jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Indonesian Publication Index (IPI) Karyono Wibowo menilai kampanye #2019GantiPresiden bisa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
Sebab, tidak semua masyarakat mendukung kampanye yang digaungkan sejumlah pihak, termasuk Neno Warisman, itu.
BACA JUGA: Jokowi, HT, Grace dan Diaz Tersenyum di Meja Makan Istana
Salah satu sinyal kemunculan gesekan itu terlihat saat massa menolak kedatangan Neno di Batam.
"Kampanye ini dilakukan dengan massa. Bayangkan jika massa yang tidak setuju kampanye ganti presiden bertemu dengan massa yang setuju dengan kampanye ini. Kemudian terjadi gesekan, maka Neno dan kawan bertanggung jawab akan hal tersebut," ujar Karyono, Sabtu (28/7).
BACA JUGA: Demokrat: Jokowi Tak Seberani Pak SBY
Karyono menambahkan, gerakan atau kampanye ganti presiden yang dilakukan secara massal sangat tidak tepat.
Dia menduga gerakan itu sudah ditunggangi kepentingan politik tertentu.
BACA JUGA: Empat Oposisi Solid Tantang Jokowi di Pilpres 2019
"Bawaslu harusnya bisa melakukan investigasi terhadap gerakan Neno dan kawan-kawan. Apakah ada hubungannya dengan parpol atau tidak. Saya berkeyakinan ada hubungannya," kata Karyono.
Menurut dia, gerakan itu bisa dikategorikan mencuri start menjelang Pilpres 2019.
Dia menambahkan, kampanye dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Karyono juga mencontohkan pergantian presiden di Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
"Di Indonesia setiap lima tahun sekali. Di AS setiap empat tahun sekali. Namun, di sini belum pilpres sudah ada kampanye. Di AS sebelum waktunya kampanye tidak ada gerakan ganti presiden tersebut," kata Karyono.
Karyono berharap apa pun yang dilakukan untuk mendulang elektabilitas partai maupun calon presiden tidak membahayakan masyarakat.
"Syahwat berkuasa boleh saja. Namun, jangan mengakibatkan gesekan sosial," ujar Karyono. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Isyarat PKS Jika Prabowo Ogah Nyapres
Redaktur & Reporter : Ragil