jpnn.com, JAKARTA - Direktur Kelembagaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ridwan mengatakan, perguruan tinggi Indonesia dituntut untuk peka dan cepat tanggap terhadap perkembangan ilmu serta teknologi, mampu memberikan terobosan dan inovasi.
Juga mampu menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang andal dan siap untuk bersaing dalam dunia kerja baik secara global maupun nasional.
BACA JUGA: Nadiem Makarim Dorong BUMN dan Swasta Bersinergi di Kampus Merdeka
“Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tentunya pembukaan dan pengembangan program studi pada perguruan tinggi Indonesia harus sesuai dengan kebutuhan tersebut," ujar Ridwan,, Selasa (19/5).
Ridwan menjelaskan, untuk memperlancar pembukaan program studi, telah dikeluarkan Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
BACA JUGA: 103 Perguruan Tinggi Akan Jadi Kampus Merdeka untuk Desa
Dalam Permendikbud tersebut, diatur pula ketentuan terkait pembukaan program studi oleh perguruan tinggi Indonesia.
Secara umum, pembukaan program studi akademik dapat dikategorikan dalam lima bentuk usul pembukaan program studi, yaitu:
BACA JUGA: Peringatan Serius dari Pengamat Intelijen, Semua Harus Waspada!
a. Pembukaan program studi akademik bersamaan dengan pendirian perguruan tinggi
b. Pembukaan program studi akademik sebagai penambahan jumlah program studi pada perguruan tinggi yang telah berdiri
c. Pembukaan program studi akademik sebagai penambahan program studi akademik bersamaan dengan penambahan nama (nomenklatur) program studi akademik
d. Pembukaan program studi akademik bersamaan dengan proses perubahan perguruan tinggi swasta yang berupa penggabungan, penyatuan, dan perubahan bentuk
e. Pembukaan Program Studi akademik (selain program studi bidang kesehatan dan kependidikan) oleh perguruan tinggi dengan peringkat akreditasi Baik Sekali, akreditasi Unggul, akreditasi B, dan akreditasi A melalui kerja sama.
"Untuk bentuk usul pembukaan program studi seperti tersebut pada huruf a sampai dengan huruf d, merupakan bentuk usul yang selama ini diajukan oleh perguruan tinggi. Sedangkan bentuk usul pembukaan program studi yang tersebut pada huruf e merupakan salah satu terobosan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka program Kampus Merdeka," jelas Ridwan.
Ridwan menekankan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentunya akan terus berupaya mendorong pengelolaan perguruan tinggi yang semakin baik, efektif, dan efisien.
“Dalam mendorong usul perubahan perguruan tinggi swasta (PTS) dalam bentuk penyatuan dan penggabungan, pengusul dapat mengajukan usul untuk pembukaan program studi baik di bidang STEM maupun di bidang non-STEM sebagai penambahan program studi yang sudah ada,” jelas Ridwan.
Merujuk pada Permendikbud nomor 7 tahun 2020, pembukaan program studi baru yang telah memenuhi persyaratan minimum akreditasi akan mendapatkan akreditasi dengan peringkat “Baik” pada saat memperoleh izin penyelenggaraan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Setelah penerbitan Surat Keputusan Menteri tentang izin penyelenggaraan tersebut, BAN-PT atau LAM berwenang melakukan monitoring dan evaluasi atas peringkat akreditasi program studi yang telah diberikan.
Atas dasar hasil monitoring dan evaluasi tersebut, Menteri berwenang melakukan evaluasi pelaksanaan Surat Keputusan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait pembukaan program studi melalui kerja sama, pada pasal 36 ayat (2) Permendikbud No. 7 Tahun 2020, disebutkan bahwa selain memenuhi syarat minimum akreditasi, juga telah melakukan perjanjian kerja sama dengan organisasi atau lembaga yang terkait untuk mendukung capaian pembelajaran; dan menyatakan kesanggupan untuk melakukan penelusuran lulusan Program Studi pada dunia kerja atas penyelenggaraan Program Studi yang baru dibuka.
Adapun organisasi atau lembaga yang tersebut pada huruf a di atas, dapat berupa: perusahaan multinasional, perusahaan teknologi global, perusahaan startup teknologi, organisasi nirlaba kelas dunia, institusi/organisasi multilateral, perguruan tinggi yang termasuk dalam peringkat 100 perguruan tinggi terbaik dunia; atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah.
Pemimpin PTS membuat perjanjian kerja sama dengan organisasi atau lembaga mitra, yang terkait dengan: pengembangan Kurikulum, kesediaan organisasi atau lembaga menerima mahasiswa untuk magang atau praktik kerja industri, dan kesediaan organisasi atau lembaga menerima lulusan dari Program Studi Akademik tersebut.
Ridwan menegaskan kebijakan pembukaan program studi melalui kerja sama ini memberikan kemerdekaan bagi perguruan tinggi dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan organisasi atau lembaga mitra sehingga diharapkan lulusan program studi tersebut dapat berkontribusi dalam organisasi atau lembaga mitra tersebut.
“Untuk pola kerja sama juga dimungkinkan untuk membuka program studi baik di bidang STEM maupun di bidang non-STEM sesuai dengan pengembangan kurikulum yang disepakati oleh organisasi atau lembaga mitra,” tutur Ridwan.
Bila perguruan tinggi telah memiliki kesepakatan kerja sama seperti tersebut di atas, dapat mengajukan usul pembukaan program studi dengan nama program studi yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan tersebut langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad