Kalau Menterinya Saja Pesimistis, Apalagi Petani Garam

Kamis, 12 Mei 2016 – 07:04 WIB
Kalau Menterinya Saja Pesimistis, Apalagi Petani Garam

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Bidang Perindustrian dan Perdagangan DPP Partai Perindo, Hendrik Kawilarang Luntungan mengkritik sikap Menteri Perindustrian Saleh Husin soal produksi garam dalam negeri. 

Menurutnya, Menteri Saleh harusnya menebarkan optimistis dan menumbuhkan semangat para petani garam, bukan justru sebaliknya. 

BACA JUGA: Inovasi TTG Kunci Bagi Pertumbuhan Ekonomi Desa

“Jika Mentri Saleh Husin merasa pesimis, apalagi petani garam kita. Padahal kita punya garis pantai yang lebih panjang ketimbang negara pengimpor (Singapura) garam ke Indonesia. Justru negara harus secara kongkrit hadir di tengah-tengah petani garam dan industry garam rakyat”,” kata Hendrik dalam sebuah wawancara, Rabu (11/5). 

Pernyataan yang disampaikan Hendrik berkaitan dengan omongan Menteri Perindustrian Saleh Husin yang mengomentari industri garam dalam negeri. Beberapa pekan lalu, Saleh mengutarakan bahwa tidak semua daerah di Indonesia bisa menghasilkan garam dengan standar kualitas baik.

BACA JUGA: Bangun Hotel 18 Lantai, Keluarkan Rp 40 Miliar

“Hanya daerah tertentu saja yang punya potensi mampu menghasilkan garam dengan NaCL di atas 97 persen dan ini faktor alam," kata Saleh.  

Saleh menyebutkan, kualitas garam yang dibutuhkan oleh industri tidak hanya terbatas pada NaCl yang tinggi tersebut. Demi keamanan produk pangan, industri membutuhkan batas maksimal kandungan logam berat seperti kalsium dan magnesium yang tidak boleh melebihi 400 ppm untuk industri aneka pangan. 

BACA JUGA: Percayalah, Bisnis Hotel Budjet Akan Terus Tumbuh

Sedangkan kebutuhan garam untuk industri farmasi yang digunakan untuk memproduksi infuse dan cairan pembersih darah harus mengandung NaCl 99,9-100 persen. 

Hendrik mengatakan, sikap yang ditunjukkan Saleh mengindikasikan bahwa pemerintah tidak peka dengan kondisi petani garam. Seharusnya kata dia, masalah kandungan yang ada dalam garam segara dicarikan solusinya, bukan seolah-olah mendukung kebijakan impor garam karena  tidak standarnya produksi garam milik petani. 

Menurut Hendrik, isu impor garam karena standar produk garam oleh petani adalah persoalan yang serius bukan hanya menjadi wacana untuk melakukan setop impor, namun juga mencari solusi terbaik untuk kepentingan bangsa kedepan.

Dia menjelaskan bahwa PT. Garam yang selama ini adalah perusahaan BUMN yang membeli garam dari petani. Serapan PT.Garam masih minim, meski harga per ton sudah cukup baik (Rp 430.000/ton). 

Keseriusan pemerintah melawan impor garam, akan diuji dengan praktek kongkrit. Kualitas produksi petani garam tidak akan bisa bersaing dengan kualitas pabrik besar garam yang ada di dalam negeri, jika tidak dibantu negara. 

“Jadi, seharusnya sebagai seorang Menteri Perindustrian (Saleh Husin) bukan malah, pesimis dan berkelit pada persoalan yang sangat teknis,” katanya. 

Hendrik berharap kepada pemerintah, untuk melakuan transformasi teknologi efisien terkait industri garam dengan kapasitas menengah dan meberikan suntikan dana baik dalam permodalan atau peningkatan daya beli pemerintah. 

“Transformasi teknologi dan suntikan dana, bukan dalam rangka memanjakan petani garam kita. Justru disitulah negara hadir untuk mendidik petani garam menjadi lebih mandiri,” pungkasnya. (jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pekerja Formal Berkurang, Ini Penyebabnya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler