Kampus Bergerak, Giliran STFT Jakarta Menyampaikan Seruan dari Proklamasi 27

Minggu, 04 Februari 2024 – 18:51 WIB
Kampus Bergerak: Ketua STFT Jakarta Pdt. Prof. Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D. membacakan seruan dari Proklamasi 27. Foto: Humas STFT Jakarta

jpnn.com - JAKARTA – Aksi Kampus Bergerak terus bergulir dalam menyikapi kondisi politik jelang Pemilu 2024, khususnya terkait praktik berdemokrasi dan etika penguasa yang dianggap mengalami degradasi.

Pada Minggu (4/2), giliran civitas academica Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta menyampaikan pernyataan sikap bertitel Seruan dari Proklamasi 27.

BACA JUGA: Marak Petisi dari Kampus, Bandingkan Respons Jokowi dan Gibran

Pernyataan sikap kampus beralamat di Jalan Proklamasi 27 Pegangsaan, Jakarta Pusat, itu dibacakan Ketua STFT Jakarta Pdt. Prof. Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D.

Berikut isi lengkap Seruan dari Proklamasi 27.

BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Apresiasi Gerakan Akademisi Selamatkan Demokrasi yang Dirusak Rezim Jokowi

Pernyataan Sikap Sivitas Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta untuk Pemilihan Umum 2024 yang Beretika dan Berintegritas

Pemilihan Umum 2024 adalah pesta demokrasi yang seharusnya berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

BACA JUGA: Bila Junjung Etika, Menteri Lain Seharusnya Meniru Langkah Mahfud MD Mundur dari Kabinet

Demokrasi menjadi sistem yang kita pilih bersama untuk mencapai tujuan tersebut, dengan harga mahal Reformasi 1998. Bangsa Indonesia merindukan pemimpin yang menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang menaruh kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan.

Sayangnya, kami melihat beberapa tindakan yang melawan hati nurani dan tidak sesuai dengan semangat yang menjiwai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Pertama, pencalonan wakil presiden yang diputuskan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023, yang kemudian terbukti melanggar kode etik, namun keputusannya tidak bisa dibatalkan.

Kedua, pembagian bantuan sosial (bansos) berupa beras dll. dan bantuan langsung tunai (BLT) diberitakan di media disebutkan oleh beberapa menteri sebagai bantuan Presiden Joko Widodo yang diduga bertujuan untuk mendukung pasangan calon (paslon) tertentu, sementara semua itu adalah uang rakyat.

Ketiga, ditengarai ada pengarahan aparatur negara untuk mendukung paslon tertentu dan melakukan tindak kekerasan, yang terlihat dari beberapa berita di media.

Atas krisis etika dan integritas kepemimpinan tersebut, kami ingin menyatakan suara hati nurani kami:

Pertama, kami meminta Presiden Joko Widodo dan jajarannya untuk menjamin pemilu yang jujur dan adil (imparsial), tidak memihak (netral), menegakkan hukum sepenuhnya, menjunjung etika dan integritas serta tidak memanfaatkan lembaga kepresidenan untuk mendukung paslon tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Kedua, kami meminta penghentian penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan pencalonan di Pemilu, termasuk politisasi bantuan sosial yang pada dasarnya diambil dari rakyat untuk membantu rakyat yang paling membutuhkan.

Ketiga, kami mengingatkan semua penyelenggara negara untuk tidak berpihak kepada paslon mana pun selain kepada bangsa dan negara. Pemilu 2024 perlu menjaga keluhuran bangsa dan negara yang beradab, serta mendapat legitimasi dari rakyat. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, Anda juga bertanggung jawab kepada Tuhan.

Keempat. Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendoakan dan menjadi saksi untuk memastikan pemilihan umum yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta mendorong untuk memilih calon dan/atau partai yang cakap, cinta akan Tuhan, dapat dipercaya, dan benci kepada suap; yang menjunjung tinggi kebenaran, etika, integritas, dan berpihak kepada rakyat kecil.

Pemilihan Umum 2024 di Rabu, 14 Februari 2024, bertepatan dengan hari pertama masa Prapaskah dalam tradisi Kekristenan, yang dikenal sebagai Rabu Abu. Abu yang diusapkan di dahi, mengingatkan manusia akan kefanaan hidup karena dia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu, memanggil semua untuk bertobat dan kembali kepada kebenaran yang diajarkan-Nya. Seruan ini juga adalah panggilan pertobatan untuk kembali ke jalan kebenaran, menuju bangsa yang bermartabat.

Demikianlah pernyataan ini kami buat sebagai suara nurani kami sebagai Sivitas Akademika Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta. Kiranya Tuhan menolong rakyat Indonesia. (sam/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler