jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah pusat harus tegas membuat aturan beserta sanksi larangan mudik dari DKI Jakarta ke daerah untuk memutus penyebaran Covid-19. Kalau sekadar imbauan, tidak akan efektif.
Wakil Ketua Komisi V DPR Syarief Abdullah Alkadrie mengatakan, sekarang ini belum ada keputusan tegas dari pemerintah pusat yang mengatur pelarangan mudik.
BACA JUGA: Jokowi Minta Kepala Daerah Pertegas Larangan Mudik
Menurutnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tidak bisa melarang warga untuk mudik.
PSBB hanya penegasan untuk pembatasan keramaian, physical distancing, social distancing dan lainnya.
BACA JUGA: Pemerintah Sedang Menyiapkan Kebijakan Larangan Mudik
Sekretaris Fraksi Partai Nasdem di MPR itu menegaskan bahwa kewenangan pelarangan mudik bukanlah wewenang Pemprov DKI Jakarta, melainkan pemerintah pusat.
“Karena itu (pelarangan mudik) harus keputusan pemerintah pusat. Sekarang, pemerintah pusat masih mengizinkan dan hanya mengimbau orang tidak mudik, dan bagi saya itu tidak efektif,” kata Syarief saat dihubungi JPNN.com, Jumat (10/4).
BACA JUGA: Ganjar Mengucapkan Terima Kasih untuk Pengorbanan Perantau yang Tak Mudik
Ketua DPP Partai Nasdem ini mengatakan bila mau efektif maka pemerintah pusat harus mengeluarkan larangan mudik beserta sanksi bagi yang melanggar. Pelarangan itu semata-mata dengan alasan dan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan untuk warga dalam upaya mencegah corona.
Menurut Syarief, mudik ini sudah menjadi sebuah tradisi di Indonesia. Nah, kata dia, kalau sudah bicara tradisi maka ini akan sulit untuk dihilangkan.
Namun demikian, ia berharap seharusnya tradisi untuk mudik itu tidak dilaksanakan dalam situasi pandemi COVID-19 ini.
Legislator Dapil I Kalimantan Barat itu menyatakan bahwa pemberian pemahaman kepada masyarakat harus diiringi dengan aturan pelarangan yang memiliki kekuatan hukum mengikat, termasuk sanksinya.
Hal ini semata-mata dilakukan demi keselamatan warga untuk pencegahan penyebaran pandemi Covid-19. “Jadi, saya kira kalau sifatnya imbauan memang akan terjadi seperti sekarang, masih banyak yang mudik,” katanya.
Syarief mengatakan meskipun nanti di dalam kendaraan umum posisi duduk dijauhkan antara satu sama lain, juga belum tentu efektif.
Menurut dia, itu hanya untuk menjaga sesama warga yang di dalam kendaraan tersebut.
“Namun, kita tidak tahu apakah yang berangkat itu sudah tertulari virus atau tidak. Ini yang mengkhawatirkan ketika sampai di daerah, apalagi daerah yang minim peralatan, petugas medis, sarana kesehatan. Ini tentu jadi problem baru di daerah itu,” paparnya.
Ia mengatakan kalau pelarangan dilakukan pemerintah tetap harus memerhatikan atau memberikan bantuan kepada warga yang tidak mudik itu.
Sebab, kata dia, tentu banyak juga dari yang mudik itu karena situasi dan kondisi akibat Covid-19, ini kehilangan penghasilan.
“Ya tentu harus dipikirkan juga tunjangan hidup untuk mereka. Kalau pemerintah melarang orang untuk mudik, konsekuensinya harus menyediakan tunjangan kehidupan bagi mereka untuk berapa bulan karena tidak ada penghasilan,” katanya.
Selain itu, Syarief meminta pemerintah melakukan tes massal Covid-19. Menurut dia, ini bisa menjadi alasan pemerintah untuk mencegah warga tidak mudik. Sebab, kata dia, bila nanti ada yang ditemukan hasil tesnya positif, maka tentu warga tersebut harus dikarantina atau isolasi, sehingga tidak bisa mudik.
“Itu juga untuk menghambat penyebaran virus, tetapi sekarang kan pemerintah tidak melarang mudik, tes massal juga belum dilakukan terutama untuk zona merah seperti DKI Jakarta atau, Jabodetabek,” katanya.
Dia memahami, mungkin saja pemerintah memiliki pertimbangan lain, seperti terbentur soal kemampuan keuangan dan peralatan. Namun, ia memastikan DPR lewat fungsi anggarannya akan mendukung pemerintah sepanjang untuk kepentingan penanganan Covid-19.
“Bagi kami DPR, anggaran yang sudah direalokasikan pemerintah untuk penanganan Covid-19 itu kami tidak persoalkan, yang penting ditangani secara benar. Silakan saja, sepanjang untuk kepentingan penanganan Covid-19,” pungkasnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy