jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Fadjry Djufry kembali menjelaskan manfaat kalung Eucalyptus atau yang disebut publik sebagai kalung antivirus corona dan sempat menuai kritik.
Dia mengungkapkan, kalung Aromaterapi Eucalyptus merupakan produk aksesoris aromaterapi, yang didesain dalam bentuk seperti name tag dan dikenakan sebagai kalung.
BACA JUGA: Ini 5 Fakta seputar Kalung Antivirus Corona dari Eukaliptus
Ini mudah dibawa ke mana saja tanpa khawatir tertinggal atau tercecer.
Produk aksesoris aromaterapi ini dalam dunia luas bisa saja didesain sebagai gantungan kunci, kipas, bolpen atau bentuk lainnya yang menyebar aromaterapi.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Ancaman FPI, Jokowi Diminta Copot Erick Thohir, Begini Reaksi Fahri Hamzah
"Produk kalung aromaterapi Balitbangtan diformulasikan berbasis minyak Eucalyptus sp. dan didesain dengan teknologi nano dalam bentuk serbuk dan dikemas dalam kantong berpori," terang Fadjry pada Senin (6/7).
Dengan teknologi nano, lanjutnya, ukuran partikel bahan aktif menjadi sangat kecil dan luas permukaannya menjadi sangat besar.
BACA JUGA: DPR Minta Mentan Tunjukkan Riset Pendukung Kalung Antivirus
Dengan demikian, luas bidang kontaknya menjadi sangat besar dan bisa menekan penggunaan bahan aktif.
Produk ini mengeluarkan aroma secara lepas lambat (slow release) sehingga berfungsi sebagai aromaterapi selama jangka waktu tertentu.
"Untuk mendapatkan efek aromaterapi yang optimal, penggunaannya dilakukan dengan cara menghirup aroma dari lubang-lubang kemasannya. Produk ini mengandung bahan yang telah diuji secara in-vitro di laboratorium memiliki aktivitas antivirus, baik terhadap virus influenza maupun virus corona (gamma- dan beta-corona)," bebernya.
Fadjry melanjutkan, informasi dari hasil pengujian in vitro, minyak Eucalyptus memiliki potensi menetralisir virus corona seharusnya ditangkap oleh lembaga lain yang lebih kompeten untuk melakukan pengujian klinis pada manusia atau pasien COVID-19.
"Dengan demikian, peluang bangsa kita bisa lebih cepat menemukan obat atau teknologi penanganan COVID-19. Butuh tekad dan semangat untuk saling bersinergi demi kemajuan bangsa ini, bukan saling mencela atau melemahkan," tegasnya
Sementara itu, Indi Dharmayanti, Peneliti Utama Virologi Molekuker BB Litvet, Balitbangtan, Kementan menambahkan, banyak informasi yang mendukung hasil inovasi Balitbangtan ini.
Menurut Bakkali et al (2008), Minyak asiri umumnya memiliki kemampuan sebagai antimikroba, antivirus, antikanker, antiksidan, anti inflamasi, peningkat daya tahan tubuh.
Minyak Eucalyptus dengan kandungan bahan aktifnya yaitu 1,8 cineol atau eucalyptol memiliki kemampuan menghambat replikasi virus influenza (H1N1) menurut Sadatrasuletal (2017).
Selanjutnya beberapa publikasi lain (Sadlon et al., 2010; Singh et al, 2009; Lee et al, 2001; Serafino et al, 2008) menyebutkan tentang potensi eucalyptus untuk penanganan gangguan pernafasan, terutama pada pasien dengan pembengkakan saluran nafas dan paru paru.
Sebagai antioksidan bahkan Eucalyptus sudah digunakan sebagai bahan aktif pada obat Soledum yang digunakan untuk pengobatan penyakit pernapasan.
"Banyaknya publikasi serta fakta empiris terkait minyak Eucalyptus sudah digunakan secara turun temurun sebagai pengobatan alternatif untuk flu dan gangguan pernafasan tentunya menjadi pendukung dari inovasi yang dilakukan oleh Balitbangtan," terangnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad