Kerusuhan yang berakhir dengan tindak kekerasan menentang hasil pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Indonesia turut menimbulkan rasa khawatir bagi beberapa pihak di Australia. Reaksi kalangan pendidikan Australia
BACA JUGA: App Anti Penggerayangan Terhadap Perempuan Populer di Jepang
Kegelisahan ini khususnya melanda kalangan pendidikan terutama universitas atau sekolah yang memiliki program pertukaran pelajar ke Indonesia.
Beberapa sekolah di sini sudah merencanakan akan melakukan study tour ke Indonesia di bulan Juni dan Juli 2019.
BACA JUGA: Turis Indonesia Ditahan di Perth Bawa Bahan Porno Anak-Anak
Silvy Wantania, guru Bahasa Indonesia di sebuah sekolah Australia di kawasan Bachus Marsh, sekitar 60 km dari ibukota negara bagian Victoria Melbourne mengatakan 15 muridnya akan berpartisipasi dalam program study tour ke tiga kota di Indonesia di antaranya adalah Jakarta, Yogyakarta dan Bali.
Namun travel warning dari pemerintah Australia terkait kondisi Jakarta setelah kejadian tanggal 21 dan 22 Mei membuat beberapa orangtua murid panik.
BACA JUGA: Joko Widodo Dan Prabowo Serukan Warga Untuk Tidak Anarkis
"Tadi malam saya tidak bisa tidur karena satu orangtua kirim e-mail tentang travel warning dari pemerintah Australia yang mengatakan akan ada serangan teroris," ungkapnya.
Menurutnya, rasa panik tersebut muncul akibat kurangnya pengetahuan mereka akan Indonesia.
"Sebagian besar orangtua murid belum pernah ke Indonesia," kata guru yang sudah mengajar tiga tahun di sekolah tersebut.
"Jadi kalau di media lihat orang bakar mobil dan tembak-tembakan pasti takut. Sedangkan kita sebagai orang Indonesia pasti tahu kalau tetap ada daerah yang aman." Photo: Silvy Wantania mengajar bahasa Indonesia di salah satu sekolah di Victoria (Supplied)
Menurut Silvy, konflik ini turut mempengaruhi jumlah siswa yang berminat untuk belajar Bahasa Indonesia.
"Kalau sampai isu ini terus bertambah, tidak hanya trip ini yang akan terpengaruh, tapi seluruhnya, karena ini pun jumlah siswa yang belajar Bahasa Indonesia menurun lagi."
Kekhawatiran itu tidak hanya dirasakan di sekolah menengah.
Universitas Tasmania juga akan menyelenggarakan program studi lapangan di bidang lingkungan dan konservasi budaya tanggal 28 Juni sampai 12 Juli 2019.
Program ini yang melibatkan 14 mahasiswa tersebut akan melakukan kunjungan ke Jakarta, Bali dan Sumatera.
Taufiq Tanasaldy, pengajar senior Studi Asia dan Studi Indonesia yang mengorganisir program tersebut gelisah karena program dua minggu tersebut terancam batal.
"Sudah pasti ada kekhawatiran. Karena dulu pada saat ada bencana alam saja program ini harus dipindahkan dan bahkan sempat dibatalkan. Apalagi kalau sudah masalah keamanan di jalan." katanya kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia. Photo: Taufiq Tanasaldy dosen di Universitas Tasmania di Hobart. (Foto: Supplied)
Dosen asal Indonesia yang sudah mengajar 10 tahun tersebut berharap agar pemerintah Indonesia dapat menjaga citra negara yang positif agar minat mahasiswa Australia terhadap Indonesia meningkat.
"Pemerintah Indonesia harus benar-benar menjaga kondisi dalam negeri, jangan sampai membuat potensi kunjungan mahasiswa malah dibatalkan," ungkapnya.
"Ini pasti akan berdampak karena mereka tidak akan mengirim atau merilis mahasiswa kalau daerahnya tidak aman."Peringatan perjalanan masih berlaku
Sementara itu, Monash University di Melbourne terus memantau perkembangan di Indonesia dengan seksama.
Ini disebabkan karena Monash sekarang memiliki program bernama Global Immersion Guarantee (GIG) dimana para mahasiswa tahun pertama di universitas tersebut dari Jurusan Seni dan Studi Global dikirim ke Indonesia untuk belajar lebih jauh mengenai bahasa dan kehidupan di sana.
Yacinta Kurniasih sebagai salah satu penyelenggara GIG yakin bahwa program yang akan diadakan Januari 2020 masih akan tetap berjalan.
"Kami memonitor situasi tapi tetap optimistis akan mengirim mahasiswa dalam program GIG."
Program GIG Monash University baru dimulai di tahun 2018 dimana setiap tahunnya universitas tersebut akan mengirimkan ratusan mahasiswa untuk melakukan perjalanan ke Indonesia.
Sementara itu di media sosial seorang peneliti asal Indonesia yang sekarang bekerja di Universitas Melbourne menulis kekecewaannya soal kerusuhan di Jakarta yang dirasakan dampaknya terhadap kerjasama penelitian antara Indonesia dan Australia.
Karena adanya kerusuhan tersebut, Universitas Melbourne juga menaikkan peringatan perjalanan ke level 3.
"Yak terimakasih para perusuh jalanan dan politisi yang mengompori, Melb Uni menaikkan travel warning Indonesia ke level 3."
"Para peneliti kampus disarankan tidak ke Indonesia. Kerjasama riset mandek dulu serta turunnya akan makan waktu."
"Mantaap.... semua berantakan, sudah capek-capek keliling 3 kota di Indo mengajak kerjasama riset." tulis peneliti tersebut di akun Facebooknya. Photo: Perjalanan pelajar Australia ke Indonesia diharapkan bisa menjalin persahabatan lebih erat dibandingkan berkomunikasi lewat internet. (ABC News: Helen Brown)
Pemerintah Australia sendiri sampai hari Kamis (23/5/2019) masih mengeluarkan peringatan agar warganya berhati-hati bila melakukan perjalanan ke Indonesia, walau situasi di ibukota Jakarta hari Kamis dillaporkan sudah tenang.
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) di situsnya mengatakan Indonesia sedang dalam keadaan tidak aman.
DFAT menghimbau warganya untuk menghindari beberapa kawasan di Jakarta yang menjadi pusat bentrokan antara pengunjuk rasa dan pihak keamanan sebelumnya.
"Hindari tempat-tempat dimana ada protes, unjuk rasa karena peristiwa itu bisa berubah menjadi tindak kekerasan." kata DFAT.
Secara khusus DFAT menyebutkan bahwa daerah yang harus dihindari untuk dikunjungi di Indonesia adalah Poso di Sulawesi Tengah dan provinsi Papua.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembatasan Fitur Medsos Demi Tangkal Hoaks Perlu Untuk Kondisi Darurat