah prioritas tadi, barulah satgas melalui Kominfo akan akan menutup akses internet service provider.

Menanggapi langkah prioritas yang diambil pemerintah, pakar forensik digital Ruby Alamsyah menilai "satgas belum tahu seperti apa judi online itu sebenarnya dan belum paham apa solusi yang efektif."

Ruby mengingatkan, seperti namanya, judi online berarti semua aktivitasnya ada di dunia maya, seperti melalui aplikasi, media sosial, WhatsApp, dengan menggunakan data para pejudi yang pernah mengaksesnya.

"Mereka memang punya data orang-orang yang pernah menjadi user di sistem mana pun, dan data itu dijual-belikan juga ... jadi kecil kemungkinannya ada yang menawarkan yang berkaitan dengan judi online secara fisik di lapangan, beda dengan judi sabung ayam, misalnya."

Ruby menambahkan, pemblokiran rekening juga tidak efektif karena tidak memutus mata rantai, dan justru membiarkan orang membuat rekening palsu untuk judi online.

"Yang harusnya jadi pertanyaan adalah, kenapa segitu gampangnya para oknum ini bisa membuat rekening palsu di bank kita baik secara tradisional maupun digital? Padahal menurut aturan BI dan OJK, kan aturan KYC (Know Your Customer) kita saat membuat rekening ketat."

Langkah pelarangan top-up di minimarket juga menurutnya tidak solutif, karena banyak cara lain yang bisa dilakukan secara online.

Erlangga mengatakan saat ia masih berjudi online, cara depositnya menggunakan QRIS dan virtual account.

"Padahal kan QRIS dan virtual account itu statusnya harus business account, berarti minimal saat daftar kita harus punya usaha, enggak bisa perorangan. Dan punya badan usaha itu enggak mudah, verifikasi-nya banyak dan berlapis. Tapi kok bisa tembus?"

Menurut Erlangga, salah satu cara yang solutif menangani judi online adalah dengan mempersulit proses deposit.

"Jadi enggak apa-apa website-nya masih bisa diakses walaupun tanpa VPN, tapi kalau enggak bisa deposit, orang mau ngapain? Atau misalnya proses depositnya panjang, melibatkan pihak ketiga, harus ada syarat ini-itu."

"Saran saya, tutup proses transaksinya, kuncinya di payment gateway." 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Mantan Ketua KPU Hasyim Asyari Terbukti Melakukan Tindakan Asusila

Berita Terkait